For the two of us, home isn't a place. It is a person. And we are finally home.
--Stephanie Perkins, Anna and the French Kiss (Anna and the French Kiss)
•••
Mungkin sekilas hari ini tidak ada yang berbeda dibanding dengan hari-hari sebelumnya.
Macet, panas, pengap, banyak genangan air, banyak karyawan yang telat datang beserta alibi-alibi yang senantiasa mereka sampaikan dan drama percintaan antara karyawan kantor dengan anak magang yang tidak pernah usai.
Semuanya masih sama.
Namun tidak bagi beberapa karyawan yang hari ini harus terjebak di dalam ruang rapat bersama Alvian dan Ardan selama dua jam penuh.
Bukan karena harus tejebak di dalam satu ruangan yang sama dengan dua manusia ini yang menjadi keanehannya. Melainkan untuk pertama kalinya selama mereka bekerja di tempat ini, mereka mendapati satu cup penuh bubble milk tea berada tepat di genggaman Alvian yang saat ini malah asik meminum minuman itu dibanding mendengarkan bawahannya yang sibuk memaparkan pencapaian perusahaan bulan ini.
"Jadi gimana?" Tanya Ardan sambil melirik ke arah Alvian. Sengaja memang karena dia tahu bahwa adiknya ini sejak tadi tidak fokus memperhatikan apa yang Pak Didi sampaikan. Malah sejak tadi dapat ia lihat Alvian hanya meminum bubble tea sambil melamun entah melamunkan apa. Mungkin melamunkan sang pujaan hati mengingat tingkat kebucinan Alvian yang sudah melambung tinggi menembus lapisan atmosfer.
"Gimana apanya? Semua sudah jelas dilihat dari info grafik peningkatan atau penuruan bulan-bulan sebelumnya. Untuk bulan ini ada penurunan permintaan pasar sebanyak 4%. Meskipun hanya 4% dan terbilang sedikit tapi tetap saja dampaknya jika dibiarkan saja akan semakin terasa. Kemudian tadi ada beberapa solusi yang di sampaikan dan sepertinya cocok untuk di coba." Jawabnya dengan tampang serius.
Meskipun sejak tadi mata dan pikirannya tidak sepenuhnya fokus pada materi yang di sampaikan, tapi telinganya dengan jelas merekam apa saja yang Pak Didi sampaikan di depan.
"Selain solusi yang tadi ada solusi yang lain lagi tidak?" Tanya Ardan sekali lagi. Sejak tadi memang dia memiliki niat terselubung untuk menjahili Alvian. Dia bertanya seperti itu semata-mata untuk menguji tingkat kefokusan Alvian yang katanya luar biasa.
Ya, Alvian memang memiliki kemampuan multitasking, meskipun matanya menatap ke mana, tangannya sedang mengerjakan apa tapi dia masih tetap bisa fokus meskipun fokusnya sedikit terpecah.
"Ada, solusinya ciptakan inovasi baru yang belum ada di pasaran. Tim produksi, management, keuangan dan pemasaran semuanya bisa berkolaborasi dan untuk keuangan bisa meminta sarannya bapak Ardan."
Setelah menjawab pertanyaan Ardan selanjutnya Alvian melirik ke samping dan memberikan death glare ke arah Ardan hingga Ardan terkekeh pelan sambil menunduk. Selanjutnya dia pamit lebih dulu karena ponsel di saku celana jeansnya terus bergetar.
Ya memang sampai saat ini pun Alvian masih datang ke kantor dengan mengenakan celana jeans, sneakers, kaos putih yang di balut kemeja flanel atau jas yang lengannya ia gulung sampai siku.
Mungkin Alvian hanya akan mengenakan setelan jas rapih jika dia akan menghadiri rapat, pertemuan penting, datang ke launching produk dan pesta-pesta bersama petinggi perusahaan saja. Sisanya dia akan mengenakan pakaian santai andalannya sehingga ia sering dianggap sebagai karyawan startup yang sedang membeli kopi di kedai kopi di bawah oleh anak-anak yang magang di perusahaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DANILLA | WENGA
General FictionSelesai✔ Ini kisah tentang Alvian yang berusaha kembali setelah meninggalkan. Dan Danila yang mencoba berdamai dengan hatinya meskipun pernah di tinggalkan. storyline&cover by sillyouu_ -juni2018