Happy Reading
.
.
.
.
.
.
.Jiyeon terbelalak ketika mendapati presensi yang berdiri beberapa meter di depannya, kedua tangan wanita itu bergetar hebat. Wajah pria paruh baya itu– Jiyeon tak mungkin salah lihat, pria itu adalah—
"A–ayah?" Gumamnya dengan suara bergetar.
Suara yang terdengar lirih dan bergetar itu masih bisa di dengar Sehun yang memang duduk disampingnya, membuat Sehun langsung menolehkan kepalanya kearah Jiyeon.
"Jiyeon?" Jantung Sehun berdetak hebat, melihat kedua mata gadis itu mulai berkaca-kaca sambil mengigit bibir bawahnya kuat.
Disisi lain, pria paruh baya itu menjatuhkan kantong belanjaannya ketika mendapati sosok Jiyeon—anak dari istrinya terdahulu—. Kedua tangannya pun ikut bergetar, rasanya bibir itu kelu tanpa bisa mengatakan sepatah kata pun.
"Ada apa ini?" Tanya Nyonya Oh saat menyadari suasana yang tiba-tiba menjadi tegang, menatap sang suami dan Jiyeon bergantian.
"Sayang? Kau mengenal Jiyeon?" Tanyanya membuat Tuan Park semakin bergetar.
"J–Jiyeon...." Akhirnya pria paruh baya itu mengeluarkan suara, meski terdengar terbata dan bergetar.
Mendengar namanya di panggil oleh orang yang paling dibencinya di dunia ini membuat Jiyeon akhirnya meneteskan air matanya.
Trak. Suara decitan kursi membuat semua mata memandang kearah Jiyeon, "Maaf aku tidak bisa disini lebih lama lagi" setalah mengatakan itu, Jiyeon langsung berlari meninggalkan kediaman keluarga Oh.
Sehun yang sedari tadi diam akhirnya tersadar ketika melihat tubuh Jiyeon yang sudah menghilang dibalik pintu rumahnya. Pria itu sekilas melirik kearah sang ayah, "Aku akan menyusul Jiyeon" Sehun membawa langkah panjangnya untuk menyusul Jiyeon, meninggalkan Nyonya Oh yang masih kebingungan dengan keadaan dan tuan Park yang kini jatuh terduduk.
"Astaga! Kau kenapa sayang?" Tanya Nyonya Oh sambil berjongkok didepan tubuh sang suami.
Tuan Park memandang lantai itu dengan kosong, kedua matanya pun sudah mengeluarkan air mata sejak kepergian Jiyeon, "Anakku, Jiyeon anakku. Hikss..."
Nyonya Oh ikut terjatuh disamping tubuh sang suami, kali ini wanita paruh baya itu mengerti. Tubuhnya pun ikut melemas, tak pernah terpikirkan jika pertemuan yang sudah di harapkan beberapa waktu yang lalu menjadi sebuah pertemuan yang menyakitkan untuk semuanya.
.
.
.
.
.Disisi lain, Jiyeon terus membawa tubuhnya lari menjauh dari kediaman orang tua Sehun, wanita itu tak peduli kemana ia akan pergi, tujuan utamanya sekarang adalah segera menjauh agar ia tak perlu melihat wajah pembunuh itu.
10 menit kemudian Jiyeon berhenti disebuah taman yang cukup banyak pengunjung, tatapannya kosong, membuatnya tak sengaja menabrak beberapa orang yang dilewatinya. Sedetik kemudian tubuh ramping itu rubuh, terduduk di tengah taman, membuat beberapa pasang mata menatapnya aneh.
"Hiksss... Hikss... Hikss...." Tangis yang sedari tadi ia tahan itu akhirnya pecah, siapapun yang mendengar isakan wanita itu pun pasti tau bagaimana rasa sakit yang tengah dirasakannya.
Tak lama setelah itu, Sehun pun sampai di taman, mencoba mengedarkan pandangannya untuk mencari keberadaan Jiyeon.
"Siapa gadis itu? Kenapa menangis di tempat ramai seperti ini?"
"Tapi aku merasa kasihan padanya"
Samar-samar Sehun mendengar dua orang perempuan yang berbicara mengenai gadis yang tengah menangis, 'Apa itu Jiyeon?' pikirnya. Sehun pun mendekat kearah dua perempuan tadi, "Chogiyo, aku tidak sengaja mendengar percakapan kalian, apa kalian melihat seorang wanita yang sedang menangis?" Tanya Sehun.

KAMU SEDANG MEMBACA
Trust Me! (COMPLETED)
FanfictionTentang Jiyeon yang tidak percaya dengan apa yang mereka sebut dengan "Cinta". Menurut Jiyeon, "Cinta" adalah sepenggal kata yang membuat orang lain tampak bodoh juga lemah. Jika "Cinta" menurut sebagian orang adalah kebahagian. Maka, menurut Jiyeon...