◎ Hoodie 20 ◎

1.9K 134 0
                                    

     Hanya David seorang yang menemani Casya di rumah sakit. Gadis itu tengah tertidur, tak mungkin ia membangunkannya. Dirinya juga belum mengabari sahabatnya. Terlalu emosi bila bertemu dengan Cinta. Bisa-bisanya seorang Kakak membiarkan adiknya terancam kematian. Jika bukan dirinya mungkin Casya sudah tiada.

Ponselnya berdering, menunjukkan nama 'Bryan' di ponselnya. Ia mengangkat panggilan itu.

"Lo di mana, Vid?"

"Rumah sakit Abadi, kamar mawar nomor dua." Selepasnya ia memutuskan sambungannya.

Masih malas menanggapi para sahabatnya, ditambah lagi badannya yang terasa kaku semua. Akibat duduk di mobil seharian.

Ia meraih tangan Casya yang terpasang infus, mencium jari-jarinya. "Maaf kalau gue udah jatuh cinta sama lo, gue nggak bermaksud merusak hubungan lo sama Bryan. Itu pilihan lo, tapi kalo lo merasa tersakiti. Tolong lari ke gue, sampai kapan pun gue ada buat lo."

Menerima alamat itu semuanya bergegas ke kamar inap Casya, orang tua Bryan juga ikut. Ketukan ketiga Bryan masuk ke kamar tersebut, terlihat seorang gadis tengah tersenyum pada sahabatnya. Sepertinya mereka tengah bercanda ria.

Bryan menghampiri keduanya, langsung memeluk Casya. Berharap gadis itu baik-baik saja. "Lo nggak papa kan?" tanya Bryan menatapnya dari dekat.

Casya perlahan mendorong bahu Bryan, ia malah merangkul pinggang David. Seakan meminta perlindungan padanya. "Lo siapa?" tanya Casya takut-takut.

Kontan semua yang berada di sana merasa terkejut. Apalagi Bryan yang merasa tersambar petir tanpa mendung terlihat.

"Gue bisa jelasin," sekat David agar tidak menimbulkan kesalah pahaman.

"Gue nemuin Casya tenggelam di kolam, terus gue bawa ke sini dalam keadaan pingsan di jalan. Saat dia sadar di periksa dokter. Katanya Casya hilang ingatan sementara gara-gara luka di kepalanya yang kembali terbentur," cecar David.

"Siapa yang lo ingat?" tanya Bryan.

Casya mendongkak pada David. "David"

"Sama gue?" tanya Cinta menunjuk dirinya.

Casya menggeleng. "Gue nggak kenal semua orang yang ada di sini."

"Kok lo bisa inget sama David?" introgasi Stevan.

"Karna dia yang nolongin gue, wajar dong gue inget jasa orang," kata Casya lugas.

"Gue Kakak lo Cas, lo nggak inget sama gue?" paksa Cinta untuk mengingat dirinya.

"Dibilang gue nggak inget, maksa banget sih lo," cibir Casya menegeratkan pelukannya pada David.

Billa meminta turun dari gendongan Papanya, menaiki kursi yang ada di sebelah brankar Casya. "Kalo Kakak nggak inget, biar Billa ingetin ya?"

Casya menegakkan tubuhnya, mengunyel-ngunyel pipi tembab Billa.
"Lucu banget ...," gemasnya.

"Namanya siapa?"

"Billa. Kakak bisa cerita dongeng 'kan? Ceritain dikit dong Kak," minta Billa manja.

"Duduk sini," suruh Casya menepuk tempat di sebelahnya yang langsung di turuti Billa. "Denger ya, dulu ada tikut yang nakal banget ...."

Hoodie (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang