Tin akhirnya tertidur dibelakang kemudi mobilnya, entah karena terlalu lama menunggu Can selesei berlatih atau karena dia banyak memikirkan kecemburuannya yang berlebihan terhadap Can. Matanya mengerjap-ngerjap dengan cepat kemudian tangannya di angkat supaya matanya bisa melihat kearah jam tangannya yang masih menempel pada tangan kirinya.
"Sudah jam 5?" Tin terkejut seketika itu juga pandangannya mengarah ke luar mobilnya.
Can belum keluar juga dari lapangan sepakbola akhirnya Tin memutuskan untuk menghubungi Can via Line. Meskipun dirinya sendirinya sangsi apakah Can akan membalasnya atau tidak. Dengan penuh tekad, akhirnya dia mengetikkan beberapa kata pada papan pesan di smartphone-nya.
"Can, apa kau sudah selesei berlatih?" Pesan pertama di hari ini yang Tin kirimkan pada Can.
Lima menit berlalu, Tin tak kunjung mendapatkan balasan. Rasa khawatirnya mencuat keluar dari hati dan otaknya. Mengkhawatirkan kalau-kalau ternyata Can sudah pulang duluan lewat pintu samping. Dirinya sudah melepaskan sabuk pengaman yang sedari tadi menempel pada tubuhnya. Ketika tangannya sudah bersiap-siap untuk membuka pintu mobil, sebuah pesan menghentikannya.
"Aku sudah selesei berlatih, dan aku juga sudah pulang."
Pesan balasan dari Can membuatnya tak percaya, sedari tadi menunggu Can-nya berlatih justru ditinggalkan di dalam mobil sendirian. Tanpa pamit dan tanpa membangunkannya.
"Kenapa tidak menemuiku di mobil?"
"Aku menunggumu sampai tertidur disini."
Tin mengetikkan balasan dengan cepat tanpa mempedulikan dirinya yang sudah hampir marah setelah membaca pesan yang Can kirimkan. Didalam otaknya hanya dipenuhi pertanyaan-pertanyaan yang tidak masuk akal seperti "Apa Can tidak menyukaiku?", "Apa Can tidak mempedulikanku?", "Apa dia merasa aku ini mengganggu?" Hanya pertanyaan itu yang dipikirkan Tin, mungkin saja dia bisa frustasi jika kenyataannya akan sama seperti yang dipikirkannya.
"Aku ke sana tadi tapi kau tertidur, sepertinya kau kelelahan menungguku dan aku tidak tega membangunkanmu."
"Jadi aku pulang naik bus saja, maafkan aku."
Tin terperangah tak percaya membaca pesan balasan dari Can, Can membiarkannya tertidur tanpa sedikit pun membangunkannya hanya karena tidak tega? Yang benar saja? Apa dia takut Tin akan marah atau apa? Tin bahkan rela menunggu Can dibawah terik matahari, jangankan marah, yang ada Tin akan bahagia ketika membuka matanya sudah ada Can di sekitarnya. Lalu apa? Can naik bus? Sungguh anak yang sangat baik, jika orang lain pasti akan lebih memilih menaiki mobil Tin meskipun harus menunggu siempunya terbangun.
Can meminta maaf? Astaga apalagi ini? Apa dia pikir Tin akan marah karena meninggalkannya disana sendirian? Oh Tuhan anak itu benar-benar."Pulanglah!! Mandi dan istirahat setelahnya".
"Besok tidak usah menungguiku berlatih sepakbola, kau pasti bosan Tuan Muda Tin".
Lagi-lagi Tin mengerjapkan matanya tak percaya dengan apa yang dibacanya. Apa? Can memanggilnya Tuan Muda Tin? Oh Tuhan, tidak harus seperti itu juga. Tuan Muda itu hanya untuk para maid dirumahnya, Can tak perlu memanggilnya Tuan Muda juga, bukankah Can akan menjadi istrinya kelak. Eh apa? Istri, isi otak Tin benar-benar sudah dipenuhi dengan Can ternyata.
Tin menjatuhkan ponselnya ke jok samping yang kosong. Kemudian tangannya memegang kemudi dan bersiap untuk pulang. Setidaknya dirumahnya nanti dia bisa menemui sepupunya untuk berbagai cerita seperti biasanya. Kenapa sepupunya? Karena orangtuanya tidak pernah memperdulikan Tin sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAN MEDTHANAN?
FanfictionSemua orang terheran-heran bagaimana Mahasiswa imut si CANTALOUPE bisa memporak-porandakan hidup seorang Tin Medtanan dan menjadikannya seorang pacar yang penurut. Padahal dalam kamus hidupnya tak pernah terpikir untuk mengalah atas apapun dan terha...