[Sevia : 14]

26 13 49
                                    

Part 14: Boast

Samuel menyapa seseorang ketika sedang berjalan melewati apotik rumah sakit. "Tante!"

"Kamu temannya Caramel kan?" tanya Mama Caramel kepada Samuel. "Sedang apa? Siapa yang sakit?"

"Kebetulan, Tante. Tadi Samuel datang ke rumah Caramel, terus keadaannya buruk jadi saya bawa ke sini."

"Eh? Caramel kenapa? Pingsan?" Seketika wanita paruh baya itu syok mendengarnya. "Dia di mana sekarang? Baik-baik saja kan?"

"Tenang, Tante. Caramel baik-baik saja kok."

Mereka berjalan di koridor rumah sakit menuju kamar Caramel dirawat.

Tepat mereka muncul di koridor kamar Caramel, tepat ketika Dokter keluar dari ruangan. Di sana ada Pinky yang sedang diajak bicara oleh Dokter.

"Dok, bagaimana keadaan anak saya?" tanya Mama Caramel.

"Anak Anda baik-baik saja. Tidak terjadi apa-apa. Mungkin kelelahan," ucap Dokter tersebut.

Samuel melongo dibuatnya. Tidak mungkin jika Caramel baik-baik saja saat ini karena Samuel tahu itu. "Dok jangan bercanda loh." Samuel berujar.

"Maaf, saya tidak pernah bercanda tentang ini. Pasien tidak mengalami luka berat. Mungkin jika ada luka dalam. Sebagai contoh, telah terjadi sesuatu pada kepalanya. Apakah pasien pernah merasa pusing berlebih?" tanya Dokter.

"Iya, akhir-akhir ini anak saya sering mengeluh tentang sakit kepala," jelas Mama Caramel.

"Dia juga tidak masuk sekolah sudah tiga hari ini." Samuel menambahi.

"Jika benar, akan saya periksa lagi keadaan dalam pasien. Terima kasih, saya permisi dulu."

Setelah Dokter itu pergi, dua orang itu berpandangan dengan penuh arti. Hanya Pinky yang tidak mengerti arti tatapan itu. Pinky merasa dirinya tidak perlu ikut campur.

"Tante, Caramel pasti baik-baik saja," ucap Pinky ketika Mama Caramel memasuki kamar Caramel.

Wanita itu tersenyum ramah. Mengangguk, "iya. Pasti."

"Pinky," panggil Samuel. Membiarkan wanita paruh baya itu masuk terlebih dahulu. "Lo ... tau sesuatu?" tanya Samuel.

Pinky menoleh. Menatap Samuel dengan wajah tidak mengerti. Apa maksud cowok ini. "Maksudnya? Tahu apa?"

"Nggak. Nggak jadi. Masuk yuk," ajak Samuel.

Mereka masuk ke dalam kamar Caramel. Ternyata gadis itu sudah siuman. Hela napas lega keluar dari mulut dua orang itu.

"Syukurlah Caramel sudah siuman," ucap Pinky.

"Ra? Gimana?" Samuel bertanya.

"Kalian kok ada di sini? Gue juga? Kalian yang bawa?"

"Iya. Gue tadi kan ke rumah lo, tapi lo pingsan pas lagi buka pintu. Gue bingung gimana caranya biar bisa bawa lo ke sini. Ya udah gue nyuruh para semut dan kecoa buat bantuin gotong lo. Lagian berat banget kayak rindunya Dilan ke Milea."

"Dih, masih bercanda juga!"

"Gue nggak bercanda, Pinky."

"Serah lo, Sam, serah."

"Rumah kita nggak serah ya. Gue nggak mau nganterin."

"Itu searah geblek!"

Caramel diam saja. Candaan Samuel tidak ada efeknya. Mungkin gadis itu sedang berpikir. Banyak sekali yang harus ia pikirkan. Ia harus mengikuti tes agar bisa masuk di Jurusan yang ia inginkan tetapi saat ini kondisinya tidak meyakinkan. Seharusnya ia menurut Mama untuk meminum obat.

"Kata Dokter, Cara udah boleh pulang, Ma?" tanya Caramel.

"Nggak tahu, Ra. Mama tanyakan nanti."

"Menurut gue, lo jangan pulang dulu deh, Ra. Kondisinya masih belum memungkinkan. Ntar gue bawain makan kalau lo lapar." Samuel menjelaskan.

"Thanks."

"Oh ya, gue pulang dulu aja kali ya," ucap Samuel. "Nah itu Handphone lo di nakas."

"Hati-hati ya, Samuel. Terima kasih sudah banyak membantu." Mama Caramel berkata sembari tersenyum senang. Meski rautnya bisa dibaca jelas sedang merasakan hal lain.

"Iya sama-sama, Tante. Permisi dulu ya."

"Sam, gue nebeng," ucap Pinky. Meminta tebengan dari Samuel. Hitung-hitung tak perlu mengeluarkan banyak uang untuk taksi.

"Tapi rumah kita gak serah."

"Serah dah serah."

"Permisi, Tante, Caramel." Samuel berjalan duluan disusul Pinky juga mengatakan hal demikian.

***

Sorenya, Samuel datang lagi. Sekitar jam 6 sampai di sana. Membawa sesuatu yang Caramel tidak percayai. Samuel tahu apa yang sedang dirasakan Caramel tetapi cowok itu diam saja tak mau banyak bicara atau akan dianggap membual.

"Selamat sore, Tante," sapa Samuel saat memasuki kamar Caramel. Gadis itu sedang makan malam bersama Mamanya.

"Selamat sore, Sam. Ke sini lagi?"

"Iya, Tante."

"Sudah makan?"

"Sudah kok, Tan. Tante makan saja dengan Caramel."

Selesai makan, Samuel menyuruh Mama Caramel untuk pulang dan nanti balik lagi. Samuel yang akan menemani Caramel di sini. Tipe cowok idaman banget kan? Sayangnya, Caramel tidak suka. Cowok itu terlalu banyak ikut campur urusannya.

"Thanks. Pulang aja. Gue berani kok di sini sendiri," ucap Caramel. Tentu saja cewek itu kesal denagn Samuel yang seakan baik padanya padahal ia yakin cowok itu sedang bersandiwara di balik topeng emasnya.

Tidak menjawab, Samuel malah memberi Caramel air sebotol kecil. Menyodorkannya, "nih minum. Barangkali lo butuh biar bisa fokus."

Malas, memutar bola matanya, Caramel melengos. Membiarkan botol itu tergeletak di sampingnya.

"Gue ke sini bukan mau cari gara-gara loh, Ra."

"Really?"

"You don't know whatever, Ra. Any something behind you, and only I can see."

"Too boast. Pulang aja, thanks airnya bawa pulang lagi aja."

"Ck, nggak. Lo kenapa sombong banget sih jadi cewek? Masih untung gue mau peduli sama lo. Coba orang lain. Sebagi contoh Pi--"

"Ya ya ya serah lo. Gue ngantuk mau tidur. Bye!"

Caramel menelungkupkan wajahnya berlawanan dari Samuel. Terlalu muak meladeni cowok berwajah topeng itu. Tidakkah seharusnya cowok itu pulang saja dan tak usah mengurusi urusan orang lain?

"Sori, Ra. Kalau selama ini sikap gue kayak ikut campur urusan lo. Tapi asal lo tahu aja, any something other not know, but I know."

"Caramel udah tidur. Pulang aja," ucap Caramel dari balik selimut.

Samuel tersenyum kecut. "Its okay. Sleep well ya. Terserah mau dipakai atau nggak itu air. Get well really soon, Caramel."

Caramel hanya menutupi wajahnya menggunakan selimut tapi bisa ia rasakan kalau Samuel sedang kecewa berat tidak mendapatkan kepercayaan darinya. Tapi Caramel masih sangsi apakah cowok itu berniat baik atau sebaliknya.

Di saat seperti ini tak seharusnya ia percaya pada setiap orang. Ada kalanya kau harus percaya pada hatimu dulu baru kau boleh percaya pada orang lain. Bergumam banyak kata, baru Caramel sadari kalau Samuel memang peduli padanya.

*****

24-2-19.
Pub: 16-4-19.

A Confession #SeviaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang