Saat ini, bagaikan kakak beradik. Raya dan raka tengah duduk dibawah pohon. Mabar dengan asik setelah selesai menjenguk nara yang tak kunjung membuka mata.
Triririring tririririirngg
"ih! Syalan! Orang bego mana yang telfon pas lagi mabar?!". caci raya walaupun akhirnya tetap mengangkat telfon dari nomor asing itu.
"siapa sih?!"
"mas raya, ini dari pihak rumah sakit. Kami ingin mengabari kelanjutan kondisi naraya. Ini bahaya. Ritme detak jantung naraya melambat. Kami juga meng—"
Mata raya membelalak lebar. Ia dengan gelagat panik memukul kencang kepala raka yang masih sibuk dengan game nya.
"cepetan goblok! Ke rumah sakit sekarang! Anjir, bahaya bahaya!". seru raya heboh. Mematikan sambungan telfonnya secara sepihak lantas naik dengan cepat ke atas motornya.
"eh kenapa sih kenapa?!", seru raka ikutan panik dan heboh mencari helm dan jaketnya.
"itu bego helmnya! Buruan! Lemot banget sumpah!". Jerit raya frustasi.
Pekikan dua cowok heboh itu sontak mengundang perhatian siapapun. Mereka saling berteriak, memukul kepala.
"buruan gue tinggal lo anying!"
Nafas raka memburu. Buru-buru ia meloncat ke atas motor raya. Salahkan dirinya yang memilih nebeng dengan raya sedari tadi. Dalam hitungan menit, motor milik raya telah hilang melaju dengan kecepatan tinggi. Segera menuju rumah sakit dengan raka yang masih belum faham keadaan sebenarnya.
Tiba-tiba ditoyor lantas ditarik-tarik dengan panik membuatnya otomatis ikutan panik.
¤¤¤
Raya dan raka berlari seperti orang kesetanan di lorong-lorong rumah sakit. Sembari raka yang terus bertanya tanpa di jawab.
"emang nara kenapa sih anjing! Dari tadi gue nanya!". maki raka yang kesal sendiri dengan raya.
"nara kritis bego! Buruan!".
Raya yang tidak sabar dengan langkah kecil raka akhirnya menarik ujung jaket cowok itu. Menariknya agar berlari lebih cepat. Wajar saja, dari postur tubuh, kaki raya lebih jenjang daripada kaki raka.
"ih! Entar jatoh sama—".
BRUUKK
Berbagai sumpah serapah dan ringisan keluar dari mulut raka dan raya. Saat berlari terlalu kencang, kaki mereka tanpa sengaja saling berlaga. Hingga terbelit dan tersungkur bersamaan.
"tuh kan setan! Raya bego sampe dna!". umpat raka. Menoyor kuat kepala kakak kelasnya itu.
Tanpa mempedulikan makian raka. Raya kembali bangkit, mengusap siku dan pantatnya yang terasa nyeri. Lantas tanpa hitungan detik, cowok itu kembali berlari. Selain karna khawatir, ia lebih malu terjerambab seperti bocah begitu. Biarlah raka yang menjadi tontonan orang-orang.
Raya duduk lemas sembari mengatur nafasnya di kursi tunggu tepat di depan ruangan nara yang kini dipenuhi perawat dan dokter.
Lewat jendela kaca besar, raya menempelkan tangannya. Berdoa dalam hati supaya nara tidak akan pergi semakin jauh.
Raka baru saja tiba. Nafasnya memburu lebih kencang. Ia menepuk dadanya yang sesak. Dia mengikuti raya. Menyaksikan nara yang dikerubungi dokter dan suara mesin. Berdoa dalam hati semoga, ia masih mempunyai kesempatan untuk meminta maaf pada gadis malang itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
ThirdLove [END]
Teen Fiction-Resiko jatuh cinta ialah jatuh- Sama-sama dimulai dari masa lalu, Nara dan Raka bertemu. Mungkin bagi Raka, Nara memang seorang sahabatnya saja. Tapi bagi Nara, Raka berbeda. Laki-laki itu spesial. Kemudian saat mereka sama-sama beranjak dewasa...