Andai bisa, aku ingin memutar balik waktu. Memulai semua dari awal hingga kita tak perlu kembali menjadi asing seperti dulu. Tapi aku mengerti satu hal. Kata 'andai' yang terus kusebut itu menyakitkan.
♡♡♡
Setelah segala yang terjadi, aku masih saja berharap bisa memutar balik waktu.
Entah aku yang sudah gila, atau memang sebesar ini dampak yang ia berikan. Aku tidak tahu.
Berhari-hari kulewati dengan rasa hampa. Benar-benar kosong. Aku seakan kehilangan semangat untuk diriku sendiri.
Kepergian tanpa alasan, ilusi yang tak berujung, juga rasa sakit yang mematikan. Memang terdengar berlebihan, tapi memang seperti itu yang kurasakan.
Apakah sudah saatnya aku menyerah?
Tapi aku tidak bisa. Hatiku memaksa untuk bertahan, berharap sebuah keajaiban datang.
Aku tahu, menggapainya kini sudah terlalu sulit.
Bahkan untuk bertegur sapa pun, hampir terasa mustahil.
Karena memang tak ada lagi alasan untuk kami berbincang seperti dulu.
Semuanya sudah beda, kami tak lagi sama.
Aku yang salah atau ia yang salah, entahlah.
Tidak ada waktu untuk menentukan siapa yang salah di sini.
Semuanya benar-benar sudah terlihat berantakan. Aku bingung ingin memperbaiki darimana.
Aku kehilangan harapan.
Kini aku tahu, bahwa mencintainya adalah tentang rasa sabar.
Bahwa dengannya, meski kutemukan bahagia, tapi ia juga yang memberiku luka begitu dalam.
Bukan tentang siapa dia, tapi tentang seberapa berharganya ia untukku.
Karena seperti kata orang pula, orang yang paling berharga di hidupmu, ialah orang yang paling berpotensi untuk menyakitimu.
Itu memang benar adanya.
Karena aku merasakannya sekarang.
Ia yang begitu berharga hingga tak pernah terpikirkan olehku akan memberi luka, kini malah menjadi alasan utama mengapa aku begitu kecewa.
♡♡♡
KAMU SEDANG MEMBACA
52 Reasons Why I Love You
Short Story[LENGKAP] Sebenarnya, 52 alasan itu tidak cukup untuk menjelaskan mengapa aku mencintainya. Lebih dari 52 alasan. Asal tahu saja, sih. Dan lagipula, ini sesuatu yang konyol. Apa dia akan peduli? Apa dia akan membaca ini? Ah, sudahlah. Anggap saja...