Kengkla dan Techno memasuki kamar inap Can, Can sedang terbaring lemah dengan selang infus menancap di tangan kirinya. Wajahnya pucat, kantung matanya tebal, mata bulat yang biasanya mengerjap lucu dan bertingkah konyol, kini sedang terlelap di atas brangkar rumah sakit.
Techno merasa bersalah karena terus memaksa Can mencoba ini dan itu, Tin bahkan sudah menitipkan Can padanya. Bagaimana bisa dia tak sanggup menjaga Can dengan baik? Sampai harus di rawat di rumah sakit, dan juga apa tadi? Anemia dan insomnia, Techno tak mengetahui tentang itu sebelumnya.
Kengkla menyadari keterdiaman kekasih tiangnya, perubahan raut wajah juga bagaimana Techno yang sejak tadi terlihat sangat gelisah. Kengkla juga sebenarnya merasa bersalah, tapi bukan salah dia dan Techno, bukankah harusnya yang menjaga Can itu kakak sepupunya? Dia dan Techno hanya dititipkan saja, mengenai Can yang tidak bisa tidur Kengkla bahkan tak mengetahuinya sebelum Can yang menceritakannya sendiri tadi.
"Phi, tenanglah! P'Tin tidak akan marah padamu." Kengkla mengucapkan dengan tenang.
Tangannya terulur untuk menggenggam tangan kekasihnya, Kengkla merasakan tangan Techno penuh keringat karena terus-terus memikirkan Tin yang mungkin akan marah padanya.
"P'Can juga tidak akan marah padamu, dia mengerti kalau P'No hanya terlalu bahagia bisa membantu mempersiapkan pernikahannya." Kengkla berucap lagi, suaranya sangat halus.
Sudah dua jam lebih tapi Can belum bangun, Tin juga belum sampai di Thailand. Mungkin Tin akan berlari seperti orang gila jika sudah sampai di Suvarnabhumi Airport. Tin sangat mencintai Can jadi dia pasti akan melakukan apapun untuk segera pulang.
****
Pesawat penerbangan Myanmar-Thailand sudah mendarat dengan aman di bandara Suvarnabhumi. Tin bernafas lega tatkala pintu pesawat dibuka, tanpa mempedulikan apapun Tin berlari melewati penumpang lain dengan tergesa-gesa. Semua penumpang mencoba memaklumi, mungkin pemuda itu sedang terburu-buru, benak mereka.
Check out dan kemudian langsung berlari melewati pilar-pilar yang menopang beban berat dari bangunan besar itu. Menuju luar bandara, menaiki taksi dan meminta sang supir untuk secepatnya mengantarnya ke rumah sakit.
Turun dari taksi, Tin berlari menuju lobi rumah sakit. Semua dokter dan perawat membungkuk melihat kedatangan salah satu anggota keluarga pemilik rumah sakit datang dengan peluh yang membanjiri pelipisnya. Mereka heran tapi hanya bisa diam, takut membuat orang tersebut marah.
Menghampiri meja resepsionis dengan nafas terengah-engah, Tin mencoba bertanya dimana kekasihnya dirawat.
"Pasien atas nama Can Kirakorn." Ucapnya dengan sangat cepat.
"Can Kirakorn,, cepatlah!!" Tin memaksa.
Tin sudah sangat haus, dia bahkan tak bisa bernafas lega saat ini. Tin merutuki dirinya yang tak menanyakan pada Kengkla dimana kekasihnya dirawat.
"Kamar VVIP no 2." Suster menjawab dengan tenang, senyumnya tetap terpatri di bibirnya.
****
Can akhirnya mengerjapkan matanya beberapa kali, terlihat masih sangat lemah dengan wajah yang masih pucat. Can belum baik-baik saja, itu sangat jelas terlihat oleh Kengkla dan Techno. Keduanya berdiri dari sofa, menghampiri Can yang tampaknya masih berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk pada retinanya.
Hal pertama yang dapat Can lihat dengan jelas adalah wajah khawatir Kengkla dan Techno. Menggerakkan tangannya, terasa cukup kaku, tubuhnya juga sangat lelah saat ini. Indra penglihatannya mendapati selang infus pada tangan kirinya.
"Aku di rumah sakit?" Hal pertama yang Can tanyakan setelah bangun dari pingsannya.
"Iya Phi, sekarang di rumah sakit. Sudah merasa baikan?" Kengkla mencoba tenang, bertanya dengan hati-hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAN MEDTHANAN?
Fiksi PenggemarSemua orang terheran-heran bagaimana Mahasiswa imut si CANTALOUPE bisa memporak-porandakan hidup seorang Tin Medtanan dan menjadikannya seorang pacar yang penurut. Padahal dalam kamus hidupnya tak pernah terpikir untuk mengalah atas apapun dan terha...