5] Prioritas yang dilupa

267 23 5
                                    

Budidayakan vote sebelum membaca
____________________________

Nara menatap kosong ke jendela di sebelahnya. Saling meremas jemarinya. Hp milik gadis itu terbentang nganggur diatas meja. Nara tak berniat sedikitpun menyentuhnya.


Dia sendiri juga tak mengerti kenapa terlalu melow seperti ini. Dulu raka juga pernah pergi. Selama 1 minggu. Tapi saat itu, ia biasa biasa saja. Tapi entah kenapa kali ini melihat raka pergi membuatnya begitu sesak. Seakan dunia terlalu sempit dan padat untuknya bernafas.

Kenapa menunggu sesakit itu?
Padahal ditunggu semudah itu.

Miliaran lebih saraf di tubuhnya. Tapi entah kenapa nara hanya merasa satu diantara miliran saraf itu yang tidak menyakitkan. Serasa seluruh tubuhnya diremas.

Sebenarnya, kalau diberi kesempatan untuk marah tanpa menatap mata Raka sekali saja, Nara akan menggunakan kesempatan itu sebaik mungkin.

Berteriak meminta Raka untuk mengaku saja kalau laki-laki itu menyukai Alicia lebih dari apapun. Mengaku kalau sekali dua kali, disuruh meninggalkan Nara sejenak disini bukan masalah besar. Karena Nara juga biasanya selalu mengerti kan?

Nara mungkin terlalu egois selalu mengharap Raka hanya akan peduli padanya. Dan lupa bahwa masih ada jutaan alasan yang mungkin bisa lebih penting dibandingkan kehadiran nara disampingnya.

Ia bingung. Tersesat.

Ia tak mengerti bagaimana perasaannya saat ini. Untuk apa perasaan itu muncul? Dan karena apa perasaan itu muncul. Dua pertanyaan yang membuat dadanya terasa amat sesak.

Pandangan Nara teralih. Pada sebuah kotak bersampul merah. Dibukanya dengan tangan gemetar kotak itu.

Sebuah buku 'sajak puisi' dengan sampulnya yang terlihat kusam. Tak apa, yang terpenting ini dari Raka.

Dengan perlahan dibukanya lembaran awal buku itu.

Puisi

Bukan sembarang kata

Ini tentang kata singkat yang menyimpan berjuta makna tersirat di dalamnya

Bukan juga kata acak

Ini tentang deretan kata hati penulis yang teriris

Dan bukan pula  mainan

Ini tentang sebuah kalimat sederhana yang bisa menjadi pemandu hati

Karna puisi, adalah Nara

Nara tersenyum kecil. Lembaran puisi  itu terlihat jelas bekas disobek, lalu ditempel asal dengan kertas buku baru yang di tulis dengan namanya.

Dengan ringkih, dipeluknya erat buku itu. Seakan buku itu adalah Raka. Jam demi jam berlalu. Nara larut dengan buku pemberian Raka.

Nada hidup

Nada demi nada kita sahuti

Menjadi teman rindu yang dirasa.

Ikut bahu membahu memikul sakit

ThirdLove [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang