Sebulir air menetes lagi dari sudut matanya yang terpejam. Mila mengelus puncak kepala Casya sayang, melihat air mata itu jatuh lagi ia kembali mengusapnya, sejak tadi dia yang menjaga Casya. Mengganti kompres di dahinya.
Perlahan David masuk menghampiri mereka. "Gimana Mil? Udah baikan?"
Mila berdiri menatap kakaknya. "Makin panas Kak, dari tadi air matanya terus aja jatuh," jujurnya.
"Tapi nggak papa 'kan?"
"Aku rasa sih dia butuh seseorang, Kak David ya yang jaga. Aku mau tidur dulu, ngantuk," ucapnya seraya jalan keluar tanpa melihat balasan kakaknya.
Giliran David duduk di tempat Mila tadi, memegang tangan Casya yang putih bersuhu dingin itu. "Maaf Sya, gue terlalu kasar sama lo."
Perlahan tangan itu menarik diri, hal itu membuat David menatapnya. "Lo udah sadar?"
Casya diam, mengambil kain di dahinya sebelum mendudukkan diri. Dia mengusap matanya yang basah sebelum berucap, "Gue nggak mau lama-lama di sini. Sekarang mana yang mau lo tahu?"
"Semuanya, dari lo bisa masuk ke club itu."
Casya mengangguk, ia mulai bercerita tentang semalam. Dari kakaknya datang, hingga dia dibawa Zem. " ... Lalu setelahnya gue lupa, mungkin gue udah nggak sadar. Gue udah cerita semua, percaya ataupun nggak itu urusan lo, dan urusan gue di sini kelar. Jadi, gue pergi dulu." Ia menepikan selimutnya, menurunkan kakinya, terasa dingin ketika telapak kakinya menyentuh lantai keramik.
David menahan lengan Casya untuk tidak berdiri. "Gue percaya, apa lo masih mau pergi?"
"He'em, gue mau pulang."
"Ke mana?"
Mata Casya mulai jelalatan karena bingung harus menjawab apa, dan sialnya David menyadari itu.
"Tinggal di sini aja, gue tahu lo nggak ada tempat tinggal."
"Sok tahu," elak Casya menarik lengannya, ia berdiri dan perlahan berjalan mendekati pintu.
Segera David berdiri, menarik tangan Casya dan langsung mendekapnya. "Gue minta maaf Sya, gue tahu lo terpuruk banget. Lo boleh hukum gue apa aja asal lo mau balikan sama gue. Gue masih cinta sama lo."
"Apa aja?"
"Apa aja asal lo bisa maafin gue."
Perlahan Casya membalas pelukannya, merasakan dulu dekapan yang ia rindukan. Ia nyaman dengan sandaran itu, tidak ada yang mau ia sandari selain dia.
"Gue punya permintaan," kata Casya akhirnya.
"Apa? Minta apa pun bakal gue turuti."
Casya menggeleng pelan. "Nggak aneh kok, gue mau makan berdua sama lo, nggak ada yang boleh gangguin kita."
David tersenyum, ia kira permintaan apa. "Tapi nggak sekarang, gue takut lo kenapa-napa nantinya."
Ia melepaskan pelukannya. "Terserah, sekarang gue laper, ambilin makanan dong," mintanya.
David memajukan wajahnya hingga hanya beberapa senti saja jarak wajah mereka. Ia melihat bibir itu, yang biasanya pink sekarang putih seperti kulitnya. "Kapan terakhir kali lo makan?" tanyanya mengintimidasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hoodie (TAMAT)
Teen FictionCerita masih lengkap :' Semua orang pasti mempunyai rahasia. Tidak terkecuali gadis ini. Rela pindah ke kampus lain demi menyembunyikan identitasnya yang asli. Dibalik hoodie, kaca mata hitam dan rambut panjangnya ada rahasia. Hanya keluarga dan Tuh...