Aku melongo saat keluar dari kamar mandi, handuk melilit di kepalaku untuk mengeringkan rambut yang basah. "pakai alasan apa lagi kamu masuk sini, Sa?"
"Hai, Ra! Sudah selesai mandi?"
"Gimana kamu masuk sini?" tanyaku sekali lagi.
Entah sejak kapan, Nalisa sudah tengkurap di kasur dengan laptopku di depannya, nyengir ke arahku, "tadi aku minta Mbak kos ambilin kunci duplikat. Aku bilang aja, kamu sejak semalam aku coba hubungin nggak ngerespon, aku takut kamu kenapa-kenapa, Ra?" sahutnya sambil memasang muka memelas ala kucing kelaparan.
Aku membuang napas, "Basi. Mbak kos itu masih mempan aja kemakan alasan kamu yang itu-itu aja. Heran!"
"Hahaha...." Nalisa terkekeh lucu.
"Kayaknya aku mesti pindah kos. Keamanan di sini kurang oke banget." Aku memberengut sambil berjalan ke meja belajar sekaligus meja riasku yang seadanya.
"Kamu kabur ke ujung dunia juga bakal aku tempelin terus." sahut Nalisa lurus.
Aku hanya bisa menggeleng-geleng pelan. Sejak masih SD sepupuku satu-satunya ini selalu menempel ke manapun. Tinggi badannya 168cm dengan berat badan yang hanya 50 kg. Orang-orang bilang wajahnya semulus artis Korea. Kuakui itu benar. Dia punya kulit putih yang cerah dan wajah yang mungil. Nalisa tidak hanya cantik tapi juga ramah membuat penggemarnya semakin bertambah sejak kami masih anak-anak.
Kenyataan ini membuatku muak, karena dirinya terlalu cantik. Sementara aku... ah, sudahlah!
Aku juga tidak bisa mengusirnya, maksudku aku tidak pernah berhasil mengusirnya. Tidak tahu apakah karena dia tidak peka atau memang dia sengaja selalu menempeliku. Bukan berarti Nalisa tidak punya teman. Temannya banyak, tapi dia selalu meluangkan waktu untuk bersamaku, oh, lebih tepatnya menggangguku. Kadang aku berpikir, apakah dia selalu menempeliku karena kasihan melihatku sendirian? Dan, pikiran itu justru makin menyakitkan untukku.
Akulah yang tidak punya teman. Aku menarik diri karena banyak kenangan buruk di masa lalu. Aku lebih suka berada di dalam kamar kos mengerjakan pekerjaanku sebagai fotografer dan desainer grafis paruh waktu. Bekerja keras dan menabung uang sebanyak-banyaknya—walaupun aku belum punya tujuan untuk apa nanti uangnya—itulah caraku membunuh waktu dan mengabaikan kenangan-kenangan burukku yang masih selalu bergentayangan dalam ingatan.
Aku mendesah putus asa, ketika melihat ke arah cermin, apalagi ada Nalisa di kamar ini. Aku jadi merasa tambah buruk rupa.
Aku menghidupkan hair dryer, supaya rambutku cepat kering. Dengan gerakkan cepat Nalisa melompat dari tempat tidur dan merampas hair dryer-ku sambil cemberut. "Pakai ini tuh rambut kamu jadi makin kering, patah-patah, terus rusak. Huh! Biar kering alami aja sih, Ra."
"Bawel ah, siniin!" Aku berusaha mengambil kembali hair dryer milikku. Gagal, karena tubuh Nalisa lebih tinggi semampai seperti botol anggur yang cantik, daripada tubuhku yang mirip roti pisang cokelat, bulat bantat.
"Hari ini aku ada janji ketemu orang yang mau kasih job nih, harus berangkat setengah jam lagi. Mana bisa rambutku kering alami dalam waktu sesingkat itu?" ucapku sambil melayangkan pandangan galak.
Nalisa mengembuskan napas sebal, "Yah.. kalau mendesak okelah." lalu memberikan hair dryer itu. "Tapi, pakainya jangan kelamaan. Terus, ini cuma sebulan sekali aja! Besok-besok kalau keramas harus kering alami, ya. Besok aku beliin kamu vitamin rambut!"
"Bawel!" sahutku ketus. Namun Nalisa tidak terlihat peka sama sekali kalau aku tidak suka sifatnya yang tergila-gila dengan semua hal yang berhubungan dengan kecantikan. Aku sebal. Sebal sekali... dengan apa pun yang berhubungan dengan kecantikan. Bagiku, berada di sampingnya seperti kutukan yang tidak adil. Ada orang yang terlahir cantik, ada orang yang tidak cantik.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kue Untuk Fayra
RomanceAku Fayra, seorang fotografer dan desainer freelance. Dengan kemampuanku memanipulasi foto aku menjadi seorang yang cukup terkenal di dunia maya. Gadis cantik bertubuh langsing. Tapi... itu bukan aku yang sebenarnya. Aku di dunia nyata hanya seoran...