Mistakes 3(FajRi Ghoul AU)

875 192 6
                                    

FajRi

"Jadi, sekarang siapa yang akan dibunuh hah?" Ujar Rian dengan dingin dan menginjak dada Junhui, lalu memposisikan kagunenya tepat di antara kedua bola matanya, bersiap untuk menusuknya.

Junhui tidak mengatakan apapun, dirinya fokus dengan rasa sakit di dada serta tangannya.

"Katakanlah, apa rasanya dikalahkan oleh Ghoul yang lebih lemah darimu hmmm?" Rian menunduk, memaksa Junhui untuk menatapnya. Ini sisi Rian yang tak pernah Fajar lihat.

"Oh? tidak mau bicara? baiklah kalau begitu," Rian menegakkan tubuhnya, tatapannya masih sedingin es. To be honest, Fajar takut dengan sisi ini.

"Akan kubuat kau bungkam selamanya," kagune milik Rian mengeras seperti pedang, dan meluncur untuk membelah kepala Junhui. Namun suara Fajar menghentikannya.

"Rian! tunggu!"

Rian menengok ke arah Fajar. Pemuda itu sudah berada disisinya, dan menariknya menjauh dari Junhui.

"Cukup. Ayo kita pulang. Mas gak mau kamu ngebunuh orang lain," besar juga nyali Fajar untuk menarik Rian menjauh, padahal Rian bisa saja dengan mudah membunuhnya. Namun Rian hanya mengangguk dan membiarkan Fajar menariknya pergi.

Maniknya sudah kembali normal dan kagunenya sudah menghilang ketika mereka keluar dari sana.

"Sebentar," Fajar membuka jaketnya dan mengenakannya kepada Rian, untuk menutupi bekas darah sisa pertarungan tadi. Ia tidak ingin menarik perhatian orang yang lewat dengan kaos Rian yang berlumuran darah.

Setelah yakin baju kekasihnya itu tertutupi, Fajar melanjutkan menarik Rian pulang ke kontrakan mereka. Kepulangan keduanya di sambut oleh teman serumah mereka, Aero dan Aqsa yang sedang menonton film sambil makan daging.

"Jay! Lu udah pulang?!" Aqsa buru buru menyembunyikan dagingnya, namun Fajar seperti tidak peduli.

"Lanjut makan aja, gak akan gue ganggu," Fajar melangkah dengan cepat menuju kamarnya, masih menggeret Rian. Ia menutup pintunya dengan keras. Sebelum pemuda itu keluar lagi.

"Btw gue mau nanya,"

"Nanya apa?" Aqsa menatap Fajar sambil menggerogoti tangan manusia. Sekarang Fajar mulai berpikir, jadi selama ini ia tinggal serumah dengan 3 ghoul? Hebat juga dia belum dijadikan makanan.

Btw mereka bisa serumah karena saat hari pertama masuk Aqsa masih menumpang di kosan kakaknya yang terbilang kecil. Lalu saat ia berkenalan dengan Fajar, keduanya langsung akrab bagai sahabat sedari kecil. Akhirnya mereka memutuskan untuk mengontrak di sebuah rumah dekat kampus dengan biaya sewa patungan. Kan mayan hemat uang juga.

"Lu kalo habis uh... luka? biasanya ngobatin pake apa?"

"Hm? gue sih gak di obatin ya nanti juga sembuh sendiri," kali ini Aero yang menyeletuk, pemuda itu sudah selesai makan, hanya tinggal sisa tulang di sampingnya.

"Emang siapa yang luka Jay? Rian?" Fajar mengangguk. Aswar bersaudara saling berpandangan, seumur mereka mengenal Rian, pemuda itu paling anti sama namanya kekerasan. Bahkan ketika keduanya membujuk Rian untuk membuat topeng saja pemuda itu tidak mau.

"Kok bisa?!" Aero dan Aqsa bertanya bersamaan. Mereka tentunya penasaran bagaimana seorang Rian Ardianto yang bahkan tidak mau berburu bisa terlibat dalam perkelahian.

"Long story short, Rian ngelindungin gue dari ghoul lain aja. Gue gak inget kejadian persisnya," Ya karena yang Fajar ingat adalah Rian menjadikan tubuhnya tameng untuk Fajar. Titik. Ia tidak ingat apapun lagi selain tangan Junhui yang putus.

"Ya... lukanya parah gak?" Fajar mengangkat bahunya, menunjukkan pemuda itu tidak tau. Aero dan Aqsa menghela napas berbarengan, lalu Aqsa bangkit untuk mengecek Rian.

"Lu tunggu disini, biar gue yang cek," ujar Aqsa dan memasuki kamar Fajar. Mungkin hanya sekitar 5 menit Aqsa masuk lalu keluar.

"Enggak, gak parah kok. Besok mungkin juga udah ilang," Aqsa kembali duduk di tempatnya setelah mengambil sepotong tangan manusia. Fajar bergindik ngeri melihat adegan eksplisit di hadapannya dan buru buru masuk ke kamarnya.

"Mas Fajar gapapa kan?" itulah pertanyaan pertama yang terlontar dari Rian setelah Fajar masuk. Pemuda glowing itu sudah berganti baju dan memerban lukanya agar darahnya tidak rembes. Luka sobek akibat projektil Junhui juga sudah sembuh total.

"Justru aku yang harusnya nanya itu ke kamu Ian," Fajar menyilangkan kedua tangannya dan menatap Rian dengan pandangan yang sulit di artikan.

"Kamu kenapa gak pernah bilang sama mas kalau kamu itu ghoul?" Fajar, itu pertanyaan bodoh. Mana mungkin Rian memberi taunya. Diakan tidak bisa membaca isi pikiran Fajar. Kalau ia memberi tau dan ternyata pemuda itu memberi tau CCG bagaimana?

"Ya... karena... orang tua Mas Fajar kan CCG," Rian menunduk. Ia ingat betul ketika dirinya membopong Fajar pulang sehabis tawuran dan kedua orang tua Fajar sudah di rumah. Fajar dimarahi habis habisan di hadapan Rian dan diancam akan di masukkan ke akademi CCG. Dan Rian ingat betul bau ghoul yang berasal dari kotak silver di atas meja di rumah Fajar. Jelas itu quinque.

"Ya terus? Kan aku bukan CCG," Rian memijat keningnya dengan perlahan. Ini sisi lain yang hanya Rian ketahui dari Fajar, pemuda itu penuntut. Ia terkadang egois ingin tau segalanya, bahkan pernah keduanya hampir putus karena sikap Fajar ini. Dan sikap tertutup Rian bagai menambahkan bensin di api yang menyala.

"Mas, kan Rian gak tau isi pikiran mas gimana. Kalau Rian ngasih tau Mas Fajar dulu, sama saja Rian kayak bunuh diri,"

"Kamu gak percaya sama mas? Mas kurang apa sama kamu Ian?" dalam hati Fajar sudah menjerit cukup, tapi pikirannya meminta lebih. Fajar tidak ingin menyakiti Rian, tapi ia juga ingin jawaban.

"Bukannya Rian gak percaya tapi-"

"Tapi apa? Mas seenggak bisa dipercaya itu kah? Apa emang dari awal kamu gak percaya sama mas? Atau kamu emang dari awal udah ngerencanain ngebunuh mas buat dimakan?" Fajar membulatkan matanya pada kata yang keluar dari mulutnya. Gini nih kalau mulut lebih cepat daripada otak. Gak ada yang ke filter kalimatnya. Oof, sensitive topic there Fajar.

Rian menatap Fajar dengan tidak percaya. Ia sudah hampir terbunuh tadi untuk melindungi Fajar dan ini balasannya? Oh kalian bisa mendengar suara hati Rian hancur berkeping-keping.

"Ian, Mas minta ma-"

"Cukup mas. Mas Fajar udah gak usah minta maaf. Rian ngerti kok. Rian ngerti kalo mas Fajar emang takut sama Rian, karena Rian emang monster. Harusnya tadi Rian ngebiarin temen mas ngebunuh Rian aja," Rian menatap Fajar dengan keras, matanya sudah memerah menandakan jika pemuda itu tinggal lebih lama ia akan menangis, sebelum ia pergi meninggalkan Fajar sendirian di kamarnya.

Aero dan Aqsa yang mendengar semuanya dengan jelas hanya diam. Mereka tidak ingin ikut campur. Lagian salah Fajar sendiri ngomong gak di filter dulu. Ketika keduanya melihat Rian berlari keluar, mereka tau kemana tujuan pemuda itu. Toh Rian bukan tipe sucidal, pasti dia larinya ke markas atau ke apartemen Kevin.

Sementara Fajar? ia sedang asik memaki dirinya sendiri dikamar dibanding mengejar Rian. Well, Fajar mengambil langkah yang tepat sih, kalau ia ngotot ngejar Rian mungkin ia sudah tidak bernyawa lagi. Rian itu sangat brutal kalau marah. Contohnya ya barusan.

Kamus umpatan Fajar keluar semua. Mulai dari kebun binatang, toilet, bahkan umpatan bahasa sunda keluar semua. Setidaknya hari itu Fajar belajar, untuk memfilter perkataannya lain kali.

Shuttle F-ing Cock one shot! (BxB) [Very slow update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang