18] Bukan grup chat biasa

224 18 3
                                    

Budidayakan vote sebelum membaca
__________________________


Nara melotot saat tiba tiba sebuah tangan besar  bertumpu di kepalanya. Siapa lagi jika bukan bocah lumpur, Raka.

Dengan cepat nara menepis tangan itu dari kepalanya, menoleh sekitar, lantas menghembuskan nafas lega.

"apaan sih?!." Ketus Nara, mengambil beberapa langkah mundur.

"ayolah ra, sepi hidup gue kalau lo gak ada. Gak seru!".

"siapa peduli?". Dingin nara, merapikan rambut. Bersiap menjauh.

"ra tunggu! Etdah! Buru buru amat, sak boker neng?." diasaat seperti ini, raka masih sempat bercanda. Kapan seriusnya sih?

"raka, inget permintaan gue?." Sarkas nara, menatap lekat dan serius ke arah raka yang kini tak bisa berkutik.

"tapi gue belum bilang setuju, jadi gak masalah kan kalau gue tolak?" Jawab cowok itu cepat dengan wajah enteng.

Nara melipat dahi bingung. Matanya menatap langit langit. Berfikir. Sedikit menyesal telah memusingkan masalah ini berhari hari.

"tuh kan? Berarti, keputusannya, gue tolak mentah mentah permintaan itu!".

"ta—tapi".

"shut up njing, capek gue jauh jauh dari lo berhari hari. Kita sahabat, gak boleh kayak gitu lagi".

"semuanya gak bisa semudah itu ka,"
Nara menunduk. Meremas jarinya. Memandang sepatu hitamnya pelik.

"ra yaampun. Gue minta maaf untuk kesalahan fatal gue waktu itu. Tapi hak lo mau maafin apa enggak. Mungkin sampai mulut gue berbusa pun gak bakal lo maafin. Tapi gue mohon semohon mohonnya, gue gak bisa jauh dari lo ra".

Nara menggeleng kecil. Menahan matanya yang mulai memanas. Bingung harus menjawab apa. Hanya saja, jika ia jujur tentang perilaku dan ancaman teman teman alicia kemarin. Nara takut raka akan ikut terseret kedalam masalahnya. Lalu seperti saat SMP, raka dihukum orang tuanya. Atau malah bisa jadi, tante najma melarang mereka bersahabat. Nara tak mau itu sampai terjadi.

Karna satu alasan, hanya satu.

Nara sayang dengan raka.

"ra, lo tau apa hal yang paling gue benci?". Tanya raka tenang. Menunggu reaksi nara. Nara mendongak, menatap sepasang mata legam milik raka. "ketika seseorang yang gue jadikan sebagai tujuan gue hidup, pergi gitu aja tanpa alasan. Menjauh dan bilang gak ada masalah. Dia harus tau, disaat itu gue merasa setiap harinya buruk".

Nara kembali menunduk. Separuh hatinya merasa lega. Satu hal yang membuatnya terasa sesak perlahan hilang. Satu hal yang membebani fikirannya mulai lenyap. Saat setiap malam ia berfikir tentang jalan yang ia pilih. Jalan untuk pergi dari kehidupan raka. Kini semuanya hilang tak bersisa.

Tak terasa, mata nara memanas. Cewek itu menangis dalam diam. Hingga akhirnya raka menarik cewek itu kedalam pelukannya. Membiarkan nara menangis didalam dekapannya.

Seperti razita yang dulu.

Ia rindu segalanya. Segalanya yang bisa ia lihat setiap hari tapi tak bisa ia raih setiap saat.

Tentang bagaimana cara ia menjalani hidup saat satu satunya tujuannnya tengah ia lepas, kini, tujuan itu kembali. Membuatnya tak harus terbebani memikirkan itu semua.

Tapi, lagi lagi rasa takut itu tetap mengerubutinya habis. Nara tak tau apa yang akan terjadi jika ia dekat dengan raka. Dua pilihan itu sama sama menyakitkan.

Antara menjauh dari raka, ia aman. Atau kembali seperti dulu dengan raka, maka sebuah bahaya besar yang amat ia takuti akan kembali.

Dua sahabat yang tengah berpelukan di taman sekolah itu untuk kesekian kalinya tak sadar, bahwa alicia tengah berdiri, memegang gemetar buku ditangannya. Menahan satu gejolak yang sedari dulu tak pernah bisa terobati.

ThirdLove [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang