Chapter 24

782 34 4
                                        

'Apa butuh waktu lama buat kakak sembuh? Aku takut kakak nggak inget aku lagi, aku takut nggak bisa bercanda sama aku lagi, aku takut nggak bisa jadi pelindung aku lagi. Aku takut semua itu terjadi, tapi pasti itu terjadi, tapi apa aku bisa lewatin cobaan kek gitu? Aku takut, aku bakal jatuh ke lubang kegelapan dan nggak ada yang nyelamatin gue lagi. Aku takut!'

"Hiks.. hiks.."

"Bella? Lo kenapa nangis? Tenang ya, disini ada gue.. lo nggak bakal kesepian oke, disini udah ada gue, Felix, kak Glen, kak Steve. Semua nya ada di samping lo Bell, jangan ngerasa kesepian oke"

Neira mengusap kepala Bella dengan lembut, hati nurani nya bergerak dan ingin menangis untuk kejadian yang menimpa Bella.

"Please, jangan tinggalin gue.. gue nggak tau harus mulai dari mana buat kakak gue" isakan Bella semakin keras, Neira menahan air matanya yang akan segera menetes di pelupuk matanya.

Disana juga ada Felix, Glen dan Steve. Mereka bertiga merasa kasian terhadap Bella, Steve? Ia sedang berjuang untuk tidak menangis di depan bidadari nya. Katanya malu kalau nangis ntar juga dibilang nggak gentle.

Glen yang menyadari usaha Steve menepuk bahu sahabatnya itu, langsung setetes air matanya meluncur begitu saja "nangis di belakang punggung gue kalo lo malu sama bidadari lo"

Steve mengangguk dan mulai menangis, Glen bisa merasakan baju belakang nya basah, pasti dari air mata Steve. Sebenarnya ingin sekali Glen menggeret Steve untuk keluar, karna menurutnya itu malu-maluin sebagai laki-laki.

"Udah ya jangan nangis lagi, kita pasti bantuin lo oke, ntar air mata lo habis kalo nangis mulu. Kan gue udah bilang kalo amnesia kakak lo bisa disembuhin. Tapi semua nya butuh proses, lo mau kan sabar sedikit buat hal ini?" Ucap Neira sambil memegang bahu Bella, sedikit susah untuk meyakinkan gadis cantik ini, cuman ia harus bersabar.

Bella pun mengangguk, perlahan tangis nya berhenti. Keadaan di ruangan itu kembali sunyi, tidak ada yang memulai pembicaraan, hanya ada suara tv yang mengusir kesunyian di ruangan tersebut. Sampai ocehan Steve membuat suasana terlihat hidup, walaupun sedikit kacang.

"Bidadari cantik percaya kan sama Aa kalo semua nya baik-baik aja?"

"Jangan sedih dong, entar Aa juga ikut sedih"

"Kok diem sih?"

"Gue cubit loh pipinya kalo lo nggak jawab"

"Astagahhh, serasa ngomong ama angin gue"

"Bisa diem nggak sih lo kak?! Kasian dong si Bella denger celoteh lo yang nggak berfaedah itu!" Sungut Neira. Sejak tadi, Steve hanya berceloteh ria tanpa memikirkan telinga Neira yang sudah panas mendengar hal yang kurang penting baginya.

"Buset dah, galak banget sih lo! Suka-suka gue lah mau nyerocos apaan, kan mulut, mulut gue!" Sungut Steve tak mau kalah. Neira sudah menatap tajam orang yang telah berada di depannya, sambil berkacak pinggang.

"Lah gimana sih lo! Harus nya, mulut lo itu dibuat ngomong yang faedah dikit kek, apa kek. Ini malah gak ada faedah nya sama sekali. Kalo mau gombal, liat situasi mas, gak liat apa keadaan si Bella kek gitu, lo malah asik-asikan nyerocos nggak jelas. Lo laki bukan sih?!!" napas Neira naik turun tak beraturan. Emosi nya sudah tak terkontrol, ia pun tak tahu kenapa ia bisa se emosi ini terhadap orang-orang. Bahkan emosinya meletup-letup, serasa kesabarannya sudah habis, tangan nya pun sudah gatal ingin mencakar wajah Steve sekarang.

"Eh Nei, udah dong jangan marah-marah mulu! Gue pusing tau, dari tadi lo marah mulu. Nggak capek apa emosi terus? Lo nggak bisa sabar ya? Punya alasan apa lo sampai emosi lo nggak terkontrol? Kalo punya unek-unek ngomong dong Nei, jangan lo lampias in ke orang, kan orang yang tau apa masalah lo jadi kena imbas nya!"

My Perfect BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang