Bagian 42

2.7K 290 31
                                    

I'm back with new chapter.

'Bantu aku menyelesaikan pekerjaanku na?" Tin berbisik di telinga kanan Can membuatnya merinding.

"Aku tidak mengerti bisnis, bagaimana membantumu?" Can bertanya dengan gusar.

"Duduk saja disini dan lihat yang ku kerjakan!" Tin menunjuk posisi duduk Can sekarang setelahnya tangannya menuntun tangan mungil Can untuk menekan tombol enter pada keyboard komputer di samping kanannya.

Can hanya diam, tak ada penolakan apapun atas tingkah laku Tin. Berusaha membaca beberapa kata dalam bahasa Inggris yang susah untuk dipahaminya atau lebih tepatnya tak mengerti.

Tangan Can di gerakkan lagi oleh tangan kekar di atasnya, menekan tombol enter membuka email yang sudah menumpuk, tangan mungilnya di gerakkan untuk menekan mouse di samping kanan keyboard, menurunkan letak kursornya dan mendouble klik sebuah email yang terletak dibawah sendiri. Itu email yang dikirim hari kemarin ketika Tin tak datang ke kantor.

"Turunkan tanganmu dari meja!" Tin memerintah.

"Kenapa?" Can terkejut.

"Aku mau menandatangani dokumen di depanmu, Can." Tunjuknya dengan dagunya.

Can langsung menurunkan tangannya dari meja, kini tangan mungilnya berada diatas pahanya. Sementara Tin menandatangi sekitar 2 dokumen, masing-masing memiliki beberapa lembar dalam 1 dokumennya.

"Itu dokumen apa Tin?" Tanyanya polos.

"Ini kerjasama dengan perusahaan Kengkla." Kata Tin tenang.

Can hanya mengangguk-ngangguk paham, intinya itu untuk perjanjian dengan perusahaan Kengkla. Kedua saudara itu bekerjasama dalam bisnis mereka. Can tak banyak mengerti tentang bisnis, dan Tin sudah menjelaskan dengan kata-kata yang paling mudah Can pahami.

"Seringlah datang ke kantor, kau bisa belajar banyak hal." Tin berkata tenang.

"Tidak mau!" Can menolak sesaat setelah Tin berkata.

"Kenapa?"

"Aku hanya mengganggumu!" Can berkata dengan nada merajuk.

"Tidak!" –Tin.

"Kenapa tidak?" Can bertanya penuh penekanan.

"Jika kau disini, aku akan bahagia." Tin tersenyum lebar. "Pekerjaanku semakin ringan." Tin memberi alasan.

"Dasar....." Can seperti akan mengumpat.

"Kau ingin tampan ya?" Tin mengalihkan pembicaraan.

"Diam kau, Medthanan!!" Can menampik tuduhan Tin, menggebrak meja kerja Tin. "Aku dipaksa berias oleh adikmu itu." Wajah Can memberengut. "Katanya jika aku tidak memakai setelan dan berias maka ketika masuk lobi, pihak keamananmu akan langsung mengusirku!" Can berkata kesal.

"Siapa yang berani mengusir kekasih CEO nya?" Tin bertanya dengan terkekeh. "Mau dipecat detik itu juga?" Tin seperti bertanya pada angin di dalam ruangannya.

"Huh... Kengkla memaksaku, jika ingin marah, marah padanya bukan padaku!" Can kesal dengan raut wajah kekasihnya yang seperti tak suka dengan setelannya.

"Aku suka, tapi anak buahku yang melihatmu dulu membuatku iri." Tin seperti menyesali ruangannya yang terletak jauh dari lobi.

"Kau melihatku setiap hari, yang benar saja Tin cemburu pada karyawannya sendiri!"

"Can sesuatu yang paling berharga, tapi aku harus berterimakasih pada Kengkla."

"Untuk apa?" –Can.

CAN MEDTHANAN?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang