28. Surprise

313 45 30
                                    

Entah untuk yang keberapa kalinya, Jungkook kembali terbangun dari tidur hanya karena mimpi. Mungkin bila mimpi yang Jungkook lihat adalah sebuah mimpi buruk maka hal itu wajar. Sayangnya, mimpi yang Jungkook lihat hanyalah mimpi biasa, yang entah bagaimana, ssmakin lama membuat dadanya terasa sesak seolah ditimpa beban berat. Bahkan Jungkook masih merasakan rasa sesak itu hingga sekarang.

Berkali-kali coba ia pukul dadanya sendiri, berharap rasa sesak itu tidak terasa terlalu menyiksa. Ia memejamkan mata, mendongak dan menghirup nafas dalam-dalam, berusaha untuk tetap tenang. Benar saja, perlahan nafas Jungkook mulai lancar. Debaran di dada Jungkook yang sebelumnya terasa begitu menyakitkan dan cepat kini perlahan mulai memiliki ritme yang teratur. Setidaknya, Jungkook bisa sedikit rileks sekarang.

Masih dalam keadaan duduk di atas ranjang, Jungkook menyandarkan punggungnya. Kedua mata pria itu masih terpejam, menikmati setiap tarikan nafas yang ia lakukan mengisi paru-parunya dengan udara. Tanpa mencoba menyeka keringat yang membasahi pelipis, Jungkook membiarkan darah mengalir ke sekujur tubuhnya, menyebarkan kehangatan ke setiap bagian tubuh yang sebelumnya terasa begitu dingin. Jujur saja ia tak mengerti apa yang tengah terjadi. Tenaganya terkuras habis. Rasanya tak mampu walau hanya untuk memikirkan apa yang baru saja terjadi pada dirinya sendiri.

Dengan sedikit malas, Jungkook membuka kedua kelopak matanya. Pandangannya langsung jatuh pada jam dinding. Seketika itu pula ia menghela nafas lelah. Sudah pagi rupanya. Semakin malas saja ia untuk bergerak. Ingin ia membolos sekolah saja. Tapi mau bagaimana lagi? Masa depannya yang menjadi taruhan. Jadi, mau tak mau Jungkook tetap harus sekolah.

Masih ada banyak hal yang harus diperjuangkan. Ia tak boleh menyerah sekarang.

Memikirkan hal itu membuat kelopak mata Jungkook terbuka. Reflek, ia bergerak menarik laci nakas di samping tempat tidurnya, mengeluarkan beberapa lembar kertas yang belakangan waktu ini ia simpan.

Sudah terdapat berbagai tulisan di sana, yang tak lain lagi ditulis oleh Jungkook sendiri. Namun Jungkook hanya menulis beberapa kata di berbagai tempat yang berbeda pada kertas tersebut. Ada beberapa coretan juga di sana. Sedangkan sebagian besar kertas tetap ia biarkan kosong.

Tangan Jungkook bergerak mengambil pulpen. Ia tak berpikir terlalu banyak sebelum menggoreskan tinta pada ujung kertas tersebut, berseberangan dengan tulisan-tulisan yang telah ia buat. Hanya satu nama yang ia tulis di sana. Ia sendiri tak tahu mengapa ia menulis nama tersebut sementara nama orang itu tak memiliki hubungan apapun dengan kata-kata lain di kertas itu. Jungkook hanya merasa, nama itu sudah pas berada di sana. Itu saja.

Begitu selesai, Jungkook lantas hanya memandangi nama itu. Senyum terukir begitu saja di wajahnya saat wajah kesal sang pemilik nama terlintas di benaknya, membuat ia memiliki lebih banyak niat untuk tetap pergi ke sekolah.

Namun siapa sangka? Tak sampai lima langkah Jungkook berjalan keluar dari gerbang rumah, ia mendapatkan kejutan yang tak terduga ternyata telah menanti dirinya.

"Pagi, Jeon."

Jungkook menatap datar pria itu yang tengah tersenyum lebar. Untuk sesaat ia hanya diam, melirik sekilas pria itu dari atas hingga bawah sebelum kembali membalas datar tatapan sang pemuda.

"Apa aku mengenalmu?" ujarnya datar, tanpa tahu bahwa perkataannya membuat sang lawan bicara langsung kehilangan kata-kata. Apalagi setelah itu Jungkook langsung pergi begitu saja, meninggalkan sang pemuda yang hanya bisa melongo tak terima.

Oh ayolah, semudah itukah Jungkook melupakan dirinya? Apakah sebelumnya juga seperti ini? Semudah ini?

Segala emosi bercampur aduk di dalam diri Jimin. Kesal, marah, sedih, kecewa. Semua perasaan itu meledak di dalam diri Jimin, berlomba ingin menunjukkan dirinya. Namun yang paling membuat dada Jimin terasa sesak adalah keputus asaan. Benarkah ia tak bisa memulai dari awal lagi? Benarkah ia tak mampu menarik Jungkook menjadi kawannya lagi?

Before and AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang