"Woi ah, cepatan anjir!"
"Iya bentar sabar woi. Lagi ngiket tali sepatu nih!"
"Ck. Lama amat njir. Dah gua duluan, bye!"
"Eh bentar Ju! Ck, sialan lu!"
Lisa menggeram. Lagi-lagi hal seperti ini terjadi. Terlambat masuk barisan upacara di hari senin dan Yuju yang meninggalkan nya lagi. Lantas, tak ingin terus diam sembari merutuk. Ia mengikat tali sepatunya asal, tak perduli lagi dengan ikatan asal tersebut. Yang jelas kini ia sudah harus menuju barisan upacara.
Bolos? Oh tidak, tidak karena hanya dirinya sendiri. Ia tak seberani itu dengan bolos sendirian.
Terdengar dari arah lapangan, aba-aba dari pemimpin lapangan yang menandakan bahwa upacara sudah berlangsung. Ia melangkahkan kaki lebih lebar, namun tubuhnya merunduk agar tak terlihat keberadaan nya dari arah lapangan.
Karena upacara sudah berlangsung, sangat beresiko bila ia melewati lobby utama untuk menuju lapangan. Maka dari itu Lisa berbelok setelah menuruni tangga, memilih jalan pintas yaitu koridor arah barat gedung sekolah, bermaksud agar dapat mencapai di bagian belakang barisan.
Namun, rencananya tak sesuai dengan ekspetasi. Ketika dirinya menuruni lagi tangga kecil, dan detik itu terperosok akibat tali sepatu yang tidak terikat benar itu terinjak oleh kakinya yang lain.
Lisa mengaduh pelan dengan pekikan kecil. Lutut nya terasa perih akibat kedua lututnya jatuh tepat pada lantai keramik tersebut. Untungnya, tidak ada orang-orang disekitarnya.
Ia ingin lekas bangkit, tetapi justru malah merangkak kepinggir koridor dan bersandar di tembok dengan kaki yang diselonjorkan. Tak dapat dipungkiri jika berdiri saja rasa perihnya di lututnya sangat teramat.
Tampak jelas, lutut kanan nya terdapat lecet dengan sedikit darah. Lalu lutut kirinya yang memerah dan dapat dipastikan akan memar. Ia mengaduh lagi ketika menyentuh pelan lututnya yang lecet. Bukan hanya keluhan akan sakitnya, tetapi juga sumpah serapah akibat rasa sakitnya.
Kalau sudah begini, Lisa menyerah. Ia memilih untuk berdiam diri disana tanpa mencoba untuk berdiri dan masuk barisan— yang ia yakini, ia pasti masuk barisan murid bandel.
Persetan dengan guru pengawas yang pasti akan mengelilingi gedung sekolah. Ia punya alasan bahwa dia baru saja terjatuh dan tak bisa berdiri. Ia akan terus duduk disini, entah mungkin sampai upacara selesai.
Lantas, ia menyandarkan tubuh. Menarik napas lagi sembari melihat kondisi kedua lututnya. Ia benar-benar ingin menangis sekarang, ditambah dagunya yang juga ikut terkena lantai itu terasa berdenyut sakit.
Ah, hari ini memang benar-benar hari tersialnya.
Lisa memejamkan mata, menarik napas guna menahan rasa sakit yang berdenyut. Juga mencoba untuk terus mendengarkan suara-suara dari arah lapangan.
Karena sepi, ia bisa mendengar suara itu dengan jelas. Juga suara derap langkah kaki yang mendekat. Sontak saja, Lisa menegak dan membuka mata, guna melihat siapa yang berjalan di tengah koridor sepi itu.
Lisa pikir itu guru pengawas, tapi nyatanya itu adalah salah satu anak Osis yang sedang berjalan cepat dengan membawa tandu lipat. Sendirian. Dan orang itu adalah, Taeyong.
Lisa menipiskan bibir, mengalihkan wajah kemudian seraya kembali bersandar. Ia pasrah dengan keadaan nya kini, karena sebentar lagi ia akan diseret oleh anak Osis untuk masuk ke barisan murid bandel.
Kendati begitu, ia juga berharap. Setidaknya, ia bisa tertolong sekarang. Namun, siapa yang tahu? Kalau Taeyong hanya berlari melewatinya begitu saja. Tanpa menyapa, menatap, atau bahkan tersenyum. Lisa layaknya tak ada disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mello
Fanfiction[END] Taeyong NCT & Lalisa Blackpink, fanfiction. Setiap hari, dia selalu membawa gitarnya ke sekolah... ~~~ MELLO started: 14/12/18 ends: 16/04/19 ©deeriyaa [!!!] Hanya kisah manis nan pendek dengan masalah yang tidak berarti. [!!!] Harsh Word