Budidayakan vote sebelum membaca
____________________________Nara menatap kosong ke jendela di sebelahnya. Saling meremas jemarinya. Hp milik gadis itu terbentang nganggur diatas meja. Nara tak berniat sedikitpun menyentuhnya.
Dia sendiri juga tak mengerti kenapa terlalu melow seperti ini. Dulu raka juga pernah pergi. Selama 1 minggu. Tapi saat itu, ia biasa biasa saja. Tapi entah kenapa kali ini melihat raka pergi membuatnya begitu sesak. Seakan dunia terlalu sempit dan padat untuknya bernafas.
Kenapa menunggu sesakit itu?
Padahal ditunggu semudah itu.Miliaran lebih saraf di tubuhnya. Tapi entah kenapa nara hanya merasa satu diantara miliran saraf itu yang tidak menyakitkan. Serasa seluruh tubuhnya diremas.
Sebenarnya, kalau diberi kesempatan untuk marah tanpa menatap mata Raka sekali saja, Nara akan menggunakan kesempatan itu sebaik mungkin.
Berteriak meminta Raka untuk mengaku saja kalau laki-laki itu menyukai Alicia lebih dari apapun. Mengaku kalau sekali dua kali, disuruh meninggalkan Nara sejenak disini bukan masalah besar. Karena Nara juga biasanya selalu mengerti kan?
Nara mungkin terlalu egois selalu mengharap Raka hanya akan peduli padanya. Dan lupa bahwa masih ada jutaan alasan yang mungkin bisa lebih penting dibandingkan kehadiran nara disampingnya.
Ia bingung. Tersesat.
Ia tak mengerti bagaimana perasaannya saat ini. Untuk apa perasaan itu muncul? Dan karena apa perasaan itu muncul. Dua pertanyaan yang membuat dadanya terasa amat sesak.
Pandangan Nara teralih. Pada sebuah kotak bersampul merah. Dibukanya dengan tangan gemetar kotak itu.
Sebuah buku 'sajak puisi' dengan sampulnya yang terlihat kusam. Tak apa, yang terpenting ini dari Raka.
Dengan perlahan dibukanya lembaran awal buku itu.
Puisi
Bukan sembarang kata
Ini tentang kata singkat yang menyimpan berjuta makna tersirat di dalamnya
Bukan juga kata acak
Ini tentang deretan kata hati penulis yang teriris
Dan bukan pula mainan
Ini tentang sebuah kalimat sederhana yang bisa menjadi pemandu hati
Karna puisi, adalah Nara
Nara tersenyum kecil. Lembaran puisi itu terlihat jelas bekas disobek, lalu ditempel asal dengan kertas buku baru yang di tulis dengan namanya.
Dengan ringkih, dipeluknya erat buku itu. Seakan buku itu adalah Raka. Jam demi jam berlalu. Nara larut dengan buku pemberian Raka.
Nada hidup
Nada demi nada kita sahuti
Menjadi teman rindu yang dirasa.
Ikut bahu membahu memikul sakit
KAMU SEDANG MEMBACA
ThirdLove [END]
Подростковая литература-Resiko jatuh cinta ialah jatuh- Sama-sama dimulai dari masa lalu, Nara dan Raka bertemu. Mungkin bagi Raka, Nara memang seorang sahabatnya saja. Tapi bagi Nara, Raka berbeda. Laki-laki itu spesial. Kemudian saat mereka sama-sama beranjak dewasa...