"Maaf. Udah lancang suka sama kamu."
♡♡♡
"Akhir-akhir ini kamu keliatan deket sama kakak itu deh, Sya. Kalian pacaran?"
Aku menoleh saat sudah menerima uang kembalian di kantin. "Kakak siapa?"
"Itu loh, kakak yang main biola itu. Yang jago fisika itu, yang-"
"Iya iya!" Aku mendengus. Jelasinnya lengkap banget, tinggal sebut namanya aja apa susahnya sih. "Nggak pacaran, ih. Cuma temenan doang. Jauh banget masa mikirnya sampe sana."
"Ya 'kan siapa tau, Sya. Lagian kalian kaya deket gitu. Trus juga, rajin banget tau gak sih kakaknya latihan di ruang seni padahal jarak kelasnya sama ruang seni tuh jauh loh."
Aku menatap temanku aneh. "Gak sedekat keliatannya kok. Lagian juga emang salah kalau ke ruang seni? Kali aja 'kan kakaknya gak mau ganggu orang lain kalau latihan di kelas."
"Aduh, tau deh ah. Ngeyel banget sih kamu, Sya."
Eh, aku 'kan cuma berusaha berpikir positif.
Malah dikatain. Maunya apa sih.
Aku melangkah keluar dari kantin, hingga sedetik kemudian menangkap sosoknya yang berjalan ke arah kami.
Panjang umur ternyata.
Baru juga diomongin.
"Sya." Ia memanggilku pelan, tampak canggung.
Aku berhenti tepat di depannya. Melempar tatapan tanya sekaligus penasaran.
"Kakak minta maaf,"
Aku menahan senyum.
Bukannya bermaksud menertawakan, tapi sikapnya itu loh... menggemaskan.
Aku sudah bilang 'kan, dia itu lucu. Sangat lucu.
Aku melirik temanku yang berjalan lebih dulu, meninggalkan kami berdua di depan kantin tepat di tengah koridor lorong kelas. Beruntung ini sudah jam pulang, dan sekolahku sudah mulai sepi sehingga kami tidak menjadi bahan tontonan orang-orang kepo.
"Kakak gak perlu minta maaf," sahutku pelan.
Belum sempat mendengarkan balasannya, aku memalingkan wajah, menghindari bertatapan dengan matanya.
"Sya, duluan ya kak!" Pamitku lalu berlari kecil mengejar temanku tadi tanpa menoleh lagi ke belakang. Juga, berusaha kabur dari detak jantung yang menggila agar tak terdengar olehnya.
Aduh kenapa sih perasaannya gini banget.
Menyebalkan, tapi entah kenapa aku suka perasaan ini entah karena alasan apa.
Mungkin karena menatapnya, mungkin karena aku sudah lama sadar jika aku ternyata suka padanya. Mungkin... ah, ada banyak sekali kemungkinan.
Sya gak benar-benar marah kok, ucapku dalam hati, menyambung kalimat yang ku sampaikan padanya.
Semoga ia tidak marah dengan kelakuan kurang ajarku yang meninggalkannya di depan kantin seenak jidat.
♡♡♡
KAMU SEDANG MEMBACA
52 Reasons Why I Love You
Short Story[LENGKAP] Sebenarnya, 52 alasan itu tidak cukup untuk menjelaskan mengapa aku mencintainya. Lebih dari 52 alasan. Asal tahu saja, sih. Dan lagipula, ini sesuatu yang konyol. Apa dia akan peduli? Apa dia akan membaca ini? Ah, sudahlah. Anggap saja...