"Aku sudah mendapatkan informasi tentang wanita ini." Kengkla berkata."Dia berusia 24 tahunan, dia mencintaimu Phi." Tunjuknya pada Tin. "Dia terobsesi untuk memilikimu, aku sudah mendapatkan alamat IP dan seluruh data tentangnya." –Kengkla tersenyum, maksudku menyeringai.
"Terobsesi padaku?" Tanya Tin tak percaya.
"Yah, begitulah. Phi Tin tentu saja tahu pria seperti kita pasti banyak yang mengincar, terlebih kita tampan dan kaya. Tidak ada celah sama sekali untuk wanita tidak tertarik, apalagi menolak!" Kengkla berkata dengan bangga.
"Gayamu seperti sejak dulu P'No mencintaimu saja Kla." Can menampik perkataan Kengkla dan meledeknya. "Tin juga yang dulu mengejar-ngejarku, tukang cium. Mencuri ciuman pertamaku!" Can membuka aib kekasihnya sendiri.
Tin tak heran dengan cara bicara Can yang blak-blakan. Tin mencintai segala hal tentang Can, karena itulah pria itu dulu begitu terobsesi dengan pria mungil yang saat ini disebelahnya.
"Dan juga wanita ini bekerja di perusahaan ini." Kata Kengkla, berbicara dengan nada malas. "Dia punya jabatan di perusahaan ini, mungkin juga cantik, tapi aku sama sekali tak tertarik dengannya, wanita mengerikan seperti itu!" Kengkla menyeringai.
"Dia mau membuat Can pergi dari sisiku?" –Tin.
"Tentu saja, kau pikir apa Phi?" Kengkla bertanya dengan penuh selidik.
"Sialan, kapan aku bertemu dengannya? Berani sekali mengatakan hal-hal seperti itu pada Can!" Pandangan Tin tajam, mengarah kedepan.
"Ini seluruh informasi yang aku dapatkan, Phi bisa cari tahu nanti, kupikir Phi pasti sesekali berbicara dengannya meskipun di ruang rapat." Kengkla memberitahu. "Kalian bicaralah, aku harus kembali." Kengkla pamit dengan menyerahkan pembicaraan pada keduanya.
"Oh iya Phi...." Kengkla memanggil Tin. "Jaga Phi Can dengan baik, jangan biarkan dia kabur lagi!" Kengkla memberi nasehat. "Karena kau, dia membuat kamar tamuku mencekam karena dia merajuk!" Ledek Kla.
Kengkla segera mempercepat langkahnya keluar dari ruangan kakak sepupunya itu, takut kena pukul Can, Can itu biarpun kecil dia begitu kuat, pukulannya juga menyakitkan.
"Sialan......." Tin mengumpat.
"Siapa yang sialan? Kau atau aku?" Can berkacak pinggang dengan tampang yang terlihat kesal.
"Kengkla yang sialan, Can." Tin menjawab takut-takut.
Diam....
Tin memutuskan membuka berkas yang tadi di taruh Kengkla di mejanya, membaca satu persatu isinya, mencoba mengingat-ingat siapa wanita yang ada di foto itu. Tin meremas pinggiran kertas yang berisi biodata dan foto wanita itu, wajahnya memerah, Tin tahu siapa yang kali ini berulah, dia sekretaris dari Direktur Keuangan yang sering ikut dalam rapat bersama dengan Tin.
"Aku tahu kau tidak akan melakukan hal seperti itu Tin." Tiba-tiba Can berucap, membuat amarah Tin menguap terbawa angin. "Aku hanya butuh penjelasan atas semuanya, supaya kepercayaanku tidak hancur." Kata Can tenang, suaranya tak bergetar sedikitpun.
"Kau tidak marah Can?" Tin bertanya dengan gusar, memperhatikan kekasihnya lamat-lamat.
Padahal Can sedang merebahkan diri di sofa ruangan Tin.
"Tidak!" Can langsung menjawabnya, "Kengkla sudah memberiku jadwal kerjamu, juga dia memberitahuku kemana saja kau pergi. P'No juga memberiku nasehat, meskipun dia dulu tidak menyukaimu tapi dia peduli padaku, P'No berkata jika aku harus percaya padamu, karena watakmu dan Kengkla hampir sama jadi dia tahu jika kau tidak pernah main-main dengan perasaanmu sendiri." Can berkata penjang lebar, meletakkan tangan kanannya pada dada kiri kekasihnya saat posisi duduknya sudah berhadapan dengan kekasihnya.
Tin menarik dagu Can dengan tangan kanannya, bibir itu menempel di permukaan bibir Can. Tin memasukkan lidahnya pada mulut Can, tak ada tuntutan disana, hanya ciuman rindu yang bahkan lebih lembut dari ciuman sambutan dari Can.
Tin menghentikan ciumannya, tersenyum bahagia setelahnya. Tin begitu bahagia karena kekasihnya masih mau mendengarkan pendapat orang lain dan mempercayainya. Tin berterimakasih atas keteguhan hati kekasihnya untuknya, kepercayaan itu benar-benar membuat Can tak mudah pergi dari sisinya.
"BODOH!" Can mengumpat setelahnya.
"Siapa yang kau bilang bodoh huh?" Tin menantang.
"Tin Medthanan....... kau menciumku di kantormu sendiri!!" Katanya kesal.
"Ini kantorku jadi terserahku saja!" Tin berkata dengan angkuh.
Can berdiri hendak pergi dari ruangan itu, namun tangannya ditahan oleh tangan kekar lainnya."Mau kemana sayangku?" Tin menggoda.
Tin menarik kekasihnya untuk terduduk di sofa panjang, Tin menindihnya. Tersenyum menggoda."Tin...lepas-kan aku!!" Can berkata dengan keras.
"Tidak akan!! Siapa suruh kau membuatku seperti ini?!" Tin berkata frustasi memegang kendali tangan Can yang berusaha melepaskan diri.
"Ini di kantor Tin!"
"Memang kenapa?" Tin tak peduli.
"Kalau ada yang melihat, apa yang akan mereka katakan?" Can bertanya dengan frustasi.
"Kau calon pengantinku, sudah bertunangan denganku. Jadi tubuhmu ini milikku, Can!" Tin masih menggoda dengan matanya yang terus menjelajahi tubuh kekasihnya.
"Tin.....kumohon...." Can akhirnya menggunakan jurus andalannya.
Mempoutkan bibirnya, menunduk malu dan pasrah. Tin tak tega jadinya, akhirnya dia melepaskan Can dari tindihannya."Temani aku kerja ya?" Tin meminta kesediaan Can.
"Tidak mau! Aku mau pulang!"
"Kalau begitu kau tidak akan bisa pulang sayangku, bodyguardku sudah ada disetiap sudut tempat di kantor ini." Tin mengancam.
"TIN!!!" Teriaknya kesal. "Iya iya... aku temani,, puas kau Medthanan?!" Can kesal dengan kekasihnya yang seenak jidatnya membuatnya sulit untuk pergi dan harus menemaninya.
Tin kembali ke kursi duduknya, mengambil beberapa berkas yang tadi belum sempat ditandatangani dan menyuruh kekasihnya untuk mendekat. Tin meminta Can untuk duduk didepannya, Tin melebarkan kakinya membiarkan kekasihnya terduduk di kursi bagian depan yang kosong. Hingga dirinya bisa bebas menatap punggung kekasih mungilnya itu.
Tangannya tergerak untuk membuka berkas, Can yang ada didepannya mau tidak mau harus ikut membaca isi berkas di hadapannya meskipun sebenarnya Can sangatlah malas bahkan untuk sekedar tahu itu berkas untuk apa.
Tin menuntun tangan Can untuk perlahan membolak balik halaman berkas di hadapannya, punggung tangan Can tertutup oleh tangan Tin yang lebar. Terlihat sekali siapa yang dominan disini, Can yang mungil serasa seperti sedang diajari banyak hal oleh kekasihnya. Ketika akan membalik wajahnya menghadap Tin, berniat untuk protes, Tin mencium pipi kanannya dan membuat Can seketika malu dan pipinya memerah.
Tin membenarkan tatanan rambut Can yang sudah mulai berantakan dari posisinya sekarang. Can menampiknya dan membenarkan tatanan rambutnya sendiri, Tin hanya tersenyum. Memahami jika kekasihnya hanya sedang malu karena keduanya baru saja adu mulut setelah beberapa hari terpisah.
Atau mungkin karena saat ini dia ada di kantor Tin, jadi rasanya canggung sekali. Can takut akan ada yang melihat keduanya sedang berduaan di meja kerja kekasihnya. Tapi karena sikap Tin yang seolah tak peduli dengan apa yang akan dilihat karyawannya jadi Tin menggoda Can seperti biasa. Peduli setan dengan pikiran karyawannya, dia mencintai Can jadi mengumumkan kekasihnya adalah hal yang harus dia lakukan.TBC................
Aku membaca semua komenan dari kalian semua,, terimakasih masih mengikuti cerita ini. Buat readers,, terutama yang sering komen..Terimakasih banyak ya....
~DI~
Senin, 15 Juli 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
CAN MEDTHANAN?
FanfictionSemua orang terheran-heran bagaimana Mahasiswa imut si CANTALOUPE bisa memporak-porandakan hidup seorang Tin Medtanan dan menjadikannya seorang pacar yang penurut. Padahal dalam kamus hidupnya tak pernah terpikir untuk mengalah atas apapun dan terha...