Lady Killer 1 (JoTing Cops AU)

1.5K 172 16
                                    

JoTing

Inspired by Ted Bundy 

Hari itu mentari sudah menyembunyikan sinarnya, suara burung hantu mulai menggema, berdampingan dengan suara angin yang bersautan. Seorang penjaga hutan yang memang di jadwalkan patroli hari itu menjalankan mobilnya dengan perlahan, ia kehilangan arah dan bergantung pada bintang bintang sebagai penuntunnya. 

Ia tersesat, salah satu hal memalukan sebagai penjaga hutan yang notabenenya sudah sering berpatroli di tempat itu. Sang penjaga hutan melihat sekeliling, merasa asing dengan lingkungan sekitarnya. 

"Di mana in-" ucapannya terputus ketika mobilnya melindas sesuatu. Awalnya ia mengira ia melindas batu ataupun kayu, namun ketika ia melihat kaca spion betapa terkejutnya ia. Sesosok manusia tergeletak di tanah, tanpa pakaian. Wajahnya hampir tidak berbentuk, tubuhnya terdapat bekas ban mobilnya. 

Tanpa berpikir panjang, ia meraih telepon satelitnya untuk memanggil polisi setempat, juga mengabarkan lokasinya yang terpampang pada gps yang hanya menunjukan koordinat di mobilnya.

*

Lampu merah dan biru memenuhi hutan, suara sirine ambulance dan juga suara radio polisi memenuhi udara. Kedua detektif yang sebenarnya sudah habis masa shift hari itu turun dengan gusar dari mobil miliknya. 

"Ugh, kenapa kita lagi yang kena," ujar salah satu detektif berwajah manis dan merapatkan jaket tebalnya untuk menghalau suhu di bulan September yang dingin. 

"Ya mau gimana lagi kak, tinggal kita di kantor tadi," pemuda jangkung di sampingnya menyaut, melepas scarf miliknya untuk ia kalungkan di leher pemuda manis itu.

"Makasih Jo," pemuda manis itu tersenyum pada pemuda di sampingnya, sebelum mereka mendekati tubuh yang sudah dikelilingi oleh forensik yang akan membawanya. Berbeda dengan Fajar Rian yang lebih memilih melihat crime scene secara utuh sebelum di sentuh oleh CSI, kedua detektif ini- Jonatan dan Anthony, memilih untuk melihat lihat crime scene ketika CSI sudah bekerja. 

Inoue mendekati mereka, lengkap dengan sarung tangan dan maskernya. Di belakang mereka, tim forensik sedang menggotong kantung mayat ke mobil ambulance. 

"Korban wanita, perkiraan usia awal 20, untuk cause of death masih belum di tentukan," Inoue langsung melapor pada mereka, sebelum ia menuntun ke saksi mata yang bersandar di mobil patrolinya. 

"Terimakasih Inoue, aku ambil alih dari sini," Jonatan tersenyum tipis sebelum mengeluarkan notesnya, dan membiarkan Anthony pergi bersama Inoue untuk mengecek barang bukti lainnya. 

Sementara itu Jonatan mewawancarai sang penjaga hutan itu untuk detil tambahan. Inoue dan Anthony memutari setiap barang bukti yang tidak seberapa. 

Tak banyak barang bukti di sana, dan jika di lihat dari penampakannya, tempat ini bukanlah tempat di mana pembunuhan terjadi, melainkan hanya tempat pembuangan. 

"Inoue, mau bertaruh denganku?" Inoue menengok ke arah Anthony sambil mengangkat sebelah alisnya. 

"Bertaruh apa?" 

"Kalau kasus ini merupakan kasus pembunuhan berantai," Anthony tersenyum semangat, memang pemuda manis itu memiliki bakat untuk menerawang kasus kasus seperti ini, dan biasanya untuk membuatnya menarik ia bertaruh dengan rekannya. 

 "Apa taruhannya?" walau terlihat polos, Inoue ini sangat suka di ajak bertaruh, katanya sih mengisi waktu luang, juga meningkatkan semangatnya untuk menyelesaikan tugasnya. 

"Kalau kasus ini benar pembunuhan berantai, aku traktir di bar langganan, kamu boleh bawa pacarmu itu," Anthony tergelak ketika melihat wajah Inoue yang bersemu, sukses menggoda pemuda kekurangan tinggi itu. 

"Baiklah baiklah. Kalau ini bukan kasus berantai, aku akan mentraktir sekantor dengan pizza," 

"Deal!" keduanya berjabat tangan, sebelum kembali mendekati Jonatan yang sudah menunggu mereka di dekat mobil. 

"Jadi, bagaimana?" Jonatan tersenyum ketika melihat kedua manis itu tertawa kecil berdua, sebelum Anthony masuk ke dalam mobil. Bagi Jonatan, pemandangan seperti itu sudah biasa, karena jika menurut Anthony kasus ini menarik, ia selalu bertaruh dengan Inoue atau yang lain. 

"Ya begitulah," jawab Inoue sebelum berjabat tangan dengan Jonatan.

"Kalau begitu, kami duluan ya, aku ada janji setelah ini," Inoue mengangguk dan melambaikan tangannya ketika mobil Jonatan putar haluan, menuju jalan berbatu yang mengarah ke jalan besar 500 m dari sana. 

*

"Kak ayo bangun, siap siap," 

Anthony merengek menolak sebelum kembali menggulung diri yang tak tertutup sehelai benangpun di selimut mereka yang tebal. Pagi itu salju pertama jatuh, membuat pemuda manis itu enggan keluar dari tempat tidurnya.

"5 menit lagiiii~" 

"Ini udah 1 jam loh kak dari pertama kali aku bangunin," Jonatan berkacak pinggang, dengan pakaian yang sudah rapi.

"HAH?!" Anthony terlonjak dari kasurnya, sebelum ia terdiam karena sesuatu keluar dari lubang di bawah sana. 

"Jo!"

"Kan kemaren kakak yang minta keluarin di dalem," Jonatan menahan tawa ketika wajah Anthony merah padam, sebelum ia membantu pemuda manis itu di kamar mandi, membersihkan apa yang ia perbuat semalam. 

Tepat jam 7, keduanya berangkat, dengan Anthony sarapan di mobil karena mereka hampir terlambat. Anthony memakan roti bakar buatan Jonatan dengan lahap, tak lupa telur dan juga susu. Pemuda manis itu juga tidak mengerti kenapa Jonatan selalu memasakkannya sarapan seperti anak sekolahan, tapi setidaknya masakan Jonatan enak. 

"Hari ini agenda kita apa?" Anthony menutup botolnya yang sudah kosong, sebelum meletakkannya di kursi belakang. Pemuda manis itu lalu membersihkan remah remah roti yang menempel di bajunya. 

Hari ini Jonatan menggunakan pakaian yang lebih casual, dengan Jonatan mengenakan sweater hitam body fit dan dilengkapi dengan trench coat setengah paha berwarna abu abu. Untuk celananya ia mengenakan jeans biru dongker dengan legging khusus winter di dalamnya. Sedangkan Anthony mengenakan hoodie oversize milik Jonatan dengan sweater putih di dalamnya. Ia menggenakan scarf berwarna ungu tua pemberian dari Ahsan ketika ulang tahunnya. Celana Anthony juga tidak beda jauh dengan Jonatan, hanya saja pemuda itu mengenakan jeans berwarna hitam.

"Hari ini kita mengisi berkas kasus dan juga menunggu laporan dari CSI dan forensik. Juga menyelesaikan laporan untuk kapten tempo hari," Anthony bersungut sungut ketika mendengar kata laporan. Bagi Anthony, mengerjakan laporan itu membosankan.

"Juga kalau sempat, kita mampir ke keluarga korban," Jonatan tersenyum dan melirik Anthony, mood pemuda manis itu seketika membaik karena ucapan Jonatan. 

Keduanya sampai di kantor di sambut oleh tumpukan laporan kasus mereka sebelumnya, juga tambahan beberapa map untuk kasus baru mereka. 

Jonatan melepaskan trench coatnya dan ia letakkan disenderan kursi, sebelum mengenakan kacamata bulatnya yang khusus anti blue ray. 

"Jo, besok jangan pake sweater itu lagi," nada Anthony terdengar begitu dingin, membuat sang pemilik nama menengok ke arahnya dengan bingung. 

"Kenapa?" 

"Kamu di liatin sama yang lain. Aku gak suka," Anthony melengos ke mejanya, meninggalkan Jonatan yang awalnya bingung tersenyum sendiri. 

"Kamu cemburu ya?" 

"GAK!"

Shuttle F-ing Cock one shot! (BxB) [Very slow update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang