Occult 2 (FajRi Cops AU)

1.6K 232 19
                                    

FajRi

"Hmmmmmm.... Oke, kalo gitu kita cek dulu kasus Ony sama Ihsan. Kalo sama bisa kita kolaborasi untuk detailnya,"

"Oke Jay, apa lagi?" 

"Kayaknya itu dulu aja, kita belom bisa bikin profil tersangka karena crime lab sama forensik belom ngirimin hasilnya," ujar Fajar dan menyilangkan kedua tangannya. Wajahnya berkerut, terlihat berpikir, matanya terpejam. Bagi Rian itu adalah hal yang wajar, ia sudah terbiasa melihat Fajar seperti itu sambil menatap papan di hadapannya.

Rian hanya tersenyum halus dan memilih membiarkan Fajar dengan pikirannya yang berpacu. Sembari menunggu Fajar bersemedi, ia memutuskan untuk menemui Anthony yang baru saja masuk ke kantor bersama Ihsan. Kebetulan sekali. 

"Ony! San! lagi kosong gak?" Kedua orang yang di maksud menoleh ke arah sumber suara yang sedang mendekati mereka. 

"Lagi kosong kok, kenapa emang?" Ihsan mengamati Rian yang berlari kecil ke arah mereka dan berhenti ketika sampai di hadapan keduanya. 

"Gue boleh minta copy-an dari kasus lu yang pemujaan setan?" ujar Rian dan ikut keduanya berjalan ke pantry. Mendengarnya Anthony tertawa halus.

"Kan gue bilang cepat atau lambat lu bakal dapet kasus tentang ini. Anyway, yang megang mapnya si Jonatan, nanti gue tanyain," Sekarang Rian beralih kepada Ihsan yang sedang membuat kopi.

"San?"

"Mmmmm... nanti gue kasih, ada di laci meja gue," ujar Ihsan dan menyesap kopinya dengan damai- sebelum Bayu datang mencarinya. 

"Woy anjing! gue cariin juga malah asik ngopi disini!" suara keras Bayu mengagetkan kedua insan disana, Ihsan sih udah biasa.  

"Bentar napa ah, baru juga istirahat," Ihsan mendelik ke arah Bayu. Entah kenapa keduanya bisa menjadi partner padahal sering berantem. Sementara Rian dan Anthony pura-pura menyibukkan diri, keduanya tidak mau ikut campur pertengkaran childish Ihsan dan Bayu.

Tak lama, Fajar dan Jonatan datang karena mendengar pertengkaran antara Bayu dan Ihsan. 

"Ya ampun... kalian tuh udah gede tapi masih suka berantem ya," Jonatan menggelengkan kepalanya dengan pelan, juga ia menarik Ihsan mundur. 

"Apaan sih Jo! Bayu juga yang nyari gara-gara duluan!" tentu Ihsan protes, padahal Bayu yang mulai kenapa ia yang disalahkan? Bayu sudah membuka mulutnya, mau protes, tapi ucapannya di potong oleh Fajar. 

"Udah elah, kebanyakan berantem sih sampe gak denger tuh radio kalian bunyi," Keduanya refleks mengambil radio yang berada di pinggang mereka, dan mendengar asistensi mereka di crime scene. Ihsan segera menjawabnya sebelum Bayu bisa buka mulut. 

"Bayu dan saya segera kesana," ujarnya sambil menahan eye contact dengan Bayu. Pemuda yang hobinya ngegas itu mendesis pelan, sebelum ia melangkahkan kakinya keluar dari pantry dengan kesal. 

"Dasar bocah, yaudah gue duluan ya. Jom, filenya ada di laci nomor 2, cari aja disitu," ujar Ihsan dan mengoper kunci mejanya pada Rian. Ia lalu berlari keluar mengejar Bayu yang kayaknya sih ngambek.

"Ckckck dasar anak muda," ujar Fajar dan mendapat pukulan dari Rian. 

"Lu juga masih muda Jay,"

"Oia ehehehehe,"

*

Fajar dan Rian tengah mengamati kasus Anthony dan Ihsan, ternyata ketiganya memiliki banyak persamaan. Korban mereka sama sama mendapat luka horizontal di leher yang cukup dalam. Masing-masing korban berusia 7-10 tahun. 

Korban-korban tersebut juga di temukan di tempat yang tidak biasa, seperti di rumah tua, loteng yang tidak terpakai, dan terakhir gedung sekolah yang terbengkalai. Dari pattern dan waktunya, mereka hanya mempunyai waktu sekitar 2 bulan sebelum ada korban lagi. 

"Jarak waktu tiap kasus 2 bulan. Berarti harusnya ada korban lebih banyak bukan?" Fajar memerhatikan foto korban dan crime scene.

"Huh? alasannya?"

"Dari cara mereka nyayat dan ngebersihin tempat ritual mereka, mereka terlihat berpengalaman dan tau apa yang harus di bersihin apa yang di tinggal," ujar Fajar dan menunjukan foto crime scene dan luka korban.

"Dan dari iketan di tangan korban, mungkin salah satu atau mungkin ada dari kelompok mereka yang jago dalam hal tali menali," sambung Fajar dan menunjukan beberapa foto lainnya. 

"Hmmm... ada kemungkinan ada mantan tentara angkatan laut atau biasa wall climbing atau naik gunung," 

"Yup,"

"Berarti profile pelaku kita ia memiliki kemampuan dalam menggunakan benda tajam dan tali menali,"

Hari itu mereka tutup dengan memasangkan foto terakhir dari barang bukti 2 dan 4 bulan lalu. 

"Sip, pulang yuk Jom," ujar Fajar sambil mengenakan jaket kulit miliknya. Sementara Rian hanya mengangguk sembari membereskan barang-barang pribadinya.

"Langsung pulang atau?"

"Jenguk Bang Ahsan dulu, Jay," Fajar mengangguk, lalu berjalan berdampingan dengan Rian menuju mobil mereka. Keduanya segera meluncur ke rumah Hendra Ahsan setelah membeli bingkisan kecil untuk keduanya, makanan favorit Hendra dan Ahsan.

"Mas, nanti setelah dari rumah bang Ahsan mampir dulu ya ke apotek," ujar Rian ketika rumah Hendra sudah terlihat dari jauh.

"Mau beli apa?"

"Ummmm..... sesuatu pokoknya mas," Rian kalo udah tinggal berdua Fajar atau lagi off duty biasanya manggil Fajar dengan sebutan 'Mas Fajar' atau 'Aa' Fajar'. Dan Fajar punya panggilan sayang ke Rian itu kalo gak 'Ian' ya 'Dek'. Sedikit fun fact, kalau ada orang selain Fajar yang manggil Rian dengan sebutan sayang dari Fajar, Rian gak akan nengok. 

"Sesuatunya apa Iann??" Bukan Fajar namanya kalo gak kepo. Rian tidak menjawab Fajar malah memainkan cincin yang melingkar di jari manisnya,   sekarang mobil mereka sudah terparkir di depan rumah Hendra. 

 Keheningan menyelimuti mobil itu. Suara mesil mobil yang berderu halus satu satunya suara yang mengisi kekosongan suara itu. Fajar menunggu jawaban Rian, tapi pemuda itu tidak mengeluarkan suara satupun. Akhirnya Rian menjawab pertanyaan Fajar dengan suara yang cukup pelan.

"...st pack," 

"Hah?"

"Gak ada siaran ulang Mas, udah ayo turun," Rian mengambil bungkusan dari jok belakang lalu keluar mobil, menghindari pertanyaan Fajar lebih lanjut.

*

Besoknya, Fajar terbangun dengan kasurnya yang kosong. Lagi-lagi Rian ia temukan di kamar mandi, baru saja mem-flush toilet. 

"Masih mual Ian?" tanya Fajar sambil mengelus punggung Rian yang sudah mendingan.

"Sedikit Mas..."

"Kamu sakit apa sih? Ke dokter aja yuk?" Rian menggeleng dengan cepat. 

"Gak. Gak mau ke dokter. Paling cuma masuk angin aja Mas Fajar, nanti juga sembuh sendiri," Fajar masih senantiasa mengelus punggung Rian ketika keduanya keluar dari kamar mandi dan menuju ruang tengah. 

Fajar kemudian berlalu menuju ke dapur, untuk membuatkan Rian teh hangat. Sementara Rian memutuskan untuk menyalakan berita.

"Ada berita apa hari ini Ian?" Tak lama Fajar bergabung dengan Rian di ruang tengah. Ia meletakkan teh hangat Rian di coffee table yang berada di depannya. 

"Hmmm... berita tentang kasus kita kemaren sama ya kayak biasa," ujar Rian dan menyesap tehnya yang masih panas. Selagi mereka menonton berita pagi, Rian bersingkut mendekat ke Fajar dan menyenderkan kepalanya di dada pemuda itu. 

"Mumpung hari libur, Ian mau ngapain?" tanya Fajar sambil mengelus pucuk kepala Rian dan mengecupnya pelan.

"Di rumah aja Mas, istirahat. Lagian besok kita kerja lagi," 

Fajar mengangguk mengerti, lalu ia bangkit dari tempat ia duduk dan mengambil selimut juga bantal untuk ia bawa ke ruang tengah. 

"Marathon film yuk!" 

Shuttle F-ing Cock one shot! (BxB) [Very slow update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang