[Sevia : 18]

26 10 33
                                    

Part 18: Listrik (2)

Tulit tulit!

Suara ponsel Caramel di saku mengejutkannya. Ketika hendak membuka pintu rumah, ia urung karena terkejut. Setelah melihat notifikasi apa yang ia dapat sore ini, ia mendesah panjang.

Pasalnya, pemberitahuan peringatan baterai lemah.

Segera ia membuka pintu rumah dan mencari charger untuk mengisi daya ponselnya. Di samping televisi ia biasa menggunakannya.

Namun rumah yang gelap membuatnya sedikit kepayahan berjalan. Setelah menemukan sakelar dan menekannya, lampu tetap mati. Dan teringatlah ia kalau listriknya sedang eror.

Bukannya Mama harus mencari tukang listrik? Kok Mama belum pulang sudah jam empat sore.

Menyalakan senter ponsel, Caramel mencari colokan. Sama saja. Iya Caramel tahu kalau listriknya padam itu artinya untuk mengisi daya ponsel juga tidak bisa. Namun dugaannya salah. Setelah ia mencolokkan kabel data, ponselnya terisi.

"Jangan-jangan ini lampu depan yang nggak guna." Caramel menggumamkan asumsinya.

Setelah berjalan ke dapur dan menyalakan lampunya, ternyata lampunya juga mati. Itu artinya bukan hanya lampu depan dan lampu ruang tamu yang mati, tetapi semua lampu mati. Kok kalau mati, buat charger ponsel bisa?

Aneh lagi nih. Tidak hanya sampai di situ, padahal Caramel baru pulang, belum mandi, belum ganti baju, ia dikejutkan dengan ponselnya yang mati-hidup-mati-hidup.

Dayanya terisi, tapi seperti dibikin mainan dengan keluar-masuk-keluar-masuk daya. "Gak beres nih hp. Mending beli baru. Duh ilah apa charger-nya rusak? Kan masih bagus gini masa sudah rusak?"

Sementara Caramel berdebat sendiri, di depan terdengar suara percakapan. Caramel berhenti bicara sendiri kemudian menengok ke luar, mendapati Mama dan seorang lagi masuk ke dalam rumah.

Tetangga sebelah yang mungkin bisa membenarkan listrik rumah. Namanya kalau Caramel tidak salah ingat, Pak Bandi. Rumahnya tepat di depan rumah Gara.

"Mana loh mana, yang rusak?" tanya Pak Bandi.

Caramel menuju Mama dan ikut menimbrung pembicaraan. "Semuanya padam. Enggak bisa dinyalakan loh Pak. Padahal kalau colokannya dibuat charger masuk tapi aneh juga. Noh hp saya aneh begitu." Caramel menunjuk ponselnya yang terus mati-hidup-mati-hidup dan menimbulkan suara berisik karena dikeluar masuki daya.

"Lah ini hp kamu aja nduk yang emang eror."

"Halah palingan minta adik itu hp-nya." Gara terkekeh ketika Caramel menoleh. Ternyata cowok itu mengikut masuk ke dalam rumah.

"Minta adik mbahmu, duitnya belum ada Gar." Mama menyela. "Nanti loh kalau sudah ada duit baru diganti. Lagian masih bagus kok."

"Iya sih, masih layak pakai," ucap Caramel membenarkan ucapan Mamanya.

"Hehe alah Bulik, pasti ada uang kok."

"Belum cukup Gar, masih buat keperluan lain. Kebutuhannya aja banyak."

"Bentar tak ceknya dulu. Dari mana nih ngeceknya? Jadi susah kalau kayak gini." Setelah berkata begitu, Pak Bandi keluar rumah untuk mengecek apakah speedometernya berfungsi atau tidak. Kemudian mulai mengecek mana yang terjadi kerusakan atau kesalahan.

Sekitar setengah jam atau bahkan lebih sampai senja dan suara adan magrib mulai berkumandang, baru selesai. Namun perjuangan Pak Bandi yang kepayahan tak membuahkan hasil.

Katanya, "gak gimana-gimana loh ini listriknya. Kok aneh ya. Besok tak ceknya lagi."

Mereka yang ada di sana, Caramel, Mamanya, dan juga Gara, menghelas napas pendek. Apa pula yang terjadi pada listrik ini? Kenapa harus mati di saat yang tidak tepat. Tepatnya kan kalau terjadi mati lampu bersamaan atau karena pulsanya habis.

***

Nah kan pagi-pagi Caramel sudah sampai di sekolah. Karena apalagi kalau bukan mau men-charger ponsel. Semalam ponselnya mati pêt. Secara kan Caramel tuh kayak orang suwung alias gabut kalau nggak pegang ponsel.

Pegang buku? Hehe nanti deh kalau sudah pegang ponsel.

Namun kelas yang sepi dan biasanya ia tidak takut, pagi ini rasanya berpuluh-puluh pasang mata mengawasi dirinya. Entah hanya halusinasi atau memang iya. Karena konon, katanya di kelas ini ada penunggunya. Namanya Mbak Sumi, meninggal entah karena apa.

Mungkin hanya gosip seliweran saja. Tapi kan kalau di dalam kelas seorang diri sedangkan kelas masih sepi seperti ini rasanya tetap saja takut.

Bukan hanya itu, bau wangi dari wewangian menyeruak hidung ketika Caramel masuk ke kelas pertama tadi. Padahal kelas masih kosong tetapi seperti ada yang sudah masuk lebih dulu.

Caramel tak peduli dan malah memainkan ponselnya. Menyetel musik daripada sunyi karena sendiri. Ikut menggumamkan lagu.

Tempatnya kan empuk gini ya, di kursi guru. Jadj betah deh. Apalagi kalau pagi sinyal wi-fi lancar. Buat download aja udah kayak kilat.

Dug.

"Allahu akbar!"

"Eh terkejut, Ra?"

Iya, tadi tuh tiba-tiba saja Samuel nongol di pintu. Sudah seperti hantu saja. Padahal kan Caramel sedang santai banget kayak di pantad. Kaki Samuel suddenly gitu menggeduk lantai di ambang pintu. Seperti mempunyai ilmu untuk menghilang dan muncul di mana dan kapan saja.

"Ngapain pagi gini udah sampai? Mau belajar? By the way semalam lo keluar ya? Lagi nggak di rumah?" Pertanyaan Samuel sukses membuat Caramel yang tadi malas menanggapinya, jadi mengalihkan atensi.

Namun tak lama kemudian Caramel kembali melihat apa yang ingin ia download di Youtube. Apalagi kalau bukan pelajaran Fisika yang sangat susah baginya. Mengunduh materi dan penjelasan dari Youtube untuk ditonton offline.

"Kok rumah lo lampunya mati."

"Ha?" Caramel mendongak. "Kok tahu? Nguntit ya? Atau emang lo yang bikin gitu?"

Tatapan tajam Caramel layangkan pada Samuel. Namun Samuel yang gelagapan tidak takut.

"Gue mana tahu. Kok lo jadi nuduh gue? Gue lagi - gue lagi. Hadeuh." Samuel memilih untuk meletakkan tasnya di kursi tempat ia duduk. Kemudian pergi dari kelas begitu saja.

Menyisakan Caramel dengan berbagai pertanyaan dan pikiran buruk tentang Samuel. Seakan tuh Samuel-lah yang selama ini menerornya.

Satu persatu siswa berdatangan. Jam sudah menunjukkan pukul 6.30 yang artinya 15 menit lagi bel masuk berbunyi. Mengharuskan semua siswa untuk segera masuk.

Membuyarkan lamunan Caramel tentang hal itu lagi.

Ya, pada akhirnya Caramel akan meminta bantuan kepada Samuel tentang hal ini. Tentu saja, siapa lagi?

*****

12-4-19.

A Confession #SeviaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang