Raya benar-benar tidak memperdulikan lagi seragam putihnya yang bersimbah noda merah, menjadi pusat perhatian. Yang ia pentingkan sekarang, adalah bagaimana keadaan nara di dalam sana. Tadi, saat di mobil ambulance. Mereka bilang untuk tenang pada raya. Karna nara sekarat, tapi masih bisa ditangani.
Raya sudah berulang kali menarik nafas panjang. Ia gelisah. Tetap tidak bisa tenang. Melihat dokter yang tidak keluar dari ruangan itu sedari tadi, membuatnya terus berfikir macam-macam.
"dok, gimana keadaan pacar saya?!", desak raya begitu melihat dokter keluar dari ruangan nara.
"tenang dulu. Nara masih bisa diselamatkan. Tapi kondisinya kritis. Ia mengalami pendarahan berat. Kepalanya terbentur terlalu keras. Kami juga menduga tulang kaki kiri pasien patah. Dan juga ada beberapa organ nya yang mengalami kerusakan dan tidak bisa bekerja dengan baik"
Raya duduk lemas di bangku setelah mendengar penjelasan dokter yang hanya membuatnya semakin jantungan.
"kelanjutannya, akan kami usahakan semaksimal mungkin"
Raya mengangguk lesu. Memainkan jemarinya. "eh, tapi saya udah boleh masuk?"
Dokter tua itu mengangguk pelan. Meninggalkan raya yang mulai masuk kedalam ruangan nara.
"ra...maaf gue ngaku ngaku sembarangan jadi pacar lo..memalukan banget ya?", kata raya dengan tawa pelannya.
Kemudian, ia menatap setiap luka luka ditubuh nara.
"sakit banget pasti. Seharusnya, gue bisa ngelindungi lo ra. Tapi justru, gue cuma bisa nangisin kayak orang cengeng""gue udah baca buku diary lo ra. Maaf gue baca isinya. Dan, maaf tanpa izin lo, gue harus serahin buku itu ke raka. Dia perlu tau apa yang sebenarnya terjadi ra"
Raya menunduk. Menahan mati-matian tangisnya yang hampir pecah. Dengan tangan gemetar, raya menggenggam tangan dingin nara. Menguatkan gadis itu meski nara tak menjawab.
"gue berharap lo bangun dan ketawa ra. Maaf ngejekin ketawa lo kayak kuntilanak, gue suka denger ketawa lo. Kaya alarm kehidupan"
"ra..gue takut, chat kita semalam itu, jadi chat terkahir kita. Gue takut, pagi tadi adalah untuk terakhir kalinya gue bisa bonceng lo. Gue takut banget"
Raya perlahan terisak. Mengecup tangan nara berulang kali. Menjerit pilu dibalik tangan dingin itu.
¤¤¤
Raya memacu motornya cepat. Meninggalkan parkiran rumah sakit. Menuju kembali ke sekolahnya. Urusan penting, yang harus ia selesaikan.
Raya menjadi pusat perhatian. Bukan, bukan karna raya yang memakai baju kaos hitam ketat, tapi karna wajah marahnya yang kembali muncul setelah beberapa bulan ini selalu tampak culun bersama nara.
"Mana raka!?", bentak raya pada sesisi kelas milik raka. Tampak, raka yang tengah sibuk berkutat dengan hp nya mengalihkan fokus. Menatap raya yang berdiri di ambang pintu kelas.
Dengan cepat, raya menarik kerah baju raka. Memberinya pukulan keras tepat di pipi.
"INI HUKUMAN BUAT LO BRENGSEK!"Raka tak diam, dia kembali bangkit. Juga memberi pukulan tak kalah keras diwajah mulus raya.
Dalam sekejap, ruangan kelas itu sesak. Dipenuhi kerumunan orang yang menjerit takut. Melihat bagaimana ganasnya seorang raya berkelahi dengan raka. Dengan satu nama tak asing yang selalu disebut. Naraya.
"SAHABAT MACAM APA LO HAH?! SAHABAT APA YANG TEGA BUAT SAHABATNYA SENDIRI SEKARAT?!"
"LO GAK TAU NARA SEKARAT KAN BAJINGAN!?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ThirdLove [END]
Novela Juvenil-Resiko jatuh cinta ialah jatuh- Sama-sama dimulai dari masa lalu, Nara dan Raka bertemu. Mungkin bagi Raka, Nara memang seorang sahabatnya saja. Tapi bagi Nara, Raka berbeda. Laki-laki itu spesial. Kemudian saat mereka sama-sama beranjak dewasa...