Bagian 15

3.6K 340 22
                                    

Keesokan Paginya. . . .

Seorang pria tampan yang tampak tak asing sudah menginjakkan kakinya di gedung yang bukan fakultasnya. Berdiri seorang diri, menunggu seseorang atau bisa disebut kekasih yang sudah dia buat sedih dan ngambek karena perilakunya sendiri.

Yang ditunggu tak kunjung datang, sudah hampir 30 menit pria itu menunggu. Tapi seseorang yang ditunggu tak terlihat juga, membuatnya hampir menyerah dan putus asa. Hingga suara seseorang yang dikenalnya menyapa indra pendengarannya.

"Tin....sedang apa di sini?" P'Champ mencoba menyapa Tin.

Sebenarnya sejak memasuki wilayah fakultasnya, Champ sudah melihat Tin berdiri tapi dia awalnya sengaja tidak menyapa dan lewat pintu samping supaya Tin tak melihatnya. Tapi sampai di kelas dia masih kepikiran dengan Tin, sebenarnya apa yang Tin tunggu? Can? Otaknya terus berpikir hingga akhirnya hati nuraninya merasa khawatir.

"Apa Phi melihat Can?" Tanyanya ragu.

"Ohh Can, dia belum datang." Jawab Champ singkat. "Kenapa?"

Tin tampak ragu untuk menjawab, pasalnya senior Can itu belum cukup dekat dengannya atau lebih tepatnya Tin mengenalnya karena sering bersama dengan pria mungilnya dan juga senior di club sepakbola Can.

"Dia mungkin datang siang hari atau mungkin tidak datang" Champ mencoba menjelaskan sepengetahuannya. "Techno bilang suasana hati Can sedang tidak baik dan semalaman menangis jadi matanya sembab dan merah, dia mungkin tidak datang." Champ menjelaskan lebih detail.

Tin cukup terkejut mendengarnya, Can-nya menangis sampai matanya memerah dan sembab. Yang dia tau, Can bahkan tak mau bicara dengannya jadi dia pikir Can membencinya. Apa benar kalau Can cemburu terhadapnya?

"Apa Phi tau kenapa?" Tin mencoba menggali informasi lagi.

"Can tidak pernah seperti ini sebelumnya!!" Type datang dari samping kiri Champ dan Tin yang sedang berhadapan.

Membuat keduanya mengalihkan atensinya pada Type yang berdiri dengan tatapan mata yang serius.

"Kenapa kau disini? Bukankah fakultasmu di sebelah sana?" Type menunjuk arah belakang punggung Champ.

"Apa karena bocah IC sepertimu membuat Can jadi uring-uringan sepanjang hari?" Type to the poin dengan pertanyaannya seperti tidak peduli dengan apa yang pernah Tin lakukan untuknya dan teman-temannya.

"Sebelumnya aku ucapkan terimakasih atas maksud baik seorang tuan muda sepertimu.." Type menjeda kalimatnya kemudian menghela nafas pelan. "Tapi jangan pernah main-main dengan perasaan seseorang, atau kau akan menanggung akibatnya." Kalimatnya terhenti sementara, "Jangan mentang-mentang kau dari keluarga Medthanan yang memiliki kampus ini jadi bisa bebas mempermainkan perasaan orang." Type mengakhiri nasehatnya, memberi nasehat tapi nampak seperti mengancam ditambah lagi nada suaranya sinis sekali.

Type itu type kakak yang peduli pada adiknya, Type sudah menganggap Can seperti adiknya sendiri. Sama seperti Techno dan Champ, tapi Type lah yang paling peka dengan keadaan. Type memperhatikan semua gerak gerik Can yang kemarin menjadi aneh setelah Ae bilang Can ke gedung IC dan esoknya perilakunya menjadi sangat aneh, bahkan Type kena semprot juga.

"Aku tidak pernah main-main Phi, apalagi dengan Can." Tin menjawabnya dengan yakin.

Type menatap manik mata Tin, mencari kebohongan didalamnya. NIHIL. Tin berkata yang sebenarnya, perasaan bukanlah sesuatu yang dapat dibohongi. Tapi Type tak menyerah, ingin mempertahankan pendiriannya dengan ketidaksukaannya dengan cara Tin memperlakukan Can yang menurut Type sama sekali tidak gentle.

"Pasti ada hubungannya dengan wanita kan?" Type mencoba menebak.

Champ sudah memberi kode pada Type sedari tadi untuk segera mengakhiri perbincangan ketiganya tapi sepertinya Type sengaja mengabaikannya dan pura-pura tak melihatnya. Champ merasa atmosfir yang tercipta disekitarnya menjadi begitu berat dan ada aura hitam yang tercipta disana.

CAN MEDTHANAN?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang