-5-

238 31 13
                                        

21Maret2019
7.35 pm

* * *


WonhoxRania

"Lo?"

Gue menengok dan menghampiri Rania, "gimana? gimana keadaan lo? sumpah Ran, gue ga sengaja! Maafin gue! Niat gue mau masukin bola ke ring, tapi bola itu memantul ke tembok dan malah sampai muka lo" ucap gue menjelaskan segalanya.

Rania bangun dari ranjangnya tapi gue tahan pakai tangan gue, "apa sih lebay lo! Gue gapapa, serius!" katanya.

Rania jauhin tangan gue dan  keluar dari klinik kampus, sontak gue ngikutin dia, "kenapa keluar? kalau kepala lo masih sakit tiduran aja lagi!" tawar gue.

"Aneh ga sih main basket di kampus berjas?" Tanyanya sambil natap mata gue

"Ya?" Gue menatap Rania balik dengan bingung.

"Gue liat seseorang main basket tapi pakai emosinya, bukan skill basketnya" katanya

Gue mengalihkan pandangan ke arah lain setelah denger kalimat yang Rania ucapin.

"Dalam keadaan berpakaian rapi pula" lanjutnya.

"Gue mau kerja soalnya, tapi liat bola basket jadi ya.. hmm maafin gue kalau karena emosi gue bikin lo pingsan kayak tadi" jawab gue seadanya.

Rania berpindah posisi jalan di depan gue dan ngehadap gue, "setau gue, manusia itu makhluk sosial yang ga bisa hidup tanpa orang lain. Termasuk lo, kalau lagi ada masalah lo butuh bantuan seseorang buat dengerin keluh kesah lo"

Tanpa ijin, gue menggandeng tangan Rania dan duduk di kursi sekitar klinik. Gue menatap matanya seakan mencari jawaban dari pertanyaan yang mau gue tanyain ke dia.

"Gue ga maksa, gue cuma mau lo tau kalau masalah ga akan kelar kalau cuma lo pendam" katanya.

Gue menghela nafas, "salah kalau gue ngasih saran sama temen gue demi kebaikannya sendiri?"

"Salah kalau gue marahin dia atas kesalahannya yang keterlaluan itu?"

"Salah kalau gue ngebantu sedikit menata hidupnya demi masa depannya yang lebih baik daripada masa lalunya?"

"Gue tau, gue ga ada hak atas hidupnya tapi gobloknya gue ngekorin hidupnya mulu. Salah banget ya gue?!" Tanya gue bertubi-tubi.

Kagetnya gue disaat Rania tiba-tiba menggenggam kedua tangan gue dan tersenyum dengan manis di depan muka gue.

"Lo ga salah, tapi bukan berarti lo bener" katanya.

Gue mengernyitkan dahi atas perkataan dia yang gue sendiri ga tau apa maksudnya.

"Niat lo ga salah, tapi cara lo salah! Mungkin lo merasa benar kalau liat temen lo melakukan kesalahan, tapi belum tentu. Disaat lo mau ngasih nasihat, ga seharusnya lo harus marah sama dia atau mencampuri hidupnya lebih jauh. Lo cuma perlu liat sudut pandang temen lo itu, disaat lo tau gimana dan kayak apa sifat temen lo itu dengan begitu nasihat lo bakal dia rasa sebagai sebuah kebenaran yang wajib dia jalanin" lanjutnya.

Gue melepas genggaman tangan Rania dan berhenti menatap dia, gue bener-bener ga paham sama apa yang dia maksud karena jantung gue yang ga bisa gue kondisikan. Badan gue ini lebih menguatkan detak jantung gue daripada kinerja otak gue.

"Karena gue juga sedikit ngerti sama orang kayak temen lo itu" katanya lagi.

"Temen lo juga hampir sama kayak temen gue?" Tanya gue.

"Gue sendiri ga tau sebenernya dia itu siapa di hidup gue, yang gue tau dia hanya melakukan hal yang dia mau tanpa memperdulikan hal-hal atau efek samping akibat perbuatannya. Dari orang itu gue ngerti satu hal, biasanya dia adalah orang yang kehilangan rasa kasih sayang di hidupnya"

Gue mematung setelah dengerin omongan Rania, persis! Orang yang Rania maksud itu persis Changkyun. Temen yang selalu gue atur hidupnya, bukan tanpa alasan! Gue cuma mau dia jadi orang yang lebih baik, dia cowok lah mana boleh berbuat seenaknya kayak orang ga punya rasa tanggung jawab.

"Gue cuma mau ngasih tau satu hal ke lo, orang yang kayak dia cuma perlu kasih sayang. Entah sebagai teman, keluarga atau semacamnya. Tanpa dia bilang, kita sendiri bisa merasakan kalau dia kesepian. Hatinya itu tertutup sama emosi karena rasa kesepian yang selalu nemenin hidupnya, tapi perlu kita tau kalau jenis orang kayak dia punya perasaan yang tulus, gue yakin itu!"

Persis! Rania bisa menebak segalanya. Sebanyak apapun harta yang Changkyun punya, sama sekali ga bikin Changkyun tersenyum. Hanya dunia gelap yang nemenin hidupnya.

"Terus lo ngadepin sifat orang kayak gitu dengan apa?" Tanya gue antusias. Gue juga mau merubah sifat Changkyun dengan cara yang Rania punya.

Rania menatap gue dan tersenyum, "jangan marahin dia, dia punya perasaan yang sensitif. Lo cuma perlu liat dari sudut pandangnya. Apapun yang dia lakukan itu pasti ada sebabnya, dan lo harus tau apa itu sebabnya? Setelah itu lebih mudah buat lo memahami apa yang dia mau. Karena orang kayak gitu lebih cenderung butuh perlakuan hangat daripada ribuan nasehat"

Gue diam memikirkan perkataan Rania, ternyata sekian lama gue hidup sama Changkyun selama itu juga gue belum tau apa mau dia. Cuma gue yang sekolah tinggi tapi tetep aja goblok untuk ngerti tentang sebuah hubungan.

"Eh iya! Lo senior gue kan? Aduh, gimana ya? Harus gue panggil lo kakak? Jadi ga enak kan gue dari pertama ketemu ngomongnya lo-gue an mulu!" Ucap Rania ngancurin lamunan gue.

"Lo tadi sampai lapangan basket cuma mau ngintipin kakak senior lo keringetan yah?" Tanya gue balik yang bikin pipi dia merah.

* * *

여러분, 읽었다 너무 고마워요!

사랑으로,

imchang96_

Trauma || IM Changkyun (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang