27] Dear god

240 19 10
                                    

Raya duduk diam sedari tadi. Tangan kanannya terus menggenggam tangan nara yang tak kunjung membalas genggaman itu. Tangan kirinya mengelus penuh kasih sayang rambut nara. Mengelus wajahnya yang terasa kian perih.

"ra..jangan pernah berfikir untuk ninggalin gue sendiri".

Raya menunduk. Ia sesegukan. Terisak. Bahunya bergetar naik turun. Tangannya semakin erat menggenggam tangan mungil itu.

"tolong buka mata lo sekarang dan janji kalau hati lo gak sejalan sama surat putih terakhir yang lo tulis".

"gue mohon banget, gue takut sekarang..gue takut kehilangan lo".

"jangan sampai lo ngebiarin bang andre nyia-nyian nyawanya cuma buat selametin nyawa lo".

Raya mendesah frustasi ketika semakin lama ia sadar bahwa, sebanyak apapun ia berbicara tulus. Sekuat apapun ia berteriak betapa sayangnya ia pada nara, nara tidak bisa mendengarnya sama sekali.

"ra..gimana caranya gue hidup kalo lo masih baringan terus disini?". Lirih raya mengusap air matanya yang terus turun.

Triiing tririiriringg

Raya buru-buru mengeluarkan ponseknya dari saku. Takut-takut itu dari pihak kepolisian yang membawa berita penting terbaru.

"halo?". kata raya dengan nada gemetar.

""jasad pria, sudah kami kembalikan kepada keluarga korban. Dan yang anda suruh tadi, sudah kami lakukan""

"iya, terimakasih banyak ya"

Tut

Telfon ditutup. Raya menghela nafas pelan. Untung saja, pihak kepolisian mau membantunya. Membantunya untuk bilang pada mama nara tentang segala kejadian ini perlahan. Tentang nara yang selamat dan andre yang tewas ditempat. Dan bilang pada mama nara untuk mencari alasan kemana andre pergi jika suatu saat nara bertanya.

Tririririririringg tiririririringg

Dahi raya terlipat ketika melihat nomor tak dikenal masuk kedalam sambungannya.

"halo? Ini siapa?"

""ah.. Se—sebelum itu, kami mau bertanya tentang dimana naraya dirawat""

"untuk apa emangnya?", tanya raya penuh selidik.

""anu..ya untuk data-data pasca kecelakaan lah!""

Raya sedikit menjauhkan telinganya dari ponselnya, ia kaget karna tiba-tiba saja sosok dibalik telpon itu berteriak kesal.

"ck, rumah sakit dewantara, ruangan 554"

Tut

Raya berdecak kesal ketika telfon langsung dimatikan sepihak. Tak mau ambil pusing, raya kembali menaruh fokusnya pada nara yang terus terpejam.

"cepet bangun, gue rindu". Ucap raya pelan. Cowok itu menaruh tangannya di bibir nara. Lalu, dengan singkat ia mengecup tangannya yang sudah ia letak diatas bibir ranum nara.

¤¤¤

Aku bangkit dari posisi ku yang berbaring. Duduk diatas marmer putih yang asing di fikiranku. Marmer ini dingin. Kuperhatikan sekeliling, hanya ada aku seorang. Aku bingung. Tak pernah rasanya kukunjungi tempat ini.

"halo, nara"

Aku terpekik kaget ketika kudengar suara khas anak kecil itu muncul dibelakangku. Dan aku, jauh lebih kaget ketika tau itu adalah aku sendiri ketika masih kecil.

ThirdLove [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang