Budidayakan vote sebelum membaca
__________________________
Nara berlari kencang menembus lingkaran keramaian yang tanpa sadar terbentuk karna rasa penasaran dengan kegaduhan antara Nara dan Raka tadi.
Nara terpaksa menghentikan langkahnya saat raya berdiri tak seberapa jauh darinya dengan tangan yang memegang buku kusut miliknya.
"Kembalikan". Ujar Nara dingin. Menunduk tanpa menatap mata Raya sama sekali.
"Eeyy tunggu dulu. Buru buru amat". Cegah raya saat melihat Nara berjuang keras merampas buku itu darinya.
Nara mengepalkan tangannya kuat. Ia sedang tidak ingin sama sekali bercanda dengan siapapun.
"Raya, kembalikan!". Pekik Nara.
"Ra, lo kenapa dah, sensi amat". Cibir laki-laki itu.Raya melipat tangannya didada. Tersenyum menggoda Nara. Mengajaknya bercanda di waktu yang salah.
"Gue nunggu loh makasih dari lo untuk pertolongan gue kemarin".
Sabar, Nara.
Raya tidak tau apa-apa. Jangan membuat kesalahan baru.
"Makasih ya Ray. Sekarang bisa kan, Lo balikin bukunya?". Pinta Nara dengan suara bergetar, mendongak menatap Raya dengan pandangan berkaca.
Raya membatu.
Baru kali ini secara langsung menatap mata Nara yang sedang menangis. Seakan tatapan itu merasukinya dan mengajaknya untuk ikut berlabu ke arah kesakitan sang empu.
Dengan gerakan kaku, tangan raya serasa membeku. Buku itu terjatuh dari genggamannya. Buru buru nara mengutipnya lalu pergi meninggalkan raya dengan perasaan berkecamuk.
¤¤¤
Nara terisak kuat di salah satu bilik toilet yang sedang sepi. Rasanya bahkan sampai air mata ini sudah tidak diminta lagi untuk keluar pun tetap mengalir deras. Bak hujan yang turun membasahi tanpa permisi.
Saat bel berbunyi, barulah Nara keluar dari toilet itu. Mencuci wajahnya yang sembab kusut.
"Argh! Gila ya?!". Geram Nara saat tiba tiba sebatang coklat memukul jidatnya.
Namun buru-buru Nara mengubah ekspresinya saat Raya berdiri menjulang dihadapannya.
"Apa?". Tanya Nara berusaha kalem.
"Dimakan! Awas gak dimakan gue pitak pala Lo!". Ujar Raya, melempar coklat itu ke arah Nara. Kemudian dengan tangan dimasukkan ke dalam saku celana—berlagak keren—pergi dari hadapan Nara.
"Ray--kak raya!!". teriak Nara cepat saat melihat betapa cepat Raya berjalan pergi.
"Anu... Ucapan makasihnya diulang. Makasih ya kak Raya semalem udah anterin pulang, udah nyelamatin buku gue, terus pagi ini ngasih coklat. Pokoknya makasih". Ucap Nara cepat dalam satu tarikan nafas.
Merasa tak ada jawaban dari Raya, Nara kembali mendongak. Mendengus malas begitu mendapati Raya sedang sibuk menahan tawa dengan wajahnya yang memerah.
"Anjir, apa lo bilang tadi? Kakak? Pffft! Bego, geli tau gak!?". Teriak laki-laki itu heboh sekali, menyeka sudut matanya yang berair.
"Yaelah, sopan salah gak sopan salah. Emang ya semua yang gue buat itu selalu salah". Ketus Nara sembari menyimpan coklatnya disaku.
Tangan raya jatuh mengacak pucuk kepala Nara. Mengacak-acaknya hingga kepala Nara turut bergoyang. "Sama-sama. Panggil Raya aja bisa gampang. Tapi kalo mau yang lebih romantis panggil mas Raya aja".
Rasanya rahang Nara jatuh kebawah. Menatap raya dengan dahi terlipat—merinding.
¤¤¤
Nara melipat kedua tangannya di dada, mood nya kembali buruk entah kenapa. Padahal Raka hanya meminta waktunya sebentar.
"cepet, gue sibuk". Hilih sibuk apa.
"Ra, gue mau minta maaf banget untuk kesalahan gue kemarin. Gue nyesel banget. Dan untuk semua itu gue punya ala--".
"Apa?". Tanya Nara langsung. Dalam hati terus mengumpat. Tidak bisa ya, Raka meminta maaf dan membuktikan bahwa ia benar-benar menyesal? Setidaknya itu lebih baik daripada laki-laki itu sibuk memberi tau bahwa ia mempunyai alasan.
"bokap Alicia sibuk, nyokapnya sakit. Acara makan malam keluarganya hancur kemarin. Karna dari keluarga cici cuma dia yang mewakili. Jadi nyokapnya minta tolong gue buat dampingin dia selama acara. Gue juga bingung ra. Sama kayak lo. Posisi gue serba salah. Disatu sisi nyokap alicia percaya penuh sama gue, dilain sisi gue juga deg deg an karena Lo masih disana".
"gue gak bisa hubungin lo karna bahkan sampai sekarang gue belum bisa nemu hp gue dimana. Bener bener kacau. Alicia sibuk ngeladenin semua saudara jauh dan dekatnya. Kita semua sibuk".
Nara mengepalkan tangannya kesal. Ingin rasanya ia lemparkan bogem mentah ini untuk raka. Saat kembali mengetahui alasannya adalah alicia.
Tapi lagi lagi nara bisa apa?
Mereka cuma sebatas sahabat.
Kenapa seakan raka sangat mudah menjawab semuanya. Tanpa ragu tanpa beban. Dengan wajah bak bayi baru lahir menjelaskan semuanya. Seakan menunggu selama itu bukan masalah baginya selagi bukan alicia kesayangan yang menunggu.
"ra, maafin gue ya".
"iya".
Nara berjalan malas meninggalkan raka. Asal tau saja berusaha menghilangkan kerutan di dahi dan menggantinya dengan wajah datar itu susah.
"Ra, mau kemana?".
"ke...perpus".
"gue ikut!" seru Raka antusias.
Bodoh! Dasar bodoh!
"ah gausah. Gue sendiri aja. Ribet". Tolak Nara, mengibaskan tangannya di depan wajah Raka.
"eh? Ta—".
"Berisik setan!". Umpat Nara, mendorong Raka sekuat tenaga agar pergi.
Nara menghela nafas lelah saat raka benar benar pergi. Memilih memijat pelipisnya yang terasa sakit.
Ralat, bukan hanya pelipisnya yang terasa sakit.
Nara mengusap matanya berulang kali. Mencoba untuk tidak cengeng. Bahkan mirisnya, sampai detik ini Nara tidak mengerti apa yang membuat nya merasa sekesal ini.
Karena Alicia..?
Bukan. Ini bukan salah Alicia.
Hah, entahlah. Intinya, ia benar-benar kesal dengan Raka.
[]
.Maaf pendek ya sahabat ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
ThirdLove [END]
ספרות נוער-Resiko jatuh cinta ialah jatuh- Sama-sama dimulai dari masa lalu, Nara dan Raka bertemu. Mungkin bagi Raka, Nara memang seorang sahabatnya saja. Tapi bagi Nara, Raka berbeda. Laki-laki itu spesial. Kemudian saat mereka sama-sama beranjak dewasa...