Kue untuk Fayra

1.8K 146 47
                                    

"Mbak Fayra, pacarnya sudah menunggu di depan toko." Kiara buru-buru menghampiriku yang sedang menggambar sketsa pakaian.

"Pacar?" aku tersentak, "Seingatku aku nggak punya pacar, lebih tepatnya nggak pernah punya."

Kiara tertawa, "Mbak Fayra bisa saja deh merendahnya. Sudah Mbak, ditemui dulu kasihan nunggu lama. Tokonya serahkan saja ke Kiara. Nanti kalau sudah waktunya tutup Kiara titip kuncinya ke rumah Tante Maria. Sip, kan?"

"Aku cek ke depan dulu ya, siapa sih yang ngaku-ngaku jadi pacarku?" kataku sambil menggerutu berjalan ke arah luar butik.

Mataku membelalak, Lingga berdiri di depan butik. Aku mengucek mataku untuk memastikan aku sedang tidak salah mengenali orang.

"Naik sedan tua nggak apa-apa, kan?" kata Lingga sambil menghampiriku. Aku merasa de-javu dengan kalimat yang diucapkan Lingga barusan.

Hari ini dia terlihat keren dengan stelan kemeja hitam dan jeans warna hitam, maksudku dia memang selalu terlihat keren dan hari ini lebih keren dari biasanya.

"Kita mau ke mana?" tanyaku sambil menghampirinya. Jantungku berdebar tak keruan. Bolehkah aku berharap kali ini benar-benar bukan jatuh cinta yang berakhir tidak menyenangkan? Bolehkah aku berharap, ini sebagai kencan. Oh, tidak, aku melupakan sesuatu. Lingga mengajakku pergi pasti karena mau mengintrogasi mengenai Rara.

"Ke tempat yang penting. Semalam aku sudah bilang, aku akan membuatmu ingat lagi padaku."

"Ingat? Ingat apa maksudmu? Selama ini aku selalu mengingatmu memikirkanmu setiap hari. Ah, maksudku...." Bodoh! Aku keceplosan bicara.

"Haha... terima kasih, karena selalu memikirkanku. Tapi, yang kumaksud bukan ingatan yang itu, ingatan yang lain?" Pandangan Lingga terasa teduh menatapku. Jantungku berdisko dan sulit kukendalikan.

Lingga membukakan pintu mobilnya untukku. Mobil sedan tua dengan warna cat hitam yang hampir pudar, "Kalau mobilnya mogok bantu dorong, ya?" Katanya sambil masuk ke dalam mobil. Mau tidak mau aku tersenyum.

"Ingat nggak, waktu malam itu kamu kabur, setelah aku bilang mau antar kamu pulang naik mobil sedan tua ini?" Kata Lingga, aku mendadak kikuk teringat kenangan tempo hari. Aku kabur karena aku takut jatuh cinta padanya. Sementara waktu itu aku masih menganggap diriku sebagai itik buruk rupa yang tercebur ke selokan.

"Iya aku ingat, waktu itu... aku cuma... nggak mau merepotkan." Aku mencari alasan.

"Oh, bukannya waktu itu kamu beralasan kebelet buang air?" Lingga masih ingat alasan bohongku, "Jadi mana yang benar?"

"Ah... itu... maaf...."

"Kamu gugup, ya?" tanya Lingga sambil menatapku, "gugup karena khawatir mobilnya akan tiba-tiba mogok?" Lingga tertawa.

Gaya bicara Lingga jauh lebih santai dari biasanya kami mengobrol, maksudku mengobrol dengan sosok Fayra bukan Rara yang ada di Instagram. Panggilan "mbak Fayra" sudah lenyap berganti dengan "Rara". Harusnya aku senang karena terkesan lebih dekat. Tapi, aku justru terbebani. Setiap Lingga memanggilku dengan 'Rara', rasa bersalah karena membohonginya muncul lagi.

"Tentang Rara... aku minta maaf." Ucapku akhirnya setelah mengumpulkan keberanian. "Aku sama sekali nggak ada niat membohongimu sejak awal. Aku hanya ingin lebih dekat denganmu, itu saja. Dulu aku berpikir kalau aku mendekatimu sebagai Fayra yang jelek kamu pasti nggak akan tertarik, makanya... aku mendekatimu sebagai Rara." Aku bicara sambil menunduk tidak berani menatap wajah Lingga sedikit pun.

"Lalu?" Lingga menyahut, sambil mengemudikan mobilnya. Suasana di dalam mobil terasa dingin padahal mobil tua ini tidak punya fasilitas AC.

"Lalu, kamu boleh marah padaku sekarang, aku sudah siap. Kamu pasti kesal, kan? Ah... aku juga meminta tolong Nalisa untuk pura-pura menjadi Rara karena aku nggak punya keberanian untuk menemuimu saat itu. Jadi, kamu jangan marah pada Nalisa. Itu semua salahku. Kamu mungkin nggak akan mengerti, tapi...."

Kue Untuk FayraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang