Budidayakan vote sebelum membaca
_________________________Nara memejamkan matanya rapat. Saat guyuran hangat air shower merembes semua tubuhnya. Membersihkan bau pekat yang tersisa. Sesekali, cewek itu meringis. Saat luka di bibirnya tak sengaja terkena sabun.
Nara kembali memakai pakaian casualnya. Sekarang yang harus ia pikirkan, bagaimana cara mengatasi luka di wajahnya dengan cepat? Sedangkan besok ia harus kembali sekolah. Masa iya dengan cap lima jari gini di pipi. Terus ujung bibir luka luka kayak abis tawuran.
Duh, image ambruk dong.
Tririringg
Tririringg
Nara mengambil ponselnya di tas. Saat mendengar nada dering telfon berbunyi. Ia melihat layar, tertera nama raya disana.
""Nara, gimana. Udah lo lakuin apa yang gue suruh?"".
"nanti lah, gue mau make ba--".
""aish. Entar lukanya makin lama hilang ra. Sekarang"".
"ck, iya iya bawel!".
""jangan lupa kompresnya 10 menit"".
"iya raya. Yaudah gue tutup. Mau pake baju".
""eh? Jadi lo bu-bugil?!"".
"au ah. Bye".
Telfon di tutup sepihak. Nara menghela nafas kasar. Lelah mendengar celotehan raya mulai dari nara duduk di jok belakang motornya. Hingga sekarang. Disambung di telfon. Dasar, raya. Sampai sampai ia nekat memilih alasan paling tidak baik sedunia.
Nara membuka kulkasnya. Memecahkan es batu lalu membungkusnya dengan sapu tangan. Dan mulai mengkompres punggungnya yang membiru. Juga kepalanya yang benjol.
Sambil menunggu, nara menatap nanar ke arah ponselnya. Tak ada satupun pesan masuk dari raka. Raka kemana?
Nara memejamkan matanya sejenak. Memutar kembali memori dimana fasya, naya, dira dan dinda berbuat hal buruk padanya. Hal buruk yang mampu membangkitkan mimpi buruk nara di masa lalunya yang kelam dan pekat.
Andai saja, seseorang datang menolongnya, memeluknya dari belakang, memberikan hangat dan ketenangan. Andai saja itu semua bukan hanya ada di drama, nara pasti bisa melawan empat orang iblis betina itu.
Tapi sesuatu yang menakutkan di benaknya menghantui dirinya saat itu. Nara membatu. Tak bisa berbuat apapun. Fikirannya berkecamuk. Takut sekali. Senyum senyum jahat, cacian, dan perilaku kasar itu membuat nara merasa dunianya merosot begitu saja.
Setelah berapa tahun nara mencoba menghilangkan trauma beratnya, mereka datang lalu menabur luka yang sama. Membuat mau tak mau nara membatu gemetar.
Saat SMP, nara di bully habis habisan, ia tidak takut. Karna mau kapanpun disiksa, raka selalu di teritorinya. Membayang dan menempel memberi perlindungan. Mengancam siapapun yang berani menyentuh sahabatnya. Semua itu yang membuatnya tetap tertawa bahagia. Merasa hidupnya tidak kurang satupun. Dengan satu syarat, raka berada di sampingnya.
Tapi kini? Mereka sudah sama sama beranjak dewasa. Puber. Sudah faham dan mulai mencari cinta. Karna selama hidup di dunia, tugas raka bukan hanya untuk menjaga nara dan terus berada di pengawasannya. Nara harus bisa menjaga diri. Tapi sayang, nara terlalu pengecut. Terlalu takut untuk beranjak dari masa lalunya yang masih menarik nara dari belakang. Menghantui dirinya. Lalu saat ia mulai jauh dari raka, tepat bertumpu hidupnya, masa lalu itu dengan leluasa menguasai diri nara.
Membuat nara menjadi pribadi yang penakut dan pecundang. Dengan hobi mengumbar senyum sebagai penutup luka. Yang pada akhirnya sakit sendiri.
Hey, bukankah itu sama seperti parasit?
KAMU SEDANG MEMBACA
ThirdLove [END]
Teen Fiction-Resiko jatuh cinta ialah jatuh- Sama-sama dimulai dari masa lalu, Nara dan Raka bertemu. Mungkin bagi Raka, Nara memang seorang sahabatnya saja. Tapi bagi Nara, Raka berbeda. Laki-laki itu spesial. Kemudian saat mereka sama-sama beranjak dewasa...