Part 31: Curiga
Perdebatan mereka di taman itu tergolong lama karena sampai Mama Caramel pulang dari bekerja, belum juga selesai. Caramel masih terus mendesak agar Samuel mau mengaku kalau ia yang meneror Caramel selama ini.
Sedangkan Ralin dan kawan-kawannya berdebat sendiri di belakang dengan wajah kesal.
Ponselnya bergetar berdering di dalam tas tak ia dengar. Caramel masih belum menyadari kebodohannya. Yaitu menyulut emosi di tempat umum. Seharusnya masalah itu selesai dengan damai tanpa pertengkaran.
Banyak orang mendekat ke area mereka, melihat apa yang terjadi. Ada yang hanya melihatnya saja, ada yang mengambil gambar bahkan mengambil video dan diunggah di status WhatsApp. Tapi tak ada satupun yang berniat untuk melerai keduanya.
"Ra?" panggil seseorang di belakang kerumunan. Dengan suara kecil memang, tetapi suaranya mampu membuat Caramel menoleh sekali panggil. Orang itu menggeleng.
Semua orang di sana menoleh ke sumber suara itu. Perlahan mereka bubar karena pertikaian terpending beberapa saat.
Keduanya mengalihkan pandangan. Sedangkan Mamanya Caramel menatap tajam putrinya.
"Ayo pulang!" tegas Mama Caramel.
Gadis itu beranjak, berdiri dengan tatapan kosong. Berjalan menuju motornya tadi berada. Tidak menghiraukan Mama yang masih berada di belakang. Sedangkan Samuel mengangguk sopan pada Mama Caramel yang melemparkan senyum maklum.
Dari kejauhan dapat Caramel dengar gerutuan Ralin dan dua temannya. Yang ujungnya menyalahkan Caramel dan membela Samuel.
"Sam, emang lo mau diem aja difitnah gitu?" Ralin duduk di kursi sebelah Samuel. Sedangkan dua temannya berdiri karena kursinya hanya ada satu. Ada lagi tapi jauh dari sini.
"Iya loh, masa lo nggak ngasih pembelaan kalau yang salah tuh emang Caramel. Apalagi tuh cewek misterius banget sok sokan fitnah lo padahal mah pelakunya dia sendiri."
"Pelaku bertopeng korban ya itu."
"Ya memang pelakunya bukan Caramel," kata Samuel pelan.
"Lah trus siapa? Masa lo sih?" serbu Ralin tak terima. Bisa-bisanya Samuel mengalah hanya untuk Caramel si gadis misterius.
"Bukan gue dan bukan Caramel. Udah ah gue mau pulang, mau tidur aja." Samuel mengalihkan pembicaraan, tidak ingin terlanjur berkata siapa pelaku sebenarnya. Karena ia pun belum sepenuhnya yakin.
Samuel berdiri dan berjalan untuk pulang. Ia tadi bisa ada di sini karena semobil dengan Ralin dan yang mengendarai mobilnya adalah Ralin. Maka dari itu ia pulang harus jalan kaki saja.
"Ihh Sam!" Ralin mengejar Samuel yang sudah keluar dari area taman.
Sedangkan dua temannya menoleh bersamaan dan salah satunya berkata, "friendzone? CLBK?" Dan dijawab oleh satunya lagi, "mantanzone."
Seorang tanpa helm sedang mengendarai motor scoopy playful cream menuju arah yang sama dengan Samuel. Segera saja cowok itu menghentikannya dan meminta untuk diantarkan pulang.
"Pinky, anterin gue pulang."
Tanpa bicara basa-basi atau bertanya banyak, cewek itu menurut saja. Menuju tempat yang ditunjuk Samuel. Padahal ia tadi ingin belok pada gang berikutnya tetapi malah harus balik lagi setelah mengantar satu cowok itu.
Di perjalanan yang ada hanyalah sepi karena tidak ada yang berniat mengeluarkan suara. Samuel memilih untuk diam mengamati hal yang menarik perhatiannya. Sedangkan Pinky diam karena suasananya canggung bagi dia.
Baru juga ia merasa senang tadi, harus bertemu dengan muka datar dan pucatnya Samuel. Hendak bertanya tapi takut menyinggung karena sepertinya cowok ini sedang ada masalah.
"Sampai," ucap singkat Samuel.
Pinky menghentikan motornya di depan gerbang rumah Samuel. Sebelum cowok itu pergi, Pinky sempatkan untuk bertanya, "lo udah sembuh kah? Bukannya masih sakit? Atau sedang masalah? Eh aduh." Cewek itu menepuk sendiri bibirnya.
Kebiasaan Pinky kalau bertanya tidak bisa hanya satu.
"Nggak pa-pa kok. Thanks."
Singkat, padat, dan tidak bacot. Biasanya cowok itu akan banyak bicara entah pada siapa saja. Tapi kali ini berbeda. Dan Pinky merasakan suasana aneh di tempat itu. Sehingga ia memutuskan untuk mengangguk saja lalu pergi dari sana.
***
Hal yang tidak Caramel suka di dunia ini ada dua, yaitu kebohongan dan sandiwara. Bertindak seolah peduli padahal nyatanya penusuk. Namun sampai saat ini pun Caramel belum sepenuhnya mempunyai hati yang bisa mendendam seumur hidup.
Sekalipun ia dijahati oleh orang lain, ia akan terus memaafkan orang lain. Namun kebanyakan orang tidak mengerti arti dari sikap Caramel yang diam dan tenang. Mereka menganggap Caramel sombong padahal jauh dari kata itu.
"Caramel," panggil Mama. Kalau sudah begini, sudah pasti Mama akan memarahinya.
Cewek itu mendongak saat Mamanya memanggil lengkap nama panggilannya.
"Mama sudah bilang jangan berlaku seperti itu. Apalagi kamu melabrak Samuel di tempat umum. Masalah ini akan diketahui orang banyak dan kita yang dicap pembohong. Zaman gini siapa sih yang masih percaya adanya guna-guna dan animisme?" Mama menghela napas. Duduk di kursi ruang tamu itu berseberangan dengan Caramel.
Sedangkan Caramel diam saja tidak mau menunjukkan reaksi apapun. Karena ia sangat yakin Mamanya tidak mau dibantah. Namun entah mengapa lidahnya hari ini sedikit licin.
"Memangnya Samuel animisme? Kok pinter ngaji, jangan-jangan emang benar pelakunya si Samuel dan Papanya."
"Ra!" seru Mamanya. "Hanya mereka orang yang akan kita mintai pertolongan. Tidak ada seorang pun yang akan percaya jadi nggak usah ngasih tahu yang nggak tahu."
"Ma, kalau ini semua bukan ulah mereka, siapa lagi? Samuel nggak masuk kemarin kemarin saat ada kejadian mulai dari Andit jatuh dari tangga, teror di meja dan kursiku yang berdarah. Serta fitnah yang seolah akulah si pelaku bertopeng korban." Caramel mengambil bantal sofa untuk ia gunakan menutup wajah.
"Berdarah?" Mama heran, belum Caramel ceritakan tentang hari kemarin. Mama terlalu sibuk kemarin.
Jawaban Caramel atas pertanyaan itu hanyalah helaan napas panjang.
"Bu Veni dan Kania di rumah sakit semakin parah pun saat Samuel nggak sekolah."
"Karena Samuel sakit."
"Kenapa tadi ada di taman kalau sakit? Sama Ralin pula, siapa tahu kalau memang mereka merencanakan hal lain untuk meneror kita."
Mama diam menyimak, tidak tahu harus menyangkal bagaimana.
"Kemarin pagi Samuel pergi jalan-jalan katanya. Siapa tahu kalau sedang meletakkan darah di bangku Cara. Who knows, sedangkan CCTV mungkin belum diaktifkan."
Kini Mama yang terdiam, merangkai setiap puzzle yang terjadi. Memusingkan hal yang belum tentu jawabannya. Mencoba rumus yang nyatanya tidak sesuai dengan soal. Dan padahal soalnya tanpa rumus.
*****
23-6-19.
Pub: 17-8-19.

KAMU SEDANG MEMBACA
A Confession #Sevia
Mistero / Thriller#GenreMisteri #Project1 #GloriousAuthor #SeviaStory Surat misterius, sakit yang tak wajar, dan segala teror lainnya datang tidak hanya kepada gadis cantik cuek itu. Tetapi datang juga pada orang lain yang menyebabkan orang tersebut meninggal karenan...