27. Too Late

353 48 23
                                    

Kedua mata itu terpejam, menyembunyikan sepasang manik tajam di baliknya. Kedua tangan masih ia sedekapkan di depan dada, sementara punggungnya menempel di dinding. Entah sudah berapa lama ia bertahan dalam posisi itu. Yang ia lakukan hanya menoleh ke kanan kiri atau mendongak menatap langit. Selebihnya ia hanya memejamkan mata untuk mengistirahatkan indra yang satu itu sementara indranya yang lain tetap waspada.

Selama bermenit-menit kemudian ia sibuk dengan pemikirannya sendiri, memikirkan hal yang hingga saat ini coba ia temukan jawabannya. Namun hal yang terjadi berikutnya tetap sama, tak ada yang berbeda. Ia tak mendapati apa-apa, melainkan sebuah ruang kosong di salah satu sisi ingatannya.

Padahal ia sudah berusaha keras mengisi ruang kosong itu kembali. Namun selalu saja tak berhasil. Ia tak berhasil menemukan potongan puzzle yang tepat. Tentu saja. Itu karena ia tak memiliki satu potongan puzzle pun untuk menuntunnya. Bagaimana bisa ia menyelesaikan puzzle di benaknya jika gambaran mengenai seperti apa bentuk puzzle yang coba ia pecahkan itu saja tak ia miliki?

Oh, ia tak suka hal ini. Sangat.

Drrt! Drrt!!

Kelopak mata itu terangkat, tak lagi menyembunyikan manik sekelam langit di atas sana yang tadi coba ia sembunyikan. Getaran di sakunya semakin terasa, berasal dari sebuah benda persegi yang tak pernah lepas dari masyarakat umum zaman sekarang. Segera saja, tangan kekar pria itu meraih benda elektronik tersebut. Sebuah pesan masuk rupanya. Oh, dan jangan lupa, ada 4 notifikasi panggilan tak terjawab.

Awalnya ia bermaksud mengabaikan semua notifikasi itu. Namun begitu membaca nama pemilik nomor tersebut, ia langsung membuka pesan yang dikirimkan. Ada nama Jeon Yunho di sana.

Di mana kau? Ayah baru saja pulang tapi kau tidak ada.

Jungkook tak langsung membalas. Pria itu justru kembali mendongak menatap langit yang perlahan mulai menampakkan warna lain. Sudah pagi rupanya. Jadi sudah berapa lama Jungkook berada di sana? Entahlah, Jungkook malas menghitungnya.

Bukannya beranjak dari tempatnya berada, Jungkook justru kembali memejamkan mata. Ia kembali menjelajah ke bagian ingatannya yang kosong. Bohong jika Jungkook bilang ia tak penasaran dengan apa yang mengisi ruang itu sebelumnya. Ia tahu ada yang hilang dari sana, hal penting yang seharusnya tak ia lupakan. Tapi apa?

Pikiran Jungkook kini beralih ke hari pertama ia tiba di Seoul. Ia sebenarnya tak tahu mengapa Yunho mengajaknya pulang ke Korea. Ketika ditanyai, Yunho justru mengatakan bahwa kepindahan mereka adalah keinginan dari Jungkook sendiri. Dan Jungkook hanya bisa mengerutkan kening. Pernahkah ia meminta kembali ke Korea? Bahkan Yunho juga bilang bahwa sekolah yang ia tempati sekarang adalah pilihan Jungkook sendiri. Padahal, mengenal sekolah itu saja tidak. Ah, tunggu dulu. Sepertinya Jungkook mulai mengerti apa yang harus ia lakukan untuk mengisi ruang kosong di ingatannya lagi.

Jungkook tak perlu mengingat lagi apa yang ia lupakan. Ia hanya perlu mencari dan mengumpulkan hal apa saja yang ia lupakan. Dan Jungkook baru saja menemukan satu dari sekian banyak potongan puzzle yang ia sendiri tak ketahui jumlahnya.

Yaitu alasan mengapa ia ingin kembali ke Korea.

Drrt! Drrt!!

Ponsel Jungkook kembali bergetar. Mau tak mau, Jungkook mengalihkan sejenak perhatiannya dari pemikirannya sendiri pada benda berbentuk persegi itu. Seketika itu pula, sudut bibirnya tertarik melihat nama sang pengirim pesan. Tak seperti pesan sebelumnya, kini Jungkook bergegas mengetik pesan balasan. Di benaknya, Jungkook sudah bisa membayangkan dengan jelas bagaimana reaksi orang itu setelah mendapat pesan balasan yang ia kirimkan.

Kenapa tak keluar saja dan cari tahu jawaban dari pertanyaanmu sendiri?

--Jeon Jungkook--

Before and AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang