Bagian 56

2.3K 239 13
                                    

Can sudah sampai di depan Café, memasuki café dengan senyum yang mengembang. Dia senang, Pete mengajaknya makan. Setidaknya ada teman mengobrol selain para maid di rumah besar Medthanan. Hoihh... rasanya bahagia bisa menghirup udara segar sebentar.

Pete melambaikan tangannya, berusaha memberitahu Can bahwa dia sudah mendapat tempat duduk. Can menghampiri dengan cepat, seperti biasa, Can sangat hyperaktif. Berlari- lari kecil menuju bangku yang diduduki Pete, menyapa dan bertanya kabar dengan riang. Senyumnya tak pernah hilang dari bibirnya.

"Hai Pete, sudah menunggu lama?" Tanya Can memastikan.

Can rasa dia tidak telat, tapi saat sampai disana, Pete sudah duduk dengan manis tanpa ada makanan atau minuman apapun di meja. Hanya buku menu yang masih dibuka perlahan oleh Pete, belum sampai pada halaman terakhir.

Ingin tahu pakaian yang di kenakan Can? Kaos putih bermerk yang tampak kebesaran, celana hitam pendek selutut, sepatu putih bertali dengan kaos kaki putih yang dikenakan diatas mata kaki. Rambut berponi seperti saat kuliah dulu, Can tidak banyak berubah. Tetap menjadi Can yang riang. Pete takjub pada seorang Can, selain bisa menaklukan si dingin Medthanan itu, Can juga tak mengubah kebiasaannya setelah statusnya yang sebentar lagi akan berubah menjadi istri dari seorang CEO Muda Medthanan Company.

"Tidak, baru saja datang," akunya, Pete tersenyum dengan lembut.

"Baru datang tapi terlihat santai sekali, apa aku terlambat? Hoih, padahal aku sudah berusaha secepat mungkin, bahkan aku sudah meminta supir untuk membawa mobil dengan cepat. Aku hanya telat 5 menit kan Pete?" Can duduk didepan Pete.

Can bertanya dan bicara panjang lebar, memasang pose berpikir. Lalu berhenti dan menopang dagu. Pete hanya menggeleng, lalu bertanya apa yang ingin Can makan. Apapun, kata Can. Terutama olahan Ayam, Can sangat suka.

Pete memanggil pelayan dan memesan beberapa menu yang Can bahkan malas untuk membacanya. Can mempercayai Pete, sejak awal Pete baik dan ramah. Begitu juga dengan ketika mereka makan bersama, menghabiskan waktu berdua. Can tak pernah berdebat dengan Pete, tidak seperti saat bertemu Tin yang dipenuhi umpatan dan pertengkaran dan berakhir dengan Tin yang mengejar Can tanpa henti.

"Tidak apa, hanya 5 menit, bukan 5 jam." Pete terkikik setelah mengatakannya.

Can mempoutkan bibirnya, Pete sekarang berani meledeknya. Sejak Can dikejar Tin, Pete jadi suka meledeknya. Tidak seperti dirinya yang tidak terlalu peduli dengan hubungan Ae dan Pete, bahkan ketika mereka berpacaran, Can bertingkah biasa saja. Tetap berteman baik dengan Ae dan juga ramah pada Pete.

Pesanan mereka akhirnya datang, tidak terlalu lama karena palayanannya memang sangat baik. Pete memesan Stik dan juga Chicken Crispy lengkap dengan saosnya di botol. Can tidak segera memakannya, dia memilih menunggu Pete mempersilahkan.

"Ouu....Makanlah Can, tidak apa." Katanya lembut.

"Baiklah," ucap Can riang, "Selamat makan."

Can lalu melahap stik perlahan, tentu saja dengan pisau dan garpu yang ada di kedua tangannya. Mengirisnya perlahan, biasanya jika makan stik di rumah –di rumah Medthanan, Tin akan memotongkan dagingnya untuk Can. Karena sekarang dia bersama Pete, jadi harus memotong sendiri. Latihannya bersama bibi kepala selama ini tidak terlalu buruk, setidaknya tidak membuat Pete malu telah mengajaknya makan bersama.

Pete menggeleng-gelengkan kepalanya, Can masih sama seperti dulu. Dia dengan riang melahap makanannya, lalu menawari Pete untuk makan. Sejak tadi, Pete hanya mengamatinya membuat Can merasa tidak enak.

Setelahnya, Pete juga memakan makanannya, menu yang sama seperti Can. Hanya saja, Pete dengan cepat memotongnya lalu melahap perlahan. Gayanya khas tuan muda sekali. Can jadi heran bagaimana Pete bisa kuat hidup dengan Ae yang keras kepala. Padahal dia juga hidup dengan Tin yang tidak hanya keras kepala, tapi juga berhati dan berkepala batu. Meskipun begitu, Can tak pernah mempermasalahkannya, tohh sekarang Tin sudah tidak sebatu dulu. Meskipun untuk beberapa hal, masih sama.

Beberapa menit setelah mereka mulai makan, layar ponsel Can berdering. Tertera nama Tin disana, lengkap dengan foto Tin yang membuat Pete mencoba menahan tawanya. Foto Tin tersenyum dengan canggung, lengkap dengan ekspresi marah Can di sebelahnya. Yah, itu foto mereka berdua saat berfoto, tapi dari yang terlihat justru seperti Tin yang memaksa Can untuk ikut berfoto dengannya. Tapi Can seolah tak peduli dengan hal yang menurut Pete lucu.

Can meliriknya sebentar, tangan kirinya tergerak untuk menggeser tombol hijau pada panggilannya. Sesaat setelahnya, loudspeaker di tekan oleh Can. Pete terkejut, tentu saja. Can tetap tak peduli jika orang lain dengar, toh mereka duduk dibangku paling ujung tepat di pinggir jendela.

"Apa yang sedang kau lakukan Can?" kalimat pertama yang diucapkan Tin.

"Makan!" Can menjawab dengan enteng, "Mau Video Call?" tanyanya.

Detik berikutnya, panggilan tergantikan dengan video call dan lagi-lagi Can menggeser layarnya lalu meletakkan ponselnya tepat disebelah kirinya dicondongkan ke dirinya, menempelkan ponselnya pada akrilik yang tertulis nomer meja mereka.

"Tin....sudah makan?" Can menyapa dengan riang.

Pete dapat mendengar Tin terkekeh di sana. "Baru selesai," katanya, "Dimana kamu makan?"

Lagi-lagi jiwa posesif Tin terlihat, bukan seperti itu caranya menyapa tunanganmu sendiri. Medthanan!

"Café D'Luna, dengan teman lama." Can menjawab dengan yakin, tak peduli ekspresi wajah Tin yang berubah. "Mau menyapanya?" Can memberi tawaran.

Tanpa mendengar jawaban dari Tin, Can mengambil ponselnya dan menghadapkannya pada dia dan Pete yang terlihat duduk depan belakang dari arah Tin.

"Oh, Pete." Kata Tin. "Tidak apa jika bersama Pete." Tin tak lagi uring-uringan, sudah tahu teman yang dimaksud Can.

Untung saja itu Pete, berbeda ceritanya ketika Can keluar bersama pria dominan yang sama-sama semapan dan setampan Tin. Mungkin saja setelahnya, Tin akan berlari dan membawa pulang tunangannya itu. Hey, ingatlah mereka akan menikah sebentar lagi.

"Ya sudah, selamat bersenang-senang." Katanya setelah rasa cemburunya reda, "Selamat makan sayang~" Tin mengatakannya dengan tersenyum, Pete melihat reaksi Can yang seolah geli mendengar Tin mengatakan sayang padanya.

Pete sampai tak menyadari Can telah memutus sambungan videonya. Lalu meletakkan ponselnya diatas meja, di samping kanannya. Pete mengamati Can yang seolah biasa saja, apa Can tidak takut Tin marah? Can tidak takut Tin uring-uringan tidak jelas?

Can menyeruput Lemon Tea-nya. Lalu melihat Pete yang diam saja, padahal sejak tadi mereka heboh membicarakan suami masing-masing.

"Pete.....kenapa melamun?" Can menggerakkan tangan kirinya didepan wajah Pete.

"Eh...iya tidak apa, Can." Pete menjawab pelan, tapi Can masih mendengarnya.

"Sedang ada masalah dengan Ae?" Can bertanya dengan wajah penasarannya.

Pete mengamati wajah Can, entah kenapa dia menjadi canggung untuk bercerita pada Can. Sebenarnya bukan sedang ada masalah, tapi Pete bingung dengan hubungannya dengan Ae. Pete rasa Can tidak perlu tahu, Pete mayakini jika Can sedang banyak pikiran karena sebentar lagi akan menikah. Pete tak ingin Can jatuh sakit seperti beberapa waktu yang lalu, apalagi hari pernikahan sudah semakin dekat.

"Tidak ada Can, Ae sedang bekerja untuk masa depan kami." Jawabnya dengan tenang, takut Can bisa membaca kerisauannya. Can menatap sejenak lalu diam setelahnya.

"Syukurlah," Can berkata sembari tersenyum dengan lebar, "Aku khawatir karena kau diam saja."

Pete tersenyum lembut, setelahnya dia pamit untuk kembali ke hotel tempatnya bekerja. Pete, seorang Direktur di perusahaan keluarganya (milik ibunya). Untuk mengajak Can makan, dia keluar kantor sebelum jam makan siang tiba. Rindu teman lama, katanya dan kembali setelah jam makan siang karyawan selesai. Jadi sesegera mungkin dia ingin kembali ke kantornya untuk bekerja. Tidak nyaman jika nama baik ibunya buruk karena kinerjanya yang kurang professional.

Pete beranjak dahulu, Can masih terduduk di kursinya. Memainkan ponselnya sebentar, melihat jam pulangnya, takut-takut ibu mertuanya sudah kembali ke rumah. Dan Can beranjak dari sana, memasuki mobil dan pergi dari Café D'Luna.

TBC . . . .



~DI~

Kamis, 19 September 2019

CAN MEDTHANAN?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang