"Sama kamu, aku ngerasa kaya nemuin rumah. Rumah asing yang berantakan. Membuatku ingin berbenah dan memberikan yang terbaik."
♡♡♡
"Masih sedih berantem sama temen?" Tanyanya di satu waktu saat kami sedang berlatih --ralat, ia yang berlatih, aku hanya menonton-- musik di ruang seni.
Aku menoleh lalu mengangguk kecil.
Percaya tidak, kalau sekarang aku jadi sering curhat padanya?
Bukan curhat yang panjang lebar sih memang. Hanya curhat kecil-kecilan. (Emang ada, ya?)
"Coba intropeksi, ada yang salah gak sama diri sendiri?"
Aku diam, tidak menjawab.
Aku memang sering bertengkar dengan temanku di kelas. Berbeda pendapat lalu saling mendiamkan, mengutamakan ego masing-masing walaupun padahal kadang hanya masalah sepele yang jadi pemicunya.
Ah, aku sudah pernah bilang kan, dia bukan pendengar yang baik?
Sampai saat ini pun begitu.
Dia tidak pernah mendengarku dengan baik, dan aku... tidak bisa mengutarakannya dengan baik pula.
Tapi walaupun begitu, dia sangat pengertian.
"Kakak juga, ada masalah."
Aku menatapnya dalam.
Meneguk ludah. "Kakak... mau cerita?"
"Nanti aja." Ia kembali seperti semula. Misterius. "Bukan sekarang."
Ya. Bukan sekarang.
Memang aku siapa?
Aku hanya orang asing.
Aneh kalau bilang aku menyukainya tanpa alasan yang jelas dan pasti.
Menggelikan saat aku bilang kalau dengannya aku seperti menemukan sebuah rumah.
Tapi bukan rumah rapi yang begitu diidamkan, melainkan rumah berantakan.
Dingin, tak tersentuh.
Dan aku.. menemukan kenyamanan yang aku cari di sana.
Semesta, boleh aku minta kesempatan lagi?
♡♡♡
KAMU SEDANG MEMBACA
52 Reasons Why I Love You
Short Story[LENGKAP] Sebenarnya, 52 alasan itu tidak cukup untuk menjelaskan mengapa aku mencintainya. Lebih dari 52 alasan. Asal tahu saja, sih. Dan lagipula, ini sesuatu yang konyol. Apa dia akan peduli? Apa dia akan membaca ini? Ah, sudahlah. Anggap saja...