Rara Cake

719 85 4
                                    

Aku menghirup udara dalam-dalam ketika melangkah turun dari pesawat. Udara Indonesia yang sudah kutinggalkan selama tiga tahun terakhir ini. Hari ini aku kembali, sengaja tidak memberi kabar pada siapa pun termasuk Nalisa. Aku ingin memberi kejutan.

Aku menaiki taksi bandara menuju ke rumah Nalisa, kuharap artis sibuk itu sedang ada di rumah hari ini. Setidaknya, aku masih bisa bertemu Tante Maria yang juga kurindukan. Setelah menempuh berjalanan dua jam lebih, aku sampai di depan rumah Nalisa.

Aku mengetuk pintu rumah beberapa kali, suara wanita paruh baya yang memintaku menunggu terdengar dari dalam rumah. Beberapa saat kemudian pintu terbuka.

Tante Maria berdiri, mengenakan celemek dan memegang sendok sayur. Hari ini memang masih pagi, pukul enam pagi, jam-jam di mana Tante Maria sedang memasak menyiapkan sarapan.

Matanya membulat menatapku dari ujung kepala hingga ujung kaki, lalu beralih ke koper besar yang ada di sebelahku. Wajahnya tampak kaget dan bingung. "Maaf, ingin mencari siapa?" Tanya Tante Maria

Aku membuka kacamataku, "Tante Maria, apa kabar?" tanyaku sambil tersenyum.

Tante Maria refleks menjatuhkan sendok sayur yang dia bawa dan langsung memelukku, "Fayra! Astaga Fayra! Kamu kemana saja! Dasar anak nakal, tiga tahun sama sekali tidak pulang. Kamu tidak kangen dengan rumah ini?" Tante Maria langsung mengomel. Omelannya kali ini sama sekali tidak ada selipan kata-kata yang menyinggung tubuhku yang terlihat makin gemuk atau makin kurus. Aku terkekeh pelan.

"Maaf, aku sibuk sekali. Tapi kan, aku selalu video call setiap akhir pekan." Kataku sambil melepaskan pelukan Tante Maria. Aku merasa agak sesak dipeluk terlalu erat.

"Di video call tante nggak tahu kamu sekarang jadi lebih cantik begini. Pangling. Sudah, sudah, ayo masuk dulu." Tante Maria menarikku masuk ke dalam rumah. Sampai-sampai aku hampir lupa meninggalkan koperku di luar.

Dengan heboh seperti biasa Tante Maria memanggil Nalisa dan Om Sudrajat yang masih berada di kamar. Aku segera membuka mantel dan menggulung lengan pakaianku. Menuju dapur dan membantu Tante Maria memasak. Wajah Tante Maria yang menatapku sedang mengiris daun bawang tampak bingung dan kaget.

"Aku belajar masak lho Tante, selama di Singapura. Jadi jangan khawatir."

Tante Maria menggeleng, "Astaga... kamu banyak berubah. Bagaimana bisa jadi secantik ini?"

"Ah, yang benar?"

"Benar, lho...."

"Tapi, aku nggak akan pernah bisa menyaingi cantiknya Tante, hehe...."

"Dan sekarang pintar gombal juga, dasar kamu ini! Di Singapura itu belajar apa sih sebenarnya?" ucap Tante Maria dengan suara sok mengomel.

Aku tertawa menanggapinya.

"Syukurlah, Ra, kamu kelihatan sehat dan bahagia. Aku itu lho, sebal dengan Om kamu. Setiap meminta ditemani ke Singapura ada saja alasannya. Katanya takut aku histeris dan mengganggu kuliah kamu." Tante Maria cemberut.

"Sekarang aku kan sudah di sini Tante. Aku juga sepertinya akan tinggal di sini lagi."

"Oh ya? Serius? Kamu mau tinggal di rumah ini lagi?"

Aku menggeleng, "Bukan... aku ingin membeli lagi rumah Ayah dan Bunda yang pernah dijual. Aku dapat kabar dari Om Sudrajat kalau pemiliknya meninggal dunia dan rumahnya akan dijual."

"Ya, baguslah, jadi dekat, kan. Kamu juga pasti senang bisa menempati lagi rumah masa kecil kamu." Ucap Tante Maria.

Aku mengangguk.

"Omong-omong Tante, Nalisa ada di rumah?"

"Dia sedang di Lombok sudah seminggu ini. Ada syuting. Huh, dia sekarang sibuk sekali selama menjadi artis." Tante Maria cemberut sambil kembali masuk dapur dan menyiapkan masakananya.

Kue Untuk FayraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang