Prolog

534 36 0
                                    

Nara menggerang kesal melihat tas Raka yang masih berantakan diatas mejanya.

Bahkan bukunya yang koyak koyak dan tak terawat itu berantakan sekali di dalam laci.

Bagaimana cara laki-laki itu bertahan dan belajar di meja kotor seperti ini?!

Ah, Nara saja frustasi melihatnya.

"Sialan". Umpatnya. Kembali memasukkan buku terakhir dari laci meja Raka kedalam tas hitamnya.

Saking tidak tahannya, sampai muncul inisiatif mengesalkan Nara untuk menyapu bersih seluruh isi dari laci meja Raka.

Tapi tentu saja, itu tidak akan ia laksanakan dengan sukarela. Laki-laki itu harus melihat betapa bijaksana dan baik hati dirinya.

Namun, saat tangan Nara menelusup masuk kedalam laci, memastikan sudah tidak ada buku yang tertinggal di dalamnya, ada sebuah batangan cukup besar yang tergeletak di dalam laci.

Buru-buru Nara mengambilnya. Alisnya terangkat. Tertarik begitu melihat sebatang coklat yang nyaris cair itu nganggur di laci Raka.

Fansnya Raka?

Tidak mungkin. Semua hadiah hadiah dari fans dadakan Raka sudah diberikan laki-laki itu semuanya pada Nara.

Maka Nara berjongkok, melihat laci lebih detail. Lantas tersenyum sumringah begitu melihat lipatan kertas yang cukup rapi berwarna kuning tertinggal didalamnya.

"Makasih babuu hehe 🖤"

Bukannya kesal, Nara justru tertawa membaca tulisan cakar ayam milik Raka. Menyimpan kertas kuning itu di saku roknya.

Hal seperti ini saja sudah berhasil membuat mood nya naik.

Demi apapun, Nara sesenang itu sampai sekarang justru cengengesan dan mengangkat tas milik Raka, berjalan setengah berlari ke arah lapangan dimana laki-laki itu tengah latihan terakhir sebelum tanding disana.

[]

"RAKAAAAA".

Seluruh isi lapangan menoleh ke sumber suara. Dari sudut lapangan, Nara berlari kencang dengan senyum cerianya. Memegang selembar uang dua ribu ditangan. Berlari kencang sekali ke arah Raka.

"Ka, cewek Lo Dateng tuh".

Raka mendengus pelan. Merentangkan tangan dengan senyum konyol. Bersiap menerima hantaman tubuh Nara.

Nara berhambur kedalam rentangan tangan itu. Sedikit meloncat agar bisa memeluk Raka dengan benar.

"Asik makasih yaa". Ucapnya girang. Melambaikan coklat yang sudah tak berbentuk karena teremuk sepanjang kaki gadis itu berlari.

"Iya, sama-sama". Ucap Raka, mengacak rambut sepundak Nara singkat.

"Duduk disana, tungguin gue. Dikit lagi pulang". Titah Raka. Menunjuk barisan bangku penonton yang lengang, sebelum besoknya akan terisi dengan penuh.

Nara mengangguk. Berjalan riang. Duduk di mana ransel latihan Raka berada. Sibuk mengunyah coklat ditangannya.

"Enak ya? Punya temen kayak Nara".

Mendengar itu, Raka tertawa kecil. Menggerakkan lengannya yang pegal.

"Gue mah, bosen pacaran sama Jeni. Ngomel mulu. Gue nge game dimarahin. Gue nge chat terus dimarahin. Pusing dah pokoknya".

"Yeuu, Lo kira Nara mulutnya gak ngomel mulu apa?". Timpal Raka.

"Yah pokoknya beda lah. Lo mah enak. Masih temenan. Masih bebas. Nara juga orangnya humble kan? Klop bet dah dijadiin sahabat".

Kali ini, mendengar Nara dipuji seperti itu, Raka diam-diam tersenyum.
"Semua cewek memang gitu kali, Jo".

"Hah?".

"Mau perhatian. Mau disayang. Walaupun lagi marah, lagi jauhan, dia maunya kita ngertiin. Gak boleh marah balik. Gak mau kita jauh sedikitpun". Ucap Raka. Menghentikan gerakannya.

"Nara juga sama, gue juga sama. Sama-sama gak mau menjauh". Raka mendekat ke arah Rejo, teman satu timnya.

"Karena faktanya, gue memang gak bisa jauh dari Nara".

[]

.

Next?

ThirdLove [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang