Deadline Deadline

655 74 0
                                    

Hari ini hari libur nasional, aku ingin istirahat seharian di kamar kos. Baru sehari kerja kantoran energiku rasanya sudah banyak terkuras. Ditambah lagi, semalam bertemu Lingga dan aku malah kabur karena gugup. Aku jadi susah tidur karena kepikiran hal itu terus.

Semoga dia tidak sempat melihat layar ponselku yang menampilkan akun Instagram rahasiaku. Tidak bisa kubayangkan jika dia tahu aku adalah orang dibalik akun Instagram yang sedang banyak dibicarakan itu. Hampir semua artikel bilang, pemilik akun Instagram itu adalah gadis muda yang cantik dan sangat berbakat fotografi.

Aku mengambil ponsel dan membuka akun Instagram. Mengunggah foto diriku yang sudah kuedit sedemikian rupa. Bagian tangaku memegang secangkir kopi hangat, tentu saja jari-jariku sudah diedit jadi lebih kurus. Aku merasa puas dengan hasil editan fotoku, walaupun terkadang aku jadi merasa benar-benar berubah.

Sudah terposting.

Tidak ada lima menit kemudian komentar dan suka untuk fotoku bermunculan. Aku membaca komentar satu per satu. Rasanya aku jadi semakin sering memposting foto-foto hasil editanku beberapa hari terakhir. Menyenangkan ketika merasa banyak orang yang memperhatikanku dan memujiku seperti ini. Hal yang tidak pernah kurasakan di dunia nyata. Inikah rasanya menjadi cantik dan diperhatikan?

Aku tahu, sebenarnya aku sedang membohongi diriku sendiri. Tapi, bukankah tidak apa-apa karena aku tidak merugikan orang lain?

"Ra, bukain pintu dong! Nalisa, nih!" Aku terlonjak, buru-buru keluar dari akun Instagram rahasiaku dan menutup laptopku yang tadi masih menampilkan aplikasi editing foto.

"Ya!" sahutku sambil berlari ke arah pintu.

Pintu terbuka, Nalisa yang hari ini terlihat cantik seperti biasa mengernyit ke arahku.

"Ngapain?" tanyaku.

"Kamu tuh yang habis ngapain? Kok kayak orang panik?" Nalisa curiga.

"Apa sih? Aku nggak ngapa-ngapain. Kamu yang ngapain ke sini? Masih pagi lho ini. Gagal deh aku menikmati hari liburku."

Nalisa manyun, "Aku berbaik hati ke sini mau bantuin kamu pindahan. Tapi, tadi kutanya Mbak kos kok dia nggak tahu kamu mau keluar dari sini? Terus kok kamarmu masih rapi? Kamu belum packing?"

"Memang aku nggak keluar kok."

"HAH! FAYRA! Jangan PHP deh, kemarin malam kan kamu sudah setuju buat balik ke rumah." Nalisa berkacak pinggang.

"Aku cuma tinggal di rumah kamu selama kerja di kantor. Kalau sudah nggak kerja di kantor itu, aku bakal balik lagi ke kos ini. Mbak Tina bilang aku cuma sebulan kok kerja di kantornya, sampai dapat pegawai baru. Dapat kamar kos kayak gini tuh susah, Sa. Nyaman dan cocok buat foto-foto di dalam kamar. Kalau aku keluar udah pasti kamar kos ini ditempati orang lain." Jelasku panjang lebar. Hanya pada Nalisa dan terkadang Tante Maria, aku bisa bicara banyak-banyak.

"Jadi kamu bakal tetap bayar biaya kosnya walaupun sebulan nggak tinggal di sini?" Nalisa bertanya sambil memasang wajah tidak percaya.

Aku mengangguk, "nggak masalah, aku kan nggak pelit kayak kamu."

"Huh! Sayang tahu uangnya!" Nalisa memutar bola matanya tidak setuju dengan keputusanku.

"Sa, aku kayaknya bilang mau pindahan besok deh. Kenapa kamu malah ke sini sekarang?"

"Kebetulan jadwalku hari ini diundur. Syuting iklannya di pantai tapi curah hujan lagi tinggi, makanya diundur. Besok juga aku libur. Jadi, kupikir bisa bantu kamu pindahan. Lagian, belakangan ini kita jarang banget bareng-bareng, aku kan kangen..." ucap Nalisa dengan nada manja di akhir kalimatnya, aku buru-buru menepis tangannya yang hendak merangkul bahuku.

Kue Untuk FayraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang