"Ra, si fotografer misterius itu akhirnya posting foto dirinya, lho! Ternyata dia betulan cewek. Huh... aku kok kecewa, ya...." Nalisa berguling-guling tidak keruan di kasur kamar kosku. Aku tidak terlalu menggubrisnya, sedang asyik dengan pekerjaan di laptop.
"Ra!" Nalisa yang merasa tidak ditanggapi memanggil-manggil namaku.
"Kenapa kecewa?" Terpaksa aku menoleh, menanggapinya.
Sejak awal kan aku memang perempuan! Bodoh! Lagi pula kenapa cewek ini gampang sekali terpesona dengan sesuatu yang belum jelas, sih? Tambahku dalam hati.
Nalisa tampak manyun sambil menatapku, "Dasar! Cewek dingin!"
Aku membuang napas, "Ra, fans kamu tuh udah banyak sekarang. Lagipula apa bedanya fans cewek dan cowok? Sama aja, kan. Kamu berharap dia cowok supaya bisa dipacarin?"
"Ya, keren aja sih. Sudah kelamaan aku jomlo."
Aku mengernyit, "Sebulanan lalu kata Tante Maria kamu pergi kencan, lho. Sudah putus?"
"Kencan? Yang mana? Oh, oh, yang Malam Minggu kamu ke rumah aku dan kita nggak ketemu itu? Bukan kencan kok. Cuma ketemu cowok aja. Memangnya kalau ketemu cowok selalu kencan?" Nalisa memutar bola matanya.
"Menurutku sih begitu." Sahutku asal.
"Hah, serius? Jadi selama ini kalau kamu ketemu klien cowok, kamu kencan sama dia?" Nalisa memekik sok mendramatisir.
"Ya, nggak gitu juga, aku kan kalau ketemu klien selalu ngajak kamu. Nggak pernah berdua... kecuali...." Aku buru-buru mengerem ucapanku. Lagi, aku teringat Lingga. Tentu saja, sepertinya hanya aku yang menganggap pertemuan-pertemuan kami semacam kencan.
"Kecuali?"
"Nggak ada kecuali. Sudah ah, kalau mau numpang wifi di sini, jangan berisik! Ganggu aku kerja, tahu nggak!" omelku.
"Iya, iya, maaf." Nalisa cemberut dan kembali asyik dengan ponselnya sambil berbaring di kaskurku.
Begitulah, aku tidak terlalu ingat sudah berapa lama sejak hari terakhir menerima telepon dari Lingga. Setelah itu kami benar-benar tidak pernah berhubungan lagi. Dia tidak menghubungiku. Apalagi aku. Aku tidak mungkin berani menghubunginya. Namun, aku tidak pernah berhenti mengingatnya walau cuma sebentar saja.
Aku ingin bertemu lagi... sungguh. Tiap kali aku memberanikan diri untuk mampir ke kedai kuenya aku justru ketakutan dan mundur teratur. Takut dia sudah tidak mengenaliku. Takut dia sudah tidak seramah sebelumnya. Belum lagi, bayangan wanita cantik dan langsing yang pernah kulihat sekitar seminggu lalu berjalan beriringan dengannya entah mau ke mana. Mungkin... kencan?
Untuk kedua kalinya aku jatuh cinta dan berakhir sebelum memulai apa pun.
Hari-hariku kembali hanya disibukkan dengan pekerjaan desain grafis paruh waktu, biasanya aku dapat job dari portfolio website yang aku publish di Internet , lalu tambahan pekerjaan yang hampir rutin setiap bulan dari Mbak Tina. Aku menenggelamkan diriku dalam kesibukan kerja supaya aku tidak perlu terlalu lama menggalau soal patah hati.
Ponsel Nalisa berbunyi, kemudian dia tampak sibuk dan terburu-buru.
"Ra, Ra, aku lupa hari ini harus ke salah satu majalah ada pemotretan gitu. Aku pulang dulu, ya!" Nalisa sudah menyambar tasnya dan setengah berlari ke arah pintu kamar kosku.
"Oke, hati-hati nyetirnya." Ucapku sebelum dia menutup pintu kamar kosku.
Kepalanya menyembul sedikit dari pintu kamarku, "Siap! Kamu juga, please mukanya jangan kusut melulu!"
Mau tak mau aku menyengir mendengar ucapan Nalisa sesaat sebelum dia lenyap di balik pintu kamarku. Dia memang menyebalkan, tapi aku tahu dia begitu perhatian. Kalau tidak ada Nalisa mungkin aku akan semakin merasa sebatang kara.
Nalisa sudah pergi, aku meraih ponselku dan mengecek akun Instagramku. Beberapa hari terakhir aku jadi semakin rutin membuka akun Instagram palsuku untuk sekadar bersenang-senang dan menghabiskan waktu. Beberapa foto diriku yang kuambil menggunakan tripod, aku mengedit gambar latar belakangnya menjadi lebih menarik. Ya, karena kebanyakan latar belakangnya adalah di kamar kosku sendiri. Pastinya aku juga mengedit bagian tubuhku. Aplikasi editing foto itu semacam sihir untuk menjadi cantik dan lebih menarik bagiku.
Nalisa menjelma menjadi bintang iklan yang sedang populer dalam waktu singkat karena menjadi pemeran di salah satu film layar lebar, beberakali ikut me-repost foto yang kuunggah di akun Instagram ini. Membuatku punya semakin banyak penggemar dan komentar. Sejauh ini tidak ada komentar negatif atau yang mencurigaiku memanipulasi foto.
Dari sini aku pun jadi semakin yakin, bahwa di dunia ini kebanyakan orang mengagungkan kecantikan. Mungkin benar ungkapan dari mata turun ke hati, semua hal bergantung pada penglihatan luar dulu baru bisa menjadi suka.
Di kolom pencarian aku mengetikkan akun Toko Kue Matahari, menelusurinya sebentar, aku menemukan akun Instagram pribadi milik Lingga. Tanpa kuminta, bibirku tertarik sendiri menghadirkan senyum yang muncul begitu saja. Sebegitu rindunya aku pada lelaki itu, ya?
Dia terlihat baik-baik sana dan semakin keren di foto-foto Instagramnya. Beberapa foto dirinya dan kerabat atau temannya, beberapa lagi foto kue-kue yang dia buat.
"Ah, sial, kepencet tombol follow!" aku pun panik. Kalau aku tekan tombol unfollow lagi bagaimana ya? Mataku justru memelotot, belum ada satu menit kemudian akun Instagram Lingga followback akun Instagramku! Mati aku! Bagaimana ini?
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Kue Untuk Fayra
RomanceAku Fayra, seorang fotografer dan desainer freelance. Dengan kemampuanku memanipulasi foto aku menjadi seorang yang cukup terkenal di dunia maya. Gadis cantik bertubuh langsing. Tapi... itu bukan aku yang sebenarnya. Aku di dunia nyata hanya seoran...