Tiga tahun sudah berlalu sejak aku tinggal di Singapura. Hari ini adalah hari paling bahagia untukku. Pagelaran busana pertama dalam hidupku. Aku tidak pernah menyangka, bahkan untuk berharap saja aku merasa terlalu muluk. Namun hari ini datang, berkat kerja keras dan dukungan orang-orang yang mencintaiku.
Aunty Emilly banyak sekali membantu, orang yang selalu menyemangatiku hingga aku bisa sampai di tahap ini.
Tiga tahun berjalan begitu cepat. Tiga tahun menjadi waktu di mana aku merasa lelah namun menikmati semua prosesnya dengan bahagia. Aku berlajar mati-matian untuk mencintai diriku sendiri. Ya, berdamai dengan takdir memang tidak semua itu. Setiap orang punya proses dan waktu yang berbeda.
Hanya, kita perlu membuka mata dan hati lebih luas, melihat di sekitar kita begitu banyak orang yang mencintai kita dan ingin kita menjadi bahagia dengan setulus-tulusnya.
Kesalahanku selama ini adalah, aku terlalu fokus pada orang-orang yang memberi kesan buruk padahku, hingga aku tenggelam dalam perasaan benci yang tebal. Aku tidak bisa mencintai diriku sendiri. Aku hanya bisa membenci dan membenci apa pun yang takdir berikan untukku.
"Kamu gugup banget, Ra?" Nalisa duduk di meja rias, aku berdiri di belakangnya sambil menggosok-gosokan kedua telapak tangaku yang mengeluarkan keringat dingin.
"Banget! Ini pagelaran busana pertamaku."
"Semuanya selalu ada yang pertama untuk sukses, Ra. Aku juga, dulu aku masih ingat waktu pertama kali audisi untuk menjadi bintang iklan. Bunda memarahiku karena aku gagal. Tapi lihat, sekarang aku sudah seperti ini. Bahkan aku bisa mengenakan pakaian yang kamu desain!" Nalisa menyemangatiku, perasaanku jadi terasa jauh lebih baik.
"Benar, aku berjuang keras selama tiga tahun untuk ini semua. Aku nggak boleh merusaknya cuma karena aku gugup. Iya, kan?"
"Betul!" ucap Nalisa semangat. Membuat perias wajahnya menatap kami dengan tatapan agak kesal. Karena menganggunya yang sedang memulas wajah Nalisa dengan warna-warna make-up yang cantik.
"Satu lagi Ra, sekarang kamu jauh lebih cantik." Nalisa menunjuk ke arah cermin.
"Ahaha... jangan gomballah!"
"Serius, perubahanmu selama tiga tahun ini luar biasa banget, lho. Kalau Lingga melihatmu sekarang, mungkin dia akan menyesal karena menikahi gadis lain."
"Sudah kubilang jangan sebut dia!"
"Ya... maaf..."
Kamu tertawa bersama. Perias wajah yang tidak mengerti bahasa Indonesia itu menatap kami berdua dengan wajah yang semakin sebal.
**
Aunty Emilly duduk di sebelahku, menggenggam tanganku sejak tadi. Kami duduk di baris paling depan, tak henti-henti Aunty Emilly bilang bahwa bangga sekali padaku. Aku juga, untuk pertama kalinya aku merasa bangga pada diriku sendiri. Aku merasa bahagia berhasil mewujudkan mimpiku dengan kerja keras tiga tahun terakhir.
Seorang MC International membuka acara dengan menyenangkan, namun jantungku sejak tadi tidak berhenti beredebum-debum. Mengalirkan perasaan bahagia. Sayangnya Tante Maria dan Om Sudrajat tidak bisa datang, karena kesibukan Om Sudrajat di kantor sedang dinas ke luar pulau jawa. Aku tetap senang, aku akan mengirimkan rekaman video acara ini kepada mereka nanti.
Setelah kata-kata pembukaan yang dibawakan MC, para model yang kupilih sendiri termasuk Nalisa mulai berjalan di panggung silih berganti. Setiap langkah mereka tersorot lampu dan musik pengiring yang membuat mereka semakin terlihat mempesona.
Melihat para model yang mengenakan pakaianku tampak cantik, rasanya ini kebahagian terbesar yang kurasakan sejak aku lahir. Berlebihan? Mungkin. Tapi aku memang sedang sesenang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kue Untuk Fayra
RomanceAku Fayra, seorang fotografer dan desainer freelance. Dengan kemampuanku memanipulasi foto aku menjadi seorang yang cukup terkenal di dunia maya. Gadis cantik bertubuh langsing. Tapi... itu bukan aku yang sebenarnya. Aku di dunia nyata hanya seoran...