Seorang wanita berumur 40 tahunan terduduk di sebuah kursi roda dengan bibir pucat dan kantung mata tebal menghiasi wajah pucatnya. Tubuhnya kurus seperti tak terurus. Rambutnya sangat tipis dan acak-acakan.
Alya hanya bisa meneteskan air mata melihat Mama nya yang berubah 360°. Mama nya adalah sosialita ternama. Namun keadaan itu berubah ketika kakaknya pergi meninggalkan mereka. Depresi beratlah yang mampu membuat Mama nya berubah. Ya kakaknya adalah sumber utama Mama nya berubah dan ia kesal atas hal itu.
Tak hanya soal Mama nya,Papa nya juga berubah. Papa nya selalu menyalahkan Alya atas kematian Andien. Seorang gadis SMP yang seharusnya bahagia di hari ulang tahunnya malah bersedih atas kesalahan yang bukan ulahnya.
Alya membenci kakaknya yang selalu ada dipikiran dan hati kedua orang tua nya hingga akhir hayatnya. Ia benci dengan segala sesuatu yang ber atasnamakan atau hal berbau Andien, kakaknya.
"I hate you Andien Adzkara!" Lirih Alya,menatap sebuah bingkai keluarga yang kala itu tampak bahagia.
"Alya?" Lontar seseorang menyentuh bahunya lembut.
"Kak Fina!" Jawab Alya tersenyum hambar ke arah wanita muda dengan seragam perawatnya itu.
"Kakak mau berbicara sama kamu. Tapi dikamar kamu ya?" Ucap Fina. Alya mengangguk lalu mereka berjalan bersama menuju kamar ber ornamen monokrom itu.
Alya dan Fina terduduk manis di pinggir kasur Alya. Fina menatap Alya dalam mencoba menggali kesedihan yang tertangkap jelas dari sorot wajah Alya.
"Al, jangan pernah membenci atas sesuatu yang telah terjadi. Kadang manusia nggak ada yang tau bukan apa yang akan terjadi kedepannya?" Lontar Fina menatap lembut wajah sendu milik Alya.
"Tapi--Kenapa Alya yang harus ngerasain ini semua kak?" Jawab Alya menunduk.
"Al, siapa sih yang nggak sedih atas kepergian orang yang kita sayang?"
"Hanya aku kak! Aku nggak pernah ada yang sayang. Aku capek kak,mereka hanya mengingat Andien terus menerus. Aku merindukan Papa dan Mama!" Lontar Alya sambil meneteskan air matanya.
"Alya, mereka hanya terpukul. Kamu yang sabar ya, semua butuh waktu dan proses."
"Tapi sampai kapan kak?" Tanya Alya melontarkan raut wajah keputusasaan di dalam nya.
"Kakak juga nggak tau. Kamu yang sabar ya. Inget masih ada Allah, kakak, Billy dan Rival," Jawab Fina.
"Makasih kak," Ucap Alya memeluk tubuh ramping milik kakak Billy.
Seseorang menatap ke arah mereka dengan ekspresi binggung. Ia melangkah semakin dekat ke arah Fina dan Alya. Kedua orang yang tengah berpelukan itu mengalihkan pandangan ke orang yang tengah memandangnya binggung.
"Maaf bila saya menganggu kalian."
"Nggak kok," Jawab Alya melepas pelukan nya dengan Fina.
"Oh ya nak Fina bisakah kamu membantu saya ke kamar. Tadi saya mencarimu," Lontar Mama.
"Mari!" Jawab Fina menuntun wanita tersebut.
"Mama jangan lupa makan, minum obat dan istirahat ya!" Lontar Alya.
"Fina apakah itu temanmu?"
"Bukan dia adalah adikku," Jawab Fina tersenyum menatap perempuan yang telah melahirkan Alya.
"Saya dulu mempunyai 2 anak perempuan mereka lucu sekali. Mereka selalu tertawa bersama, bermain bahkan sering bertengkar. Saya sempat pusing dengan mereka. Sayangnya mereka sudah tumbuh dewasa," Ucap Mama malah duduk di bangku belajar sang empunya kamar.
"Kamu tahu Fina? Saya merindukan mereka. Andien sepertinya terlalu sibuk hingga mengabaikan saya," Lanjut Mama. Alya tak kuasa menatap wajah pucat itu.
"Saya ingin bertemu princess kecil saya. Dia pasti sudah besar dan pintar mungkin semuran denganya," Perempuan itu menunjuk Alya.
Alya hanya tersenyum hambar,"Siapakah namamu nak?" Tanya Ara menunjuk Alya.
"Nama saya Alya."
Ara berlalu pergi setelah ucapan Alya tadi, baginya kamar lebih baik. Alya,nama itu membuat kepalanya pusing.
"Kamu yang tabah ya Al," Bisik Fina menepuk pelan bahu Alya. Alya Adzkara hanya tersenyum. Ini belum seberapa dibandingkan ia menghadapi sosok Adzka. Seorang pengusaha berhati dingin.
Adzka nama itu nama yang seseorang yang selalu ia hindari 2 tahun ini.
Jangan lupa Vote dan Comment
Mohon maaf bila banyak typo bertebaran
Salam hangat author
@anandataurisna
KAMU SEDANG MEMBACA
HAPPY ✅
Teen FictionR E V I S I banyak orang yang menyalurkan kesedihan, kekecewaan, penyesalan dan lainnya dengan cara berbeda- beda. sama halnya dengan seorang remaja laki-laki yang melewatkan masa remajanya dengan kebahagiaan yang ia buat demi menutupi kesedihan nya...