Satu tahun kemudian ....
Dengan cepatnya jalan waktu. Di satu tahun terakhir kebersamaannya dengan Casya. David hanya memanjakan gadis itu. Hingga setelah David lulus dari studi belajarnya dia lekas melamar gadis yang akan dibuatnya bahagia itu. Masih sama seperti dulu, sikap orang tua Casya acuh terhadap anak bungsunya sendiri. Tanpa ada raut semangat di wajah keduanya, mereka menerima saja apa yang akan dilakukan Casya. Seolah gelar orang tua Casya hanyalah nama.
David tahu hati gadis pujaannya itu tengah terluka melihat raut datar kedua orang tuanya. Dalam hatinya ia berjanji setelah acara pernikahan ini selesai akan ia hilangan perasaan sakit itu. Untuk saat ini dia hanya bisa mengelus pelan bahu Casya.
Casya menoleh. Ia tersenyum pada orang yang sudah resmi menjadi suaminya itu. Dengan manja dia menggaet lengan David. Sebelum suasana itu diganggu oleh satu orang yang menepuk bahu Casya berkali-kali.
"Udah udah, jangan buat mata gue sakit," canda Stevan pura-pura mengucek kedua matanya. Dalam tiga cowok bersahabat itu hanya Stevan yang belum mendapatkan jodoh.
Tawa David keluar. Dia menepuk bahu cowok itu keras dua kali. "Sabar, Van. Ada saatnya lo dapat nanti."
Tangan Stevan menyingkirkan tangan sobatnya itu. "Gue juga tahu, tapi Vid semalam gue dapet mimpi kalo jodoh gue bukan di negara ini. Menurut lo gimana tuh?"
"Ya bagus dong lo dapet cewek bule," jawab Bryan yang sudah ada di samping David sisi lain bersama Cinta. "Cari yang bibit unggul, Van," bisiknya bersuara pelan yang hanya didengar oleh mereka berlima. Kontan mereka tertawa kecuali Stevan, dia memasang wajah cemberut aneh.
Bryan beralih ke sobatnya yang memiliki pasangan hidup. "Oh ya, selamat buat lo, Vid." Ia berjabat tangan dengan David lalu menubrukkan bahu mereka. Menepuk-nepuk punggung David pelan.
"Thanks," ucap David di telinga Bryan.
Sebelum Bryan melepaskan itu dia berbisik, "Jaga Casya baik-baik, di lain sisi gue bakal lebih merhatiin Cinta." Kemudian dia menjauhkan diri.
Sementara Bryan berbicara dengan David dan Stevan. Cinta berjalan pelan ke samping adiknya. Ia mendekatkan diri dan berbisik, "Lo udah punya cowok, jangan naksir ke cowok gue lagi ya."
Casya menatap kakaknya dengan senyum, dia mengangguk. "Aku nggak akan ganggu kalian, karna kebahagiaan aku ada pada David."
"Bagus."
•••
"Casya bantuin ya, Ma." Melihat Rindi berkutat sendiri di dapur ia jadi tak enak hati membiarkannya.
"Casya, boleh boleh. Kamu tolong siapin piringnya di meja makan ya," suruh Mama David tanpa menoleh, sebab beliau tengah sibuk meniriskan ikan.
"Oke, Ma." Casya menurut apa yang dibilang Rindi, menyiapkan piring dan sendok di meja makan, sekalian juga membawa sayur, nasi serta lauknya ke meja makan. "Udah, Ma?" tanyanya selepas menyelesaikan tugas itu semua.
Rindi mengangguk. "Makasih ya, Sayang. Sekarang kamu bangunin David, Mama mau bangunin Papa sama Milla." Setelah menepuk pelan pipi Casya beliau lebih dulu pergi.
Casya juga segera naik ke kamar David yang kini sudah menjadi kamarnya juga. Di dalam sana masih terlihat lelaki itu memeluk guling, wajahnya tenang sekali ketika tidur. Casya yang melihat itu jadi tidak tega untuk membangunkannya. Apalagi setelah David lulus dia langsung menjadi pewaris perusahaan Papanya. Usai pernikahannya sebulan lalu om Anton—Ayah David menyuruh lelaki itu untuk mempelajari semua susunan perusahaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hoodie (TAMAT)
Teen FictionCerita masih lengkap :' Semua orang pasti mempunyai rahasia. Tidak terkecuali gadis ini. Rela pindah ke kampus lain demi menyembunyikan identitasnya yang asli. Dibalik hoodie, kaca mata hitam dan rambut panjangnya ada rahasia. Hanya keluarga dan Tuh...