Ada tiga pesan chat dari Lingga, yang menanyakan mengapa semalam aku menghilang dari toko kuenya. Sampai pagi ini, aku sudah belasan kali membaca pesan chat itu. Hanya membaca pesan chat tanpa membalas apa pun. Aku tidak tahu harus membalas apa. Tidak mungkin kan, aku balas bahwa aku takut berharap dan jatuh cinta padamu? Cih! Sinetron banget!
Aku membuang napas pelan, bukan menyesali keputusanku semalam, tapi menyesali takdirku mengapa aku tidak secantik Nalisa. Sedikit saja. Sepersepuluhnya saja.
Layar ponselku sudah kembali gelap.
"Aku harus profesional! Lingga kan klienku!" ucapku menyemangati diri sendiri. Aku menatap layar laptop yang hanya menampakan lembar kosong. Draft logo untuk Toko Kue Matahari masih belum selesai. Otakku tiba-tiba terasa buntu untuk membereskan pekerjaan ini.
Sepertinya aku perlu keluar mencari udara segar. Aku hendak bangun untuk mengambil tas berisi buku sketsa dan kamera. Ketukan pintu kamarku menghentikan langkahku. Aku menoleh ke arah pintu.
"Siapa?" tanyaku ke arah pintu.
"Aku, Ra! Nalisa." Suara cempreng itu membuyarkan lamunanku. Sepersekian detik tadi aku sempat berharap Lingga yang mengetuk pintu kost. Haha... bodoh! Mana mungkin!
"Ya, sebentar." Aku berjalan malas ke arah pintu.
Pintu kamar kubuka, senyuman lebar Nalisa muncul di sana. "Kenapa?" tanyaku.
"Sebal, kemarin kamu ke rumah nggak nungguin aku pulang!" katanya sambil cemberut.
"Aku cuma mampir. Diajak Mbak Tina buat foto-foto di kedai kopi untuk materi di majalah bulan depan." Aku meletakkan kembali kardigan dan tasku di atas meja kerja. Urung pergi.
"Huh... kamu pasti nggak mau ketemu aku, kan? Bosan ya ketemu aku melulu." Nalisa merajuk.
"Ya, itu tahu." Sahutku asal, membuat bibir Nalisa semakin memberengut.
"Huh! Dasar manusia kejam!"
"Mau ngapain? Minta temani belanja lagi?"
"Nggak. Aku mau kasih tahu sesuatu," Nalisa merogoh tas tangannya dan mengeluarkan ponsel. "Ada akun fotografi keren yang sedang viral gitu. Terus-terus... ternyata dia beberapa kali posting fotoku dong. Kok bisa, ya? Dia pengagum rahasiaku pasti tuh, Ra." Nalisa antusias sekali sambil menunjukan sebuah akun Instagram kepadaku.
Awalnya aku tidak terlalu peduli hingga aku membaca ID Instagramnya, aku tersentak dan tertegun sebentar.
"Kenapa followers-nya jadi banyak banget begitu?" gumamku tanpa sadar.
"Heh? Kamu tahu akun ini? Oh iya, kamu kan suka fotografi juga pastinya tahu ya akun ini. Ini keren banget, sumpah! Lagi banyak dibahas di artikel Internet gitu. Katanya dia punya skill fotografi dan editing tingkat profesional. Mungkin karena itu followers-nya melejit."
Aku mengambil ponsel Nalisa dan membuka mataku lebih lebar. Nggak salah lagi, ini kan akun instagram yang aku buat. Terakhir aku login mungkin sekitar dua pekan yang lalu dan followers-nya seingatku masih kisaran di bawah sepuluh ribu. Ini kenapa bisa melejit jadi tujuh puluh ribuan?
"Kamu nggak tahu akun Instagram ini punya siapa?" tanyaku mencoba mengetes Nalisa.
Nalisa menggeleng, aku melepaskan napas lega.
"Kamu tahu, Ra?" Nalisa bertanya balik.
"Nggak." Jawabku cepat.
"Editan fotonya keren-keren banget. Dia ada posting fotoku tiga atau empat kali. Tapi kok aku nggak sadar ya, kapan difoto begini sama dia? Ah, peduli amat, yang penting di setiap jepretan fotonya aku kelihatan lebih cantik! Memang semua fotoku diambil di tempat umum, sih. Wah, fix! Pasti dia penggemarku." Nalisa masih sangat antusias, "Nih lihat Ra, yang ini pas aku lagi di mall, ini di taman dekat kos kamu yang dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kue Untuk Fayra
RomanceAku Fayra, seorang fotografer dan desainer freelance. Dengan kemampuanku memanipulasi foto aku menjadi seorang yang cukup terkenal di dunia maya. Gadis cantik bertubuh langsing. Tapi... itu bukan aku yang sebenarnya. Aku di dunia nyata hanya seoran...