Dua minggu berlalu, hanya cewek itu yang belum menyadardan diri. Kini, tiga pria itu lagi yang menjaganya seperti biasa. Karna keluarga aslinya memang sudah tak menganggapnya ada di dunia ini. Lalu bagaimana jika hal itu akan benar terjadi? Akankah mereka merelakannya atau masih acuh padanya.
Di tubuh David hanya ada bekas luka ringan, dia tak terlalu parah di bandingkan dengan keadaan Casya. Kata dokter, gadis itu belum ada perkembangan sama sekali. Membuat David semakin menyalahkan dirinya atas kejadian ini.
Bryan mengelus pundak David. "Casya pasti bisa ngelewatin ini semua Vid, lo yang sabar ya," katanya, mencoba membangkitkan lagi semangat cowok itu.
David tak bergeming, ia hanya diam memandangi tubuh Casya di brankar dengan semua alat medis melekat di tubuhnya. Hingga pemikiran aneh melintas di pikirannya,
"Kenapa nggak gue aja yang nempatin posisi Casya?" ucapnya sendiri.
"Lo nggak boleh ngomong gitu. Ini semua takdir Vid, lo nggak bisa seenaknya ngubah nasib setiap orang. Yang penting sekarang, lo harus bisa berpikir positif, buat Casya semangat untuk melewati masa kristisnya, bukan malah pesimis gini," cerca Stevan mengingatkan.
"Semakin Casya diam, dia buat gue semakin merasa bersalah Stev. Ini semua salah gue, seharusnya gue yang ada di brankar itu, bukan dia."
Stevan menggeleng menepuk bahu David. "Kita semua ada di sini, selalu dukung lo sama Casya kapan aja. Jadi jangan mudah pasrah gitu, kalau lo aja gini, lalu Casya gimana? Dia pasti juga sedih ngeliat lo lembek kayak gini."
"Tauk, semangat dikit dong," timpal Bryan ikut menyemangati. David hanya mengangguk pelan tak bersemangat sama sekali. Ia terlanjur syok dengan kejadian ini, ditambah ini semua adalah kesalahannya.
Tak lama saat mereka tidak lagi mengangkat bicara, suara pelan itu memenuhi ruangan.
"Ibu ...," gumam Casya hanya menggerakkan bibirnya.
Kontan ketiganya menatap Casya sebelum menghampirinya. Cewek itu perlahan membuka mata.
"Stev, panggil dokter Stev," suruh David menepuk bahunya berkali-kali.
"Oke oke." Barulah Stevan keluar memanggil dokter.
Sementara David duduk di sebelah Casya memegang tangan. "Sya, akhirnya lo sadar juga," riangnya sesekali mengecup punggung tangan Casya.
Casya tak merespon, ia hanya melirik David dan Bryan bergantian. Seakan mengenali mereka. Tapi siapa.
Dokter tiba dengan Stevan di belakangnya. "Mohon kalian semua keluar sebentar," suruhnya.
"Ayo Vid," ajak Bryan memegang bahunya, mengetahui pria itu tidak akan keluar sebelum dipaksa.
Ketiganya ada di luar, melihat apa yang dilakukan dokter itu melalui jendela kaca besar yang langsung mengarah ke cewek itu. Hanya saja tempatnya kedap suara, jadi tidak bisa mendengar apa yang dikatakan dokter itu dengan Casya.
Ketika dokter itu selesai dengan tugasnya dan keluar, mereka menghampirinya. "Apa ada hal serius?" tanya Stevan.
"Saya ingin bicara dengan keluarganya," minta dokter.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hoodie (TAMAT)
Teen FictionCerita masih lengkap :' Semua orang pasti mempunyai rahasia. Tidak terkecuali gadis ini. Rela pindah ke kampus lain demi menyembunyikan identitasnya yang asli. Dibalik hoodie, kaca mata hitam dan rambut panjangnya ada rahasia. Hanya keluarga dan Tuh...