6] Antara takut dan ingin berharap

229 22 0
                                    

Budidayakan vote sebelum membaca
________________________

Tak ada yang menyenangkan dari menghabiskan waktu seharian penuh dikamar sendiri. Senyap, sepi. Jika biasanya dia selalu ejek mengejek dengan raka, tertawa bersamanya, menjahilinya, atau jadi korban kejahilan raka. Nara sekarang rindu kebersamaannya. Memang tak pantas nara merindukannya, tapi setidaknya itulah yang Nara rasakan sekarang.

Nara terus menerus tanpa henti melirik jam, hp, jam lagi. Sudah pukul 12 siang. Waktunya pulang. Apa raka sedang mencarinya? Atau justru sedang berbonceng dengan alicia?

Tidak, Nara tak mau memikirkannya. Ia tak mau mengulang kesalahan yang sama. Terlalu berharap hingga akhirnya terjatuh.

Nara menghela nafasnya pelan. Ia memilih membaringkan tubuhnya di kasur. Memejamkan matanya rapat, berusaha untuk tidur.

Tiing toong

Tiing toong

Bel yang berbunyi membuat nara geram. Baru saja memejamkan mata, sudah ada orang yang mengganggunya. Dengan gerakan malas nara bangkit dari kasurnya yang seakan memikat tubuhnya untuk terus berbaring. Ia mengintip di lubang kecil pintu. Betapa terkejut dirinya saat melihat seorang cowok jangkung dengan bingkisan di tangannya.

"RAKA?!" Sentak cewek itu tak percaya. Ia langsung membungkam mulutnya, takut jika raka mendengar suaranya.

"ra, ini gue. Gue tau lo dibalik pintu".

"Nara...".

"ra, gue minta maaf. Gue punya penjelasannya".

"dengerin gue ra, pliss. Maaf".

"nara...plis buka pintunya. Izinin gue jelasin alasannya"

"...ra...".

Nara meringis sakit. Sungguh, ingin ia buka pintu ini tapi bayang bayang raka yang tengah bersama dan ingin selalu bersama alicia terus berputar di benaknya. Ia rindu dengan raka. Sangat.

"ra, open up. Pleaseeee".

Dibalik pintu, nara tersenyum getir. Berlari menuju toilet dan mencuci wajahnya. Berharap dengan ini wajah pucatnya sedikit berwarna.

Dengan segenap keraguan, nara membuka pintunya. Tersenyum lebar.

"eh, raka. Ada apa?" Tanya cewek itu tak melepas senyumnya.

Raka terdiam. Meneliti setiap sudut wajah Nara. Kenapa nara selalu berbohong?

Tak menunggu lama, raka menarik Nara kedalam pelukannya. Mendekapnya erat, sangat erat. Lalu berbisik lembut di telinganya.

"I'am sorry ".

Nara tetap diam tak bergeming. Tak membalas pelukan raka sama sekali. Ia masih sibuk melepas rindunya. Tapi entah kenapa rasa sesak di dadanya tak kunjung hilang. Tapi meski begitu, ia senang raka datang. Datang meminta maaf.

Raka perlahan melepas pelukannya. Menarik lengan nara dan membawa cewek itu ke taman di sekitar apartemen.

Sungguh, ia tak mengerti. Ia senang tapi hatinya tetap sakit. Membuat matanya memanas. Ia tak tau cara membuat rasa sakit itu hilang. Mama bilang rindu menyakitkan, bertemu obatnya. Ia telah bertemu dengan sang empu yang membuatnya rindu. Tapi rasa sakitnya tak hilang, justru semakin bertambah.

ThirdLove [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang