Chap 12 ; Diam

8.3K 243 8
                                    

; Lerai dalam Derita ;
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Keheningan di dalam ruangan itu cukup lama sebelum Willy meninggalkan kamar membuat Jezzy langsung berdiri untuk mencegahnya.

"Wil, aku sudah mengatakan yang sebenarnya. Jangan seperti ini, Wil." Jezzy memegang tangan Willy agar tidak keluar kamar, wajah Willy benar-benar terlihat kalau dia sangat marah. Apa yang di katakan sebelumnya saat mereka bertengkar membuat Jezzy takut, takut Willy benar-benar bertemu dengan Marco dan menghajarnya. Jezzy tidak mau itu terjadi.

"Lepas, aku harus beri dia pelajaran."

Jezzy menggeleng kuat dan memeluk Willy dari belakang.

"Jangan pergi, aku mohon. Nanti masalahnya bisa tambah besar Wil. Hiks aku mohon."

Napas Willy memburu.

"Kenapa? Kenapa kamu tidak mengijinkanku? Bagaimana kalau dia datang lagi dan memperkosamu lagi sampai membuat kamu hamil, bagaimana Jez?!" Pelukan Jezzy perlahan terlepas, Willy menusuk hati Jezzy dengan kata-katanya.

Jezzy terjatuh, ia tidak bisa membayangkan kalau itu benar-benar terjadi, Jezzy semakin menangis tersedu. Ia juga tidak bisa berbuat apa, hanya berada di sisi Willy, Jezzy merasa dirinya aman.

"Hiks tidak Wil, itu tidak mungkin terjadi." Lirih Jezzy sambil sesegukan.

Willy diam, hatinya sakit, terasa di remas mendengar Jezzy menangis seperti itu, rasa kecewa dan marahnya dulu kini kembali lagi. Bukannya tidak percaya dengan Jezzy, tapi Willy tidak yakin kalau Jezzy bisa melawan Marco atau bisa menjaga dirinya sendiri dari Marco, Willy juga tidak menginginkan itu terjadi.

Willy membalikkan badannya, melihat Jezzy terjatuh sambil menangis membuat hatinya semakin sakit, baru saja ia memarahi Jezzy? Willy menghela napas panjang dan menghampiri Jezzy.

"Jangan menangis. Mulai besok kita tinggal bersama Mommy." Final Willy membuat Jezzy mengangkat kepalanya. Hati Willy terasa tercubit melihat tatapan Jezzy, ia merasa bersalah karena marah seperti itu. Tidak bisa mengontrol emosinya sampai membuat Jezzy menangis.

"Iya, apapun itu asal kamu dekat denganku. Jangan marah lagi. Aku semakin takut kalau kamu marah."

Willy menggeleng lemah dan membantu Jezzy untuk berdiri.

"Maafkan aku." Willy memeluk Jezzy untuk menenangkannya.

Willy terlalu bodoh, harusnya ia bisa mengontrol emosinya, Willy tahu Jezzy tidak mungkin membohonginya, ia sangat tahu itu.

"Kamu istirahat saja, biar aku yang siapkan makan malam."

Jezzy menggeleng dan melepaskan pelukannya, namun kali ini Willy tidak suka di bantah.

"Dengarkan aku, Jez. Aku seperti ini karena aku sangat-sangat mencintaimu. Sedikit saja dia menyentuhmu lagi, aku benar-benar akan membunuhnya."

Jezzy menggeleng kuat.

"Lakukan. Lakukan Wil, kalau itu yang kamu inginkan, tapi aku tidak mau memiliki suami seorang pembunuh."

Willy mematung, Jezzy keluar dari kamarnya, membiarkan suaminya itu mencerna dengan baik kata-katanya.

Dengan perasaan bercampur aduk, Jezzy mulai menyiapkan makan malam. Sesekali ia akan menghapus air matanya dengan kasar jikalau air mata itu kembali jatuh.

Bahagiaku, Kamu! ✔ Re-upTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang