34. Anxious

267 45 19
                                    

Pagi menyapa. Kehangatan menyebar begitu saja ke seluruh penjuru tempat bagaikan api unggun di kutub utara. Benar-benar pagi yang tenang dan damai. Itu pula yang dirasakan Chaeyeon. Namun sedikit berbeda.

Gadis bermarga Jung itu tak bisa berhenti tersenyum. Entahlah, Chaeyeon sendiri tak terlalu tahu menahu tentang penyebab dirinya menjadi seperti ini. Yang Chaeyeon tahu, ia tanpa sadar tersenyum setiap kali mengingat suatu hal. Ya, suatu hal, sesuatu.

Tadi malam, Jungkook kembali datang. Dia datang begitu saja dan duduk di lantai, bersandar pada pinggiran ranjang yang Chaeyeon tempati lalu menawarkan tangannya. Chaeyeon masih sedikit enggan waktu itu untuk menerima tangan Jungkook. Tapi jujur saja, sedikit banyak Chaeyeon ingin merasakan genggaman Jungkook di tangannya sekali lagi. Kuat namun hangat dan lembut, membuat Chaeyeon merasa terlindungi.

Disamping keadaan Jungkook waktu itu yang cukup membuat Chaeyeon heran sekaligus khawatir, Chaeyeon memutuskan untuk menerima uluran tangan Jungkook juga semata-mata untuk meyakinkan dirinya sendiri, mensugesti diri sendiri bahwa ia tak sendirian. Bahwa Jungkook bersamanya.

"Take my hands now. You're the cause of my Euphoria..."

Seketika itu pula Chaeyeon bisa merasakan dadanya menghangat, begitu pula kedua pipinya. Sekali lagi, ia tersenyum. Ah, tidak. Chaeyeon ingin tertawa sebenarnya. Jungkook, pria itu sempat-sempatnya membujuk Chaeyeon dengan menyanyikan sepenggal lagu itu.

Ah ya, apa yang sedang Chaeyeon lakukan saat ini?

"Nona!"

Terlambat. Wajah Chaeyeon sudah terlebih dulu mencium dinding.

Chaeyeon mengaduh sembari menggosok dahinya. Di samping Chaeyeon ada Kepala Pelayan yang sudah siap sedia memberi pertolongan pertama jika dibutuhkan. Sayangnya Chaeyeon sudah terlalu malu untuk menunjukkan wajahnya. Jadilah gadis itu kini lanjut berjalan masuk ke ruang makan, tak lupa sembari menutupi wajahnya yang semakin terasa panas karena malu.

"Nona baik-baik saja? Perlu saya panggilkan dokter?"

Susah payah Chaeyeon mencoba menampilkan senyum setulus mungkin. Sungguh, ia malu. "Tidak perlu, Bibi. Bibi bisa lihat sendiri bahwa aku baik-baik saja bukan?"

Sang Kepala Pelayan tersenyum. Sambil menaruh menu sarapan pagi itu ke meja, ia berujar pada Chaeyeon. "Nona terlihat sangat cantik hari ini. Apa Nona akan menemui seseorang?"

Chaeyeon nyaris tersedak air mendengar pertanyaan sang Bibi. Bagaimana wanita itu bisa tahu? Tapi sebenarnya Chaeyeon tak benar-benar akan bertemu dengan orang itu. Hanya saja, orang itu sudah berjanji pada Chaeyeon bahwa ia akan berangkat ke sekolah hari ini. Jadi, bisa dikatakan Chaeyeon akan bertemu dengan orang itu hari ini.

Yah, kalian tahu siapa yang Chaeyeon maksud.

"Ah, tidak juga, Bi. Lagipula, siapa yang terlihat semakin cantik? Bibi bisa saja. Justru Bibi yang semakin terlihat cantik hari ini."

Sang Kepala Pelayan itu kembali tersenyum. Senyum yang begitu lembut layaknya seorang Ibu. Chaeyeon yang melihatnya mau tak mau terenyuh. Ia jadi merindukan Ibunya, Nyonya Jung. Sayangnya, kalimat sang Kepala Pelayan berikutnya membuyarkan imajinasi Chaeyeon.

"Nona tahu? Ada yang bilang, wanita akan terlihat jauh lebih cantik saat mereka sedang jatuh cinta."

Kali ini Chaeyeon benar-benar tersedak. Namun wanita paruh baya itu justru hanya tersenyum dan menepuk-nepuk punggung Chaeyeon lembut, terlihat tak merasa bersalah sama sekali. Spontan saja Chaeyeon berusaha menyangkal, segera setelah batuknya reda.

"B-Bibi bisa saja. Mana mungkin-"

"Bibi Shin benar, Chae."

Bagus. Sekarang Chaeyeon semakin mati kutu saja saat suara sang Ayah ikut menyahut dalam perbincangan yang ingin segera Chaeyeon akhiri itu. Haruskah Chaeyeon berterimakasih? Mungkin iya karena berkat Bibi Shin, kegiatan sarapan pagi itu tak akan terasa sehening dan semembosankan biasanya.

Before and AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang