24] I love you

264 20 19
                                    

Tepat dua minggu. Hari ke empat belas nara terus mengurung diri didalam kamar apartemennya. Tidak menggubris raya, bu irma, kak andre, mama, apalagi raka. Nara benar-benar ingin sendiri. Raya yang paling sibuk. Apalagi ketika menyaksikan sendiri bagaimana nara nekat mengakhiri nyawanya sendiri, ia takut nara kembali berbuat nekat.

Nara bahkan lupa merawat diri. Entah kapan terkahir ia makan, mandi. Semuanya tak nara pedulikan lagi. Hampa semuanya. Tidak ada lagi yang bisa membuat nara semangat sedikitpun.

Ting nong

Nara diam. Menatap sinis ke arah pintu yang tak bersalah sedikitpun.

Ting nong

Ting nong

Ting nong

Nara mendecak marah. Berjalan cepat ke arah pintu, membukanya kasar. Selanjutnya, nara melotot kaget. Lihat siapa yang datang.

"astaga ra, gue baru pertama kali liat siluman kadal betina secara langsung".

Nara bersembunyi dibalik pintunya menahan malu. Raya mengejeknya terang-terangan. Tentu saja, dirinya bau, rambut acak-acakan, mata sembab berkantung, hidung merah, bibir pucat.

"apaan sih!", sarkas nara. Berbicara keras dibalik daun pintunya.

"bersih-bersih gih, gue mau ajak lo jalan-jalan. Jangan hibernasi mulu".

Nara diam tak menjawab. Jujur, ia malas beranjak kemanapun, tapi ia juga semakin merasa larut kedalam kesedihannya ketika tidak berbicara dengan siapapun.

"mau?".

"kasih gue satu jam".

Pintu ditutup. Nara berjalan kearah kamar mandinya. Membersihkan badan. Berganti pakaian. Juga membersihkan ruangannya. Sampah tisu berserakan dimana-mana.

Nara duduk di hadapan cerminnya. Menatap dalam kearah pantulannya sendiri. Ia tidak begitu percaya apa yang terjadi sekarang.

Rasanya baru beberapa hari lalu ia bahagia bertemu keluarganya, lalu beberapa jam berikutnya papanya benar-benar pergi, lalu tiba tiba, nara tak merasa sudah dua minggu ia mengurung diri.

Semuanya berjalan begitu cepat, tapi nara merasa semuanya lambat.

Nara menunduk. Menatap dirinya sekali lagi. Oke, ia hanya pergi biasa dengan raya. Memakai baju dress putih selutut dengan cardigan hijau tua seperti ini tak masalah bukan?

Nara membuka pintunya. Raya duduk bersila di lantai koridor dengan pandangan fokus ke arah layar hp nya.

"eh, nyonya udah siap?". Ujar raya sambil berdiri. Sedikit kesal karena Nara tidak menyuruh nya duduk di dalam.

"apaan deh", kata nara memukul kecil lengan raya, memaksa senyumnya.

"gue mau ngajak lo seneng-seneng hari ini. Setidaknya biar lo lupa kesedihan lo", tukas raya, mulai mengeluarkan sesuatu dibalik punggungnya.

"apaan?".

"hp baru".

Nara melotot kaget mendengarnya. Ia mengecek sebentar, benar. Ini adalah smartphone ba—baru..
"gak usah ray makasih. Ngerepotin tau gak".

"lah, siapa yang ngerepotin. Pleasee dong ra, gue capek tau gak sih, gak makan di warung wak lena satu bulan demi hadiah ini".

Nara tertawa pelan. Merapikan anak rambutnya.
"yaudah. Makasih banyak ray".

"my pleasure, princess ".

Nara tak berekspresi sama sekali mendengar sebutan itu. Entahlah, tak merasa senang juga tidak merasa kesal.

ThirdLove [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang