Chap 7 ; Matahariku

16K 298 3
                                    

; Lerai dalam Derita ;
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Masalah dalam hidup itu pasti selalu datang, roda akan selalu berputar, suka dan duka selalu mengisi hidup ini. Baik buruknya seseorang pasti ada alasan tertentu melakukan hal itu. Ketempurukan pasti ada masanya untuk di lewati.

Tawa hambar yang menyedihkan keluar dari bibir tebalnya, melempar bola dan manangkapnya lagi saat bola itu memantul ke arahnya.

"Loe enggak berhak bahagia, bajingan." Umpatan demi umpatan selalu keluar dari mulutnya, kamar yang menyisakan bau seseorang membuatnya gila.

"Dan loe harus kembali kerumah ini, Jez." Tajamnya, kemudian melempar begitu kuat bola itu sampai memantul mengenai tempat tidur yang menjadi saksi bisu atas apa yang pernah ia lakukan malam itu.

Marco tertawa saat memgingat kejadian gilanya waktu itu. Itu benar-benar menyenangkan baginya, namun sangat menyakitkan karena sekarang ia merasakan sesuatu yang aneh terjadi padanya.

Sudah berhari-hari ia tidur disini, meskipun seprai sudah di ganti, namun tetap saja aroma tubuh Jezzy membuatnya selalu terbayang akan kelakuan bejatnya malam itu.

Membuatnya semakin gila dan terobsesi. Ingin menyentuh tubuh mulus Jezzy lagi serta memuaskan adik mikiknya yang sudah berhari-hari puasa karena ia sudah tidak bisa lagi berhubungan badan dengan orang lain, meskipun ia sudah mencobanya namun tetap rasanya hambar.

"Marco, kamu tidak kuliah? Sampai kapan kamu membolos dan mengurungkan diri di kamar ini, Ah?" Marah Rere, Mamanya benar-benar frustrasi mengatasi anaknya satu ini, berbagai cara sudah ia lakukan agar anaknya ini bisa tobat, namun tetap saja kelakuannya liar seperti Papanya dulu.

"Males, Ma. Apalagi ketemu musuhku di kampus." Ketus Marco, selalu seperti itu jawaban yang didapat Rere.

"Kalau kamu tidak mau kuliah, mending selesai saja. Biar Mama dan Papa tidak perlu bayar mahal-mahal." Marco menoleh dan langsung berdiri menghampiri Mamanya yang sedang berdiri di ambang pintu.

"Marco akan kuliah dan akan lebih rajin lagi, dan juga akan menuruti apapun yang Mama katakan, tapi ada syaratnya." Rere memutar bola matanya malas, kemudian bersidekap.

"Apa?" Tanya Rere malas.

Marco menyeringai dan menjawab dengan enteng, "Bawa Jezzy ke rumah ini lagi."

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Memcoba untuk mengatur pikiran itu sangat sulit, apalagi mengatur pikiran Willy saat ini yang penuh berisi Jezzy. Bagaimana istrinya itu mendesah di bawahnya terus berputar membuatnya tidak bisa berkonsentrasi. Tubuh mulus dan sexy Jezzy membuatnya ingin cepat-cepat pulang.

"Wil!"

"Willy, loe dengar enggak sih?!" Willy langsung cemberut mendengar teriakan temannya yang ada di depannya saat ini.

"Iya, gue denger." Ketus Willy. Dan menggerutu di dalam hati karena lamunan indahnya diganggu begitu saja.

"Jadi gimana? Kalau loe enggak bisa ke rumah gue, gue yang ke rumah loe." Willy diam. Dosennya ada-ada saja, membuat kelompok penelitian bersama orang yang di pilihnya sendiri. Kalau Willy bisa memilih sendiri ia lebih baik memilih bersama laki-laki saja daripada bersama seorang perempuan cerewet yang ada di depannya ini.

Bahagiaku, Kamu! ✔ Re-upTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang