[Sevia : 12]

39 13 59
                                    

Part 12: Dizzy

Caramel berjalan di area kantin karena letak kelasnya memang melewati kantin. Dengan menunduk tanpa menghiraukan orang-orang di sekitarnya. Tanpa tahu jika ia sedari tadi dipergunjingkan oleh sekelompok anak cowok.

Setelah sehari Caramel mencoba membasuh matanya menggunakan air pemberian dari Samuel, tidak terjadi reaksi apa-apa. Namun di hari kedua, matanya sudah tidak lagi meras panas, hanya sipitnya saja. Pusing juga sudah hilang. Di hari ketiga Caramel baru berani masuk sekolah meski matanya belum sepenuhnya sembuh.

Memakai kacamata minusnya, dan berjalan menunduk.

"Eh bro!"

"Yoi Sam ada cewek lo tuh!"

"Caramel! Pujaan hati lo udah sekolah, Sam!"

Berbagai ucapan yang dilontarkan oleh anak-anak cowok kelasnya yang merupakan teman Samuel bersorak sorai ketika Caramel masuk ke dalam kelas.

"Wow Ra, lo udah masuk?"

"Sakit apa, Ra?"

"Beneran udah sembuh?"

"Perasaan lo nggak kenapa-napa deh."

Dan berbagai sapaan selamat datang kembali dari para siswa maupun siswi kelasnya.

Caramel hanya mengangguk saja tanpa merespon apa-apa. Duduk di kursinya, mendapat tatapan terkejut dari Pinky.

"Kenapa? Udah sembuh kok. Cuma kecapekan aja. Soalnya akhir-akhir ini gue sering lembur belajar," ucap Caramel tanpa diminta. Ia tidak mau ditanya banyak oleh orang-orang. Apalagi Pinky. Soalnya kalau cewek itu yang bertanya, panjangnya beuh ... udah kayak jalan Anyer-Panarukan.

"Eh? Oh iya lo kan pengen dapat juara satu. Biar bisa ngalahin Samuel, ya?"

"Hm."

"Emangnya sakit apa kok sampai 12 hari? Hampir dua minggu loh. Trus chat gue ke mana? Tenggelem? Atau dimakan rayap? Lagian ya gue tuh mau ke rumah lo tapi nggak dibolehin Papa. Papa mergoki gue berduaan sama Nanda padahal cuma mau nitip surat izin doang."

Nah kan kalau kayak gini biasanya Caramel hanya ham hem doang. Ia sibuk membaca dan telinganya disumpal headset. Membiarkan Pinky berceloteh tanpa tahu arah.

Pluk. Bukunya tertutup tiba-tiba. Seseorang menutupnya, percayalah itu pasti Samuel.

"Sori, Ra," ucap Samuel dan dilanjutkan, " ... sengaja hehe."

"Makan tuh hehe," gumam Caramel. 

Caramel kembali membuka buku itu dengan mencoba sabar meladeni Samuel.

"Ra di kepala lo ada sesuatu! Coba deh gue ambilin." Samuel mengambil sesuatu di kepala Caramel.

Caramel menghempaskan tangan Samuel, "bisa nggak, lo diem aja nggak usah ganggu gue?"

"Hahaha Ra ternyata lo disukai nih sama kumbang." Samuel malah menunjukkan kumbang di hadapan Caramel.

"Kalau emang lo mau bikin gue nggak konsentrasi, berhasil. Udah, oke?"

Samuel menatap Caramel tanpa menghiraukan apa yang Caramel ucapkan. Kemudian raut wajahnya berubah. Ia mengernyit, menatap intens wajah Caramel. Seperti melihat sesuatu lain yang ada pada wajah cewek itu.

"Ra ... lo pernah dengar DID?"

Brak. Caramel menggebrak meja tak terlalu keras sebelum kemudian pergi dari kelas. Ia sudah kesal dijahili oleh cowok menyebalkan macam Samuel. Apalagi ucapannya semakin lama semakin melantur.

"Lah kacang."

"Wah sabar bro, nyari perhatian nggak gini juga kali?"

"Tenang aja, lain kali pasti ada kesempatan lagi kok."

Begitupun teman-temannya mengatakannya dengan wajah mengejeknya. Tertawa tawa mengejek atas ketidak-berhasilan Samuel.

***

Suara pintu gerbang dibuka, disusul suara motor masuk ke pekarangan rumah mengusik ketenangan Caramel yang sedang belajar di kamar. Segera Caramel keluar menemui Mamanya.

"Ma udah pulang?" sapanya ketika ia memasuki ruang tamu bersamaan dengan Mamanya.

"Kamu lagi apa? Belajar? Mata kamu sudah sembuh kan?" Terlihat jelas wajah lelah Mamanya.

"Iya, Ma."

Mama bekerja sebagai koki di sebuah restoran tak terlalu besar di sudut kota. Penghasilan tak terlalu banyak tetapi cukup untuk menghidupi keluarga yang hanya berdua saja.

Terlihat Mama berjalan langsung ke kamar. Caramel pikir Mama segera keluar dari kamar menuju kamar mandi atau dapur, tetapi tidak.

Caramel menuju kamar Mama untuk melihat keadaan Mama.

"Ma, tidak apa-apa?" tanyanya.

Bergerak, Mama menghadap Caramel yang berada di ambang pintu. Ternyata sedang tidur. Mungkin lelah, batin Caramel.

Caramel masuk dan ikut tidur di samping Mama. Merasakan hal beda pada Mama. Bukankah seharusnya Mama makan dulu?

"Mama sudah makan? Cara ambilin ya," ucap Caramel. Begitulah sifat Caramel aslinya. Sifat cueknya hanya ia tunjukkan kepada orang yang belum mengenal seluk beluk tentangnya saja.

"Nggak usah. Mama cuma pusing biasa kok."

"Ya udah Mama tidur saja. Nanti kalau sudah waktunya salat Cara bangunin ya."

Namun bukan hanya Mama yang merasa pusing. Caramel pun juga. Ia juga sering ke toilet untuk BAB. Sudah ia belikan obat tapi tetap saja. Sampai beberapa hari berikutnya masih saja sama.

Ketika hari yang berbeda Caramel pulang sekolah, bau bangkai memenuhi setiap ruangan rumah kecuali ruang tamu. Caramel juga merasakan hal aneh di rumahnya. Seperti terasa suram dan menakutkan. Caramel yang tidak berani di rumah sendiri memilih untuk main ke rumah tetangga sebelah. Rumah nenek tua yang tinggal sendiri.

Ia tidak cerita kepada siapa-siapa perihal rumahnya itu. Mamanya mengira mungkin bau bangkai tikus, beberapa hari lagi juga hilang. Namun bukannya hilang, baunya semakin memuakkan.

Suatu pagi, kepala Caramel terasa sangat berat sehingga ia malas bangun dari tidur meskipun sudah dibangunkan oleh Mama berkali-kali.

"Ra kamu ini kalau dibangunin susah banget sih! Bikin alarm bukannya bangun malah dimatiin, tidur lagi. Memangnya kamu tidak sekolah? Mama mau kerja ini kalau kamu Mama tinggal nanti malah marah." Mama mengomeli Caramel sembari membuka jendela kamar agar cahaya bisa masuk.

"Mama berangkat aja. Cara nggak sekolah, pusing." Caramel entah mengigau atau sadar mengucapkannya kepada Mama.

"Pusing segitu saja kamu nggak sekolah? Memangnya seberapa pusingnya? Kalau nggak sekolah ya udah sekalian nggak usah sekolah. Putus aja, ngabisin uang!"

Slap. Seketika mata Caramel terbuka lebar. Ia sakit hati mendengar ucapan Mamanya yang kelewatan. Seperti bukan Mamanya.

Caramel melengos kesal. Terburu-buru bangun, mengambil handuk, menuju kamar mandi dengan tidak sabar. Kaena kekesalannya, sesekali kakinya ia hentakkan.

Bruk.

"Au!"

"Cara kamu jatuh? Kepeleset atau gimana? Lagian nggak hati-hati sih. Sabar dong kalau jalan tuh. Lihat jalan juga. Masih merem gitu."

"Maa ... aku tuh jatuh bukannya ditolongin malah--au pusing!" Gadis itu serius. Pusing melanda membuatnya meringis kesakitan memegang kepalanya.

"Nggak usah sekolah, Mama belikan obat ya."

*****

16-2-19.
Pub: 7-4-19.

A Confession #SeviaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang