Bisakah aku merasakan ini lebih lama? Memandangmu yang menatapku teduh, berbincang bersamamu dengan leluasa, melewati waktu yang bergulir cepat tanpa terasa.
♡♡♡
Mamaku sakit.
Hal yang membuatku tidak masuk sekolah. Biasanya orang lain akan sangat senang ketika mendapatkan hari libur --oh baiklah ini bukan hari libur, melainkan aku meliburkan diriku sendiri-- tapi berbeda denganku. Aku malah merasa bosan setengah mati.
Bau rumah sakit juga tidak membuatku tahan.
Sekarang aku sedang duduk menyendiri di ruang tunggu. Sekadar mencari angin segar, walaupun suasana rumah sakit tetap saja terasa tak nyaman.
Entahlah, aku hanya merasa membutuhkan seseorang sekarang.
Dia.
Aku benar-benar butuh dia.
Tadi siang ia datang kesini, menjenguk mama dan menemaniku. Meski hanya sebentar, tapi itu cukup berkesan untukku.
Ia bilang, ia akan kembali sehabis tugas kuliahnya selesai.
T
erkadang aku merasa bersalah telah banyak merepotkannya.
Ah, jam berapa sekarang?
Kulirik jam tangan yang terpasang apik di tangan kanan. Sudah jam 8 malam, apa ia tidak jadi datang?
Aku mendesah kecewa.
Apa sih yang kuharapkan? Bukankah ia sudah menjenguk tadi?
Baru saja aku ingin kembali ke ruang inap mama, denting ponsel mengalihkan atensiku.
Batu
Kakak udah di rumah sakit. Lagi otw ruangan mama.Aku melebarkan mataku tidak percaya. Dia benar-benar datang?
Anda
Kakak di mana sekarang?Batu
Di belakang Sya.Eh?
Aku segera berbalik dan mendapati laki-laki itu tersenyum kecil ke arahku.
Tanpa sadar, aku juga ikut menarik kedua sudut bibirku ke atas.
***
"Sya kenapa?" tanyanya saat kami duduk berdua di ruang tunggu.
Aku hanya menggeleng pelan.
Kami membicarakan banyak hal, hingga tanpa sadar jarum jam sudah menunjukkan pukul dini hari sekarang.
"Kakak ngantuk?" tanyaku pelan. Berkali-kali memergokinya menguap tertahan. Bahkan matanya pun berair.
"Nggak, Sya ngantuk?"
Aku menggeleng lagi. Tidak banyak berkomentar mengapa ia memilih berbohong dan berkata bahwa ia tidak mengantuk padahal ia sudah beberapa kali menguap.
Meskipun terkesan saling mendiamkan, tapi rasanya tenang sekali. Kami seperti memiliki waktu khusus berdua.
Terasa benar.
Meski aku tahu, bahwa ini sebenarnya salah.
"Kakak tau Sya lagi ada pikiran." ucapnya tanpa menatapku.
Aku menoleh padanya yang duduk tepat di sampingku.
Menghela napas, aku menjawab pelan, "mama harus operasi."
"Kalau itu bisa bikin mama sembuh, kenapa Sya jadi harus kepikiran?"
"Hm, ya, gak tau juga. Sya cuma ngerasa sedih aja."
"Jangan sedih."
Aku tersenyum kecil. "Iya."
"Sebenernya kakak besok pagi ada acara di kampus." ceritanya pelan.
Aku melebarkan mata. "Kalo gitu kakak pulang aja."
"Kok ngusir?"
"Bukan ngusir ih, Sya tuh takut kakak kesiangan bangunnya."
"Tapi kakak gak bisa ninggalin adik kakak sendirian di sini. Mana belum ngantuk lagi katanya."
Aku mengatupkan bibirku erat. Terpaku pada tatapan hangatnya yang menatap tepat ke retina milikku.
Dan aku sadar, aku telah jatuh terlalu dalam.
♡♡♡
KAMU SEDANG MEMBACA
52 Reasons Why I Love You
Short Story[LENGKAP] Sebenarnya, 52 alasan itu tidak cukup untuk menjelaskan mengapa aku mencintainya. Lebih dari 52 alasan. Asal tahu saja, sih. Dan lagipula, ini sesuatu yang konyol. Apa dia akan peduli? Apa dia akan membaca ini? Ah, sudahlah. Anggap saja...