Pagi hari itu, Lisa terbangun sendirian. Tak seperti semalam saat dia berada dalam pelukan Jungkook. Pria itu kini tak ada di sampingnya ketika ia membuka kedua matanya. Membuatnya mendengus karena Jungkook yang tak mengatakan apapun dan pergi begitu saja.
Pandangannya terhenti, pada sebuah nampan yang terletak di atas meja riasnya. Ada sebuah roti lapis yang diletakkan di atas piring, beserta dengan susu putih yang mengundang selera Lisa untuk mendekat saat itu. Benar, gadis itu begitu lapar pagi ini. Dan siapapun yang sudah membuatkan Lisa sarapan pagi ini, gadis itu sudah berdoa agar ia diberkati.
Gadis itu mengambil satu potong roti lapis itu, mengunyahnya dengan perasaan yang begitu senang karena akhirnya perutnya terisi. Dan dirinya baru menyadari, ada sebuah catatan kecil yang terselip di bawah gelas susunya.
Lisa memilih untuk mengambil catatan itu, dan tak berpikir dua kali baginya untuk mengenali tulisan yang tertulis disana.
"Minum susunya lebih dulu, setidaknya itu untuk meredakan mabuk dan menghilangkan alkohol di dalam tubuhmu. Dan juga, jangan terburu-buru untuk memakan rotinya. Perlahan-lahan saja. Maaf karena pergi dan tak memberitahumu. Aku ada kelas pagi ini. Dan jangan mencoba untuk melewati kelasmu lagi, Lalisa. Jika aku tak melihatmu pada saat jam 10, kau akan mati ditanganku."
Lisa hanya tersenyum kecil membaca pesan kecil dari seseorang yang ia sudah tahu siapa orang itu. Pun dengan gadis itu yang memilih untuk meminum susunya saat ini.
"Ck, pria itu benar-benar sangat manis. Jeon Jungkook, aku berharap kau akan mendapatkan gadis baik. Gadis yang mencintaimu dengan sangat tulus." Ucapnya, dengan kedua tangannya yang sudah bertaut dan kepalanya yang menengadah. Seolah dirinya benar-benar berharap jika Tuhan akan mendengar doanya itu dan mengabulkannya.
.
.
Pandangan gadis itu mengelilingi deretan buku yang terpajang di rak itu. Dengan sesekali membenarkan letak kacamata yang ia kenakan. Dalam dekapannya sudah terdapat beberapa buku yang ia pilih sebelumnya. Dan senyumannya terbentuk ketika tatapannya bertemu dengan satu buku yang sedari tadi ia cari.
Tapi sayangnya, tak semudah itu ia mengambil bukunya. Dan dirinya baru menyadari, jika letak buku itu cukup tinggi. Membuatnya sedikit kesusahan untuk meraihnya. Walaupun kedua kakinya sudah berjinjit, tetap saja ia tak bisa meraihnya. Membuatnya menghela napas seolah dirinya sudah menyerah.
Namun sebuah tangan lain kini berusaha untuk mengambil buku yang sebelumnya ia ingin ambil. Membuatnya sedikit melirik pada seseorang yang sudah berdiri tepat di belakangnya.
Untuk sesaat, gadis itu terdiam. Ia memang mengakui, jika ia memiliki silinder yang cukup parah pada kedua matanya. Tapi tentu saja, ia saat ini tak mau meragukan apa yang sedang ia lihat saat ini. Apalagi senyuman pria itu padanya yang semakin membuatnya terdiam dengan debaran jantung yang berdetak dengan cepatnya.
"Kau mau mengambil ini, kan?"
Suara pria itu membangunkan sang gadis dari lamunannya. Membuatnya dengan cepat menetralkan dirinya yang mungkin terlihat bodoh di mata pria itu.
"N-Ne, sunbaenim. T-Terima kasih." Ucapnya, sembari mengambil buku yang sudah pria itu ambilkan untuknya.
"Hmm. Lain kali, kau bisa meminta bantuan. Jangan hanya diam saja dan berusaha sendirian."
"N-Ne, sunbaenim. S-Sekali lagi, terima kasih."
Suara tawa pelan dari sang pria membuat gadis itu mendongak. Memangnya, ada yang lucu dari ucapannya barusan?
"Tuhan, kenapa kau begitu menggemaskan?"
Rona merah itu terbentuk begitu saja menghiasi pipinya. Pun ketika sang pria sedikit merunduk hanya untuk melihat lebih jelas kembali bagaimana wajah gadis di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
perfect ❌ lizkook
Hayran Kurgu[18+] ✔ Ia begitu sempurna. Di matanya, tak ada gadis yang lebih cantik. Bahkan dari gadis-gadis yang pernah ia temui sebelumnya. ----- ©iamdhilaaa, 2018